The Last Hope

19 1 0
                                    

"Dua garis pada alat tes kehamilan itu benar-benar menjadi akhir bagiku. Secercah harapan bahkan enggan mengintip gelapnya hidupku."





"Hoseok!"

Hoseok yang tengah duduk melamun di bawah pohon akasia menoleh, mendapati seorang pemuda yang lebih pendek darinya itu mendekat. Hoseok hanya balas tersenyum saat mata mereka bertemu.

"Hoseok sedang apa di sini?" pemuda manis itu bertanya yang masih tidak dibalas oleh Hoseok.

"Daripada sendirian di sini, bagaimana kalau Hoseok ikut kami berfoto untuk kenang-kenangan, hm?" meski Hoseok tidak menunjukkan tanda-tanda ketertarikan, tapi pemuda Park itu tetap menarik tangannya. Hoseok hampir saja terjungkal ke depan jika ia lambat sedikit saja melangkahkan kakinya.

Hoseok masih menunduk saat mereka berjalan menyeberangi jalan sepi ini. Terdengar teman barunya ini-Park Jimin, menyapa beberapa orang di bawah pohon akasia lainnya yang berjejer teratur di pinggiran jalan sekitar sini.

Hoseok mengangkat wajahnya untuk melihat orang lain di sana, hanya untuk membuat wajahnya pucat dengan bibir terbuka kecil.

Setelah mengambil beberapa foto, Hoseok meninggalkan ke-empat orang di sana untuk kembali mencari tempat duduk di bawah pohon akasia lagi, di belakang asrama.

Tubuhnya menggigil kecil, entah karena sebuah ingatan lalu atau udara yang memang dingin di awal musim semi. Hoseok menatap daun-daun di atas sana, sebagian telah mengeluarkan bunga berwarna kuning. Hoseok menatap pohon akasia yang berjejer di pinggiran jalan wilayah asramanya ini.

Jalanan ini memang termasuk wilayah sekolahnya yang luas. Setiap pinggir jalan yang masih termasuk wilayah sekolah pasti ditumbuhi pohon akasia yang hanya berjarak 20 meter antara satu dengan yang lainnya.

Seharusnya mereka tadi mengambil gambar saat pohon ini menjatuhkan daunnya yang berwarna kuning, tapi sayangnya periode musim gugur berikutnya mereka sudah lulus, mengingat tinggal beberapa bulan lagi acara kelulusan. Hanya tertinggal sekitar empat bulan untuk hari itu tiba.

Mengingat orang yang Hoseok lihat tadi, membuat air matanya jatuh begitu saja. Orang yang ia cari. Yang karenanya ia masuk sekolah di sini dua bulan lalu, tepatnya awal semester lalu di kelas dua.

Selama dua bulan sebelum pergantian semester, Hoseok belajar sangat keras untuk pindah ke sekolah ini. Tepatnya tekadnya muncul setelah hari dimana ia ditinggalkan setelah dipaksa melakukan sesuatu. Orang itu pernah mengatakan kepadanya, bahwa ia bersekolah di sini. Sekolah setingkat Senior High School yang dikhususkan untuk anak-anak yang ingin mengembangkan bakatnya, bukan seperti sekolah biasa di bidang akademik.

Mengingat pertemuannya dengan kedua pasangan tadi, ya mereka berpasangan ternyata, membuat Hoseok berpikir sekali lagi untuk menjalankan rencana awal ia masuk sekolah ini.

Dia, Min Yoongi, ternyata kekasih teman pertamanya. Kekasih Park Jimin. Teman yang sangat baik meski mereka berbeda tingkatan. Meskipun mereka hanya bertemu beberapa kali dalam dua bulan ini, tapi hanya Jimin yang memandang keberadaan Hoseok dengan ramah.

Apakah Hoseok mampu menghancurkan si manis Park Jimin? Karena nyatanya kekasihnya itu, Min Yoongi, adalah seseorang yang menjadi alasan kenapa Hoseok bersusah payah masuk sekolah ini.

Pertemuan tadi menjelaskan kalau Yoongi tidak mengenalinya setelah empat bulan lalu pertemuan terakhir mereka. Awal dari kehancuran hidupnya hingga tak bersisa setelah diagnosa dokter. Alasan kenapa ia dibuang oleh kedua orang tuanya hingga ia sampai di kota ini dengan usahanya sendiri.





Setelah memutuskan untuk tidak menganggu hubungan Jimin dan Yoongi, kini sudah tiba hari kelulusan mereka.

Awalnya Hoseok berpikir, dia akan giat berobat dengan harapan Yoongi bertanggung jawab. Hoseok sakit, bahkan kedua orang tuanya tidak tahu penyakit yang ia derita selama beberapa tahun kebelakang. Iapun baru mengetahuinya setahun lalu ketika kanker ginjalnya sudah masuk di stadium 3.

Just a Sunsetजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें