Setitik cahaya dikegelapan

4 1 0
                                    

Aku menatap lagi malam dengan bintang, dan kesunyian....

"Kenapa belum tidur?" tanya seorang wanita yang keluar dari rumah, duduk di sebelahku. Dia adalah pasanganku, istriku.

"Belum mengantuk, mungkin sebentar lagi, kamu tidur aja duluan, nanti aku susul," ucapku untuk membalas pertanyaannya, juga menyapanya agar tak khawatir berlebihan. Dia pasti sudah tau, jika aku menatap bintang di kala malam, maka akan panjang dengan kesendirian.

"Aku buatin kopi ya."

"Boleh."

Itulah dia, si pendamping. Tak kenal lelah mesti aku sering sekali overthinking. Siapa yang akan percaya jika aku ingat kembali masa-masa dulu, Tak mungkin rasanya bunga desa yang menjadi pujaan banyak pria, jatuh padaku, Bramantyo yang asalnya entah dari mana. Keluarga tak berada. Dan datang ke desa hanya menjadi petani yang hidup sangat sederhana.

Kurasa, begitulah cinta. Persis seperti apa kata para-para pujangga di luar sana. Cinta sejati tak memandang dari mana asalmu, atau bagaimana dirimu. Bahkan tak mengenal batapa sulitnya hidupmu. Ia akan selalu ada dan setia pada sisimu.

"Nih, kopinya. Jangan terlalu lama ngerokok dan ngopi. Apa lagi mikirin yang engga-engga."

"Iya sayang, nanti aku masuk sebentar lagi."

"Mana mungkin sebentar jika langit lagi secerah ini." Ucapnya padaku, seakan akan sudah sangat jelas bahwa aku terlalu menyukai kesendirian ini.

"Sok tau aja kamu." Balasku sekali lagi, berusaha agar ia kembali tak khawatir.

"Sayang, jangan pikirkan terlalu lama bagaimana hari esok harus kamu jalani, aku tau kita sedang sulit. Namun, selama kamu usaha dan berdoa. Aku yakin semua akan baik-baik saja. Akan ada waktunya kita bahagia."

Aku hanya membalas dengan senyuman, dan lalu ia pergi kembali ke kamar. Dia pasti sudah tahu. Tak akan mudah merubah jalan pikiranku. Namun kali ini dia benar. Aku hanya bisa menjalani hari-hari kedepan dengan apa adanya dan tanpa banyak tanda tanya.

Tidak terasa ya, sudah 2024. Sudah 4 tahun sejak Corona melanda dan dunia menjadi tak biasa. Beberapa orang sudah berhasil bangkit, dan beberapa lagi berhasil menetapkan diri pada titik aman. Namun masih banyak orang-orang yang masih terus berusaha naik dari jurang yang kemarin menerjang.

Aku termasuk pada orang-orang itu. PHK surat pertama kerusakan pada hidupku. Lalu di susul dengan hancurnya pertahanan-pertahanan yang berusaha aku siapkan sebelumnya jika terjadi yang tak terduga di perantauan. Hingga tak ada lagi uang pada celengan dan yang tersisa hanya sebuah perjalanan tanpa sebuah kejelasan.

Hal pertama langkah yang ku ambil adalah pulang. Namun setelah pulang, ternyata yang tiba adalah kehancuran karena dulu sempat tidak memperdulikan. Aku mengabaikan keluarga terlalu lama, hingga lupa bahwa mereka juga manusia yang paling utama aku bantu seharusnya. Lalu aku coba lagi pergi merantau, sayangnya waktu sudah berubah, dan kini sudah bukan jamanku lagi. Persis 6 tahun pernikahan ini, kami buntu. Dan akhirnya aku hanya menjadi harian lepas yang tak menentu.

Aku bersyukur, ia tidak meninggalkanku, setidaknya dari segala runtuh yang tiba. Ada ia yang masih percaya bahwa semua akan baik-baik saja.

Dengan habisnya kopi dan lelahnya hisapan asap malam ini, kurasa sudah waktunya aku berpamitan dan beranjak pergi, menemani Dewi yang akan menjadi pengisi hari di ruang sunyi.

Baru saja masuk pada pintu kamar. Istriku langsung menyapa dengan perasaan anehnya. Aku menatap wajahnya yang penuh dengan keheranan.

"Loh, kok tumben udah kelar. Belum juga jam 12"

Seakan tak percaya aku sudah selesai menatap bintang dan menikmati kesendirianku, perkataan yang ia sampaikan seakan akan seperti melihat aku menjadi orang aneh di matanya.

"Ada bintang di dalam kamar ini yang sedang ingin ku tatap" sahutku sembari tersenyum dan berjalan ke samping.

"Akhirnya, aku menerima sebuah gombalan, dari seorang pujangga yang tak pernah romantis pada pasangannya sendiri."

"Hey, ini bukan gombalan. Aku tak ingin. Mengabaikan Bintang kecilku." Kembali aku menyahutinya, sembari menatap matanya dan mengusap kepalanya.

"Yasudah, jika begitu. Untuk malam ini, bintang kecilmu ingin di peluk hingga tertidur."

"Hahahaha."

Aku tertawa mendengar sapa manja darinya, bukan sekedar sapa manja seorang pasangan, namun ia sangat tau betul, bahkan aku selalu merasa tak nyaman jika tidur sembari memeluk seseorang. 

"5 menit ya." Sahutku padanya

"Iiihsss, masa cuman 5 menit doang. Tapi boleh deh. Yang penting sambil usap usap ya."

Aku merapatkan diri padanya, memeluknya, dan mengusapnya. Tak lupa sedikit bernyanyi, yang entah dari mana lirik itu. Hanya sebuah lagu yang terlintas pada kepalaku. Untuk membuatnya nyaman dan tertidur pada pelukanku.

Sampai pada tidurnya, aku pun bergeser kembali, mematikan lampu. Dan mencoba untuk bermimpi. Sudah cukup untuk malam ini. Karna esok, aku harus bangkit lagi untuk menciptakan pelangi pada ia yang aku cintai.

-----------

tak perlu tau isi kepala pria

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

tak perlu tau isi kepala pria. Cukup selalu ada dan percaya, maka ia juga akan melakukan hal yang sama.

Dan tak perlu melawan pendapat wanita, ia hanya khawatir, dan tak ingin pria yang ia cintai merasa sendiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CERPEN SPESIAL RAMADHAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang