Prolog (Lembayung Senja)

546 40 8
                                    

[ Cerita ini dilindungi undang-undang Akhirat, jika melakukan plagiat akan dicatat oleh malaikat]

1000 vote + 100 komen tercepat kita adakan giveaway di akun instagram (@)ddsangbayu

SYARATNYA:

- Cukup ramaikan cerita Wattpad Dalam Dekapan Sang Bayu di IG Story kalian

- Ramaikan juga AU Instagram Sang Pelita di official instagram, jangan lupa tag IG Author (@)yudiiipratama (@)tekad.universe & (@)ddsangbayu serta follow instagram ketiganya!

- Hadiahnya diumumkan di hari Raya Idul Fitri

Happy reading ....


Setelah perpisahan yang terjadi setahun lalu, tak ada lagi komunikasi antara aku dan para shohibul qolbi. Kami telah menempuh hidup masing-masing. Terlebih aku sekarang sedang melanjutkan studiku di Kairoh, Mesir.

yang tersisa dari masa lalu hanyalah foto terakhir wisuda bersama shohibul qolbi yang diabadikan melalui kamera favorit Khalik.

Sebab kesalahpahamanlah pemicu konflik antara aku dan Khalik terjadi hingga berujung pada perpisahan yang sama sekali tidak aku harapkan.

Entah aku yang salah paham, bersumbu pendek sehingga tidak membenarkan segala perlakuan Khalik, bahkan sekalipun aku tidak ingin wajahnya muncul di hadapan aku sebelum ia menemukan perempuan itu.

Dan di hari perpisahan pun itu, ia tak memunculkan wajahnya sampai temaram.

Sekarang, izinkan aku bercerita, kita mundur ke satu tahun yang lalu, tepatnya momen yang menyebabkan aku dan Khalik berselisih paham.

Ini menyoal perempuan bernama Asyifah. Aku hanya mengetahui namanya.

Kata Khalik saat ia memutuskan mengungkapkan rahasia terbesar itu dari ku, perempuan yang menyimpan segundang kata-kata nan indah melalui surat-surat yang kerap dikirimkannya padaku itu memiliki luka bakar pada setengah wajahnya sehingga kalau ke mana-mana ia menutup wajahnya itu dengan selendang.

Tapi pada hari itu, Hanya Karena ingin bertemu denganku, akhirnya ia memilih untuk tidak memakainya, dan memperlihatkan kekurangannya itu padaku tapi sayangnya momen itu dirampas paksa oleh Khalik Karena rasa penasarannya yang tinggi.

"Lantas kenapa dengan wajahnya?"

"Ada yang salah jika luka bakar atau kecacatan pada wajah perempuan itu lebih mendominasi?"

"Apa penilaianmu terhadap perempuan hanya dari sekadar parasnya semata?"

"Apa wajah yang menawan, tubuh yang indah, adalah standarisasi idealnya perempuan cantik?"

"Kau salah besar, Khalik!"

"Antum cari perempuan itu sekarang!" pekikku dengan penuh emosi waktu itu. "Temukan dia dan jangan pernah muncul di depan ana sebelum antum menemukannya!" Tegasku.

Semenjak saat itu, aku tak lagi melihat Khalik bahkan mengetahui kabar Khalik. Putus kontak, sama sekali tak ada komunikasi.

Sedangkan sampai detik ini, aku tidak tahu bentuk wajah dari pemilik nama indah yang seringkali mengirimkan aku surat berangkai puisi padaku di pondok dulu.

Dia,

Asyifah.

Si pengagum rahasiaku.

***

Melalui cerita Khalik aku mencoba mengenali sosok perempuan yang sampai sekarang masing saja membuat aku penasaran. Hingga momen itu kurangkai sendiri dalam pandangan aku sesuai dengan ingatan cerita dari Khalik yang sangat lengkap kronologisnya.

Sore itu, di bawah langit jingga, Khalik menutup wajahnya dengan sajadah agar tak terlihat menghadap ke arah danau di tepi jembatan. Beberapa menit Khalik menunggu hingga matahari sudah setinggi dirinya, sebentar lagi menuju petang.

"Bayu ...," panggil seorang perempuan dari balik punggung Khalik. Ia memanggil nama aku, tapi yang di hadapannya justru orang lain.

Akhirnya si pengagum rahasiaku itu menghampirinya. Sebelum berbalik, Khalik berkata, "tunggu, diam di situ," pinta Khalik dengan suara yang sengaja ia samarkan. "Sebelum kita saling memandang untuk pertama kalinya, tolong kamu memperkenalkan diri, aku ingin tahu namamu. Kamu harus tahu kalau aku sudah menunggu begitu lama, sangat lama."

Perempuan itu mengangguk senyum. "Nama aku ... Asyifah."

Mendengar suara perempuan itu untuk kedua kali serta menyebutkan namanya membuat hati Khalik bergetar. Kalau saja ada Bayu di sana, mungkin ia juga akan merasakan hal yang sama.

Khalik pun segera berbalik badan dan melihat wajah pemilik nama Asyifah untuk pertama kali. Sinar matahari yang sedikit silau membuat pandangan Asyifah kurang jelas, tapi tidak dengan Khalik yang akan melihat jelas wajah dari pengagum rahasia Bayu.

Pelan-pelan Khalik menoleh, dan melihat wajah Asyifah. Dan, sontak Khalik terperanjat, ia terkejut melihat wajah perempuan itu tersenyum menampakkan wajah. Dia, Asyifah; perempuan yang memiliki kata-kata indah, tapi rupa yang sedikit kurang sempurna. Iya, Khalik melihat jelas sisi bagian kanan wajahnya memiliki bekas luka bakar.

Khalik terkejut sedang Asyifah terlihat tersenyum bahagia, tetapi setelah Asyifah melihat jelas wajah yang ada di hadapannya, seketika itu juga raut wajahnya berubah datar oleh karena yang ia hadapi bukanlah Bayu, melainkan lelaki lain.

Jantungnya seperti ingin berhenti, ia langsung menutup kembali wajahnya dengan selendang merah.

Asyifah berkaca-kaca di sana, hatinya seperti terkhianati oleh kehadiran sosok yang tak ia harapkan. Tanpa meninggalkan kata pada Khalik, ia kemudian berlari sekencang mungkin dari hadapannya sambil menahan isakan tangis. Perempuan itu merasa dikhianati, terpukul oleh karena yang menemuinya bukan Bayu melainkan Khalik. Terlebih lagi, Khalik sudah mengetahui namanya, dan juga rupanya yang setengah cacat.

Khalik baru saja melihat yang seharusnya tak ia lihat. Terlihat Khalik begitu syok dan hanya bisa berdiri termenung, ia begitu sulit berbicara sampai Asyifah hilang untuk selamanya dari hadapan Khalik.

"Sungguh Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, melainkan melihat hati dan amal kalian (kebaikan)". Tetapi tetap saja, pandangannya masih saja menilai kecantikan dari fisik.

***

TBC

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dalam Dekapan Sang BayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang