Metamers

104 7 18
                                    

"Ketika dua warna terlihat tidak serasi di suatu tempat, tetapi sangat cocok di tempat lain."
---Metamerisme.

***

PEKERJAAN Izaaz terlampau mudah. Barangkali di luar sana para buruh mesti mengabdi selaku kuda pabrik----dipecut perintah ini itu hingga perasan tenaga terakhir tetapi nahas masih diteriaki anjing perkara tuntutan berkreasi.
Lalu, dijejali kreativitas jahil dari para atasan bilamana para bawahan malah terlalu kreatif.

Izaaz sempat melewati masa-masa itu. Menurutnya, para atasan itu aneh, seaneh dirinya. Itu sebabnya, dulu sekali ia rela terlibat politik peraduan kreativitas dengan atasannya. Selain karena muak dipanggil anjing, baginya pabrik ini sudah terlalu banyak menampung pekerja-pekerja aneh, dan ia perlu mencari akal agar pihak yang minggat ialah atasannya, bukan dirinya.

Alhasil, sejak beberapa tahun silam, situasi berotasi. Semula Izaaz serta sejawat saling melempar gosip culas tentang betapa mudahnya pekerjaan atasan mereka. Kini para mantan sejawat dan sejawat baru beralih menggosipi betapa mudahnya pekerjaan Izaaz.

Bagaimana tidak? Saat yang lain huru-hara mencelup kain di kolam neraka----uh, istilah mesin yang mereka karang karena kerap kali kulit orang-orang dijilati panas setiap mendekati liang lahat itu----kemudian menggilas kering kain di mesin yang terkadang maruk melepas kuku-kuku orang-orang hingga botak. Hanya demi menghasilkan warna-warni kain untuk Izaaz.

Mereka dekil, bau, dan mungkin nyaris meregang nyawa jika didramatisir. Lain halnya dengan Izaaz, rutinnya, sedari pagi ia akan duduk anggun di bangku colorist, lalu menulis di secarik kertas: satu sampai tiga warna----pastilah antara kuning, merah, biru, atau hitam, atau juga putih. Beserta volume dari masing-masing larutan warna dalam satuan mililiter. Setelah itu, para bawahan yang akan membuktikan, apakah resep karangan Izaaz benarlah menghasilkan warna yang sama dengan permintaan pelanggan? Dan hanya itu saja kegiatan Izaaz selama berada di pabrik.

Mengulang kalimat di awal cerita ini, pekerjaan Izaaz terlampau mudah, jika pintar betul teori warna. Sialnya, lelaki itu benar-benar paham soal warna. Alamiahnya, ia indigo akan kegaiban warna-warna, mulutnya kerap meracaukan perintah luar nalar setiap membandingkan sampel warna pelanggan dengan kain hasil resep pertamanya.

"Kurang kuning, tambahkan dua puluh persen konsentrasi kuning dari resep awal." Begitu petuahnya, seperti biasa meninggalkan tanya di benak para bawahan.

Bagaimana bisa warna merah tampak kurang kuning di mata Izaaz? Aneh. Lebih aneh lagi, hasilnya selalu memuaskan, cepat, dan para pelanggan tidak pernah kapok kembali. Memposisikan Izaaz sebagai tak tergantikan.

Namun hari ini, reaksi Izaaz janggal kala menerima secuil sampel kain berwarna abu kebiruan. Dahinya mengkerut, bibir bawahnya tergigit sengaja, sedang ujung pulpennya mengetuk-ngetuk kertas resep berangka 21 beserta ceceran kain serba abu dengan jumlah yang sama. Artinya, sudah 21 kali ia mencoba meresep, tak ada warna yang cocok dengan sampel permintaan pelanggannya.

Izaaz lupa kapan terakhir dipermainkan oleh warna. Biasanya hasilnya langsung sempurna hanya dalam 2 kali meresep. 4 kali untuk sejenis abu-abu, hitam, dan dongker. Dan ini rekornya.

"Siapa yang memesan warna ini?" tanya lelaki itu bolak-balik menenteng sekelumit kain ke lightbox untuk melihat di bawah lampu UV, ke luar jendela untuk melihat di bawah sinar matahari, dan ke tengah ruangan untuk melihat di bawah lampu ruangan.

Secara tak langsung, Izaaz memanggil salah satu tim pemasaran hanya untuk pamer kesibukan dan fenomena anomali----alias kegagalannya----dalam meresep warna. Lelaki itu melempar dua kain berwarna abu: satu yakni sampel dari pelanggan, satu lain ialah hasil seleksi dari 21 resep gagalnya.

METAMERSOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz