Joshua tahu masa lalu telah menciptakan jarak di antara hubungannya dan Dahayu yang semula sedekat nadi. Hanya kecewa yang masih membekas, amarah yang tersimpan menunggu untuk diluapkan, dan ribuan pertanyaan menggantung yang tersisa di antara merek...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Joshua berdiri dengan gusar di sudut ruangan dengan segelas soda di tangannya. Kantornya mengadakan town hall malam ini dan mereka sedang berada di puncak acara. Di ballroom JW Marriott yang disewa perusahaannya dari jam enam sore sampai jam sepuluh malam, seorang DJ naik ke panggung dan memeriahkan suasana. Free flow beer telah tersedia dan meski antrean itu mengular panjang, Joshua melihat orang-orang tidak mengeluh demi mendapatkan bir gratis.
"Anak-anak FAD, purchasing, dan S&M ngajakin after party." Jordan menghampirinya setelah lima belas menit menghilang untuk mengisi ulang gelas birnya yang kosong. "Rencananya mau lanjut ke The H Club di SCBD. Lo mau ikut? Gue mau hitung jumlah orang yang ikut nih, supaya bisa nentuin mau open table atau nggak."
Kontan, Joshua menggeleng.
"Kenapa? Sudah dua tahun kerja di sini masa lo nggak pernah ikut after party, sih?" protes Jordan yang lebih terdengar seperti teriakan karena musik yang menggelegar membuat mereka kesulitan untuk berbagi obrolan. "Ikut aja, Jo. Belum tentu ke depannya ada after party lagi."
Ini sudah tahun kedua Joshua bekerja dan ucapan itu sudah Joshua dengar lima kali setiap Jordan mengajaknya untuk ikut para anak-anak muda di departemen mereka berpesta hingga pagi. Ajakan itu selalu Joshua tolak tanpa berpikir panjang. Iya. Lima kali. Dan Joshua yakin, ucapan itu akan Jordan layangkan untuk keenam atau ketujuh kalinya dalam beberapa bulan ke depan—tepat ketika mereka pusing tujuh keliling karena year-end closing sekaligus menghadapi audit tahunan dalam waktu yang bersamaan.
"Nggak mau. Gue nggak suka ke tempat kayak begitu, Dan," tolak Joshua.
Jordan menyipitkan matanya. "Serius? Yakin nggak akan berubah pikiran?"
"Iya. Kalian aja yang pergi. Gue nggak ikut dulu," ujar Joshua tanpa ragu.
Walaupun besok Sabtu dan tidak ada salahnya jika dia bersenang-senang dan pulang larut malam, Joshua tidak berminat untuk ikut pergi. Dia tidak menyukai alkohol walaupun pernah mencobanya di jazz bar langganan Ajeng ketika perempuan itu memanggilnya. Sampai sekarang dia tidak mengerti kenapa ada banyak orang yang sangat menggilai minuman tersebut.
After taste-nya sangat mengerikan. Belum lagi hangover yang harus dia rasakan besok paginya karena terlalu banyak minum. Joshua bergidik ngeri. Dia tidak ingin merasakan pahit dan asam memenuhi mulutnya dan mendorong dirinya untuk mengeluarkan seluruh isi lambungnya.
Lagi pula, besok kakak-kakaknya akan datang ke rumah untuk makan siang bersama, turut membawa serta keponakan-keponakannya yang lucu. Joshua tidak ingin sakit kepala yang menyerangnya setelah mabuk semalaman membuatnya tidak bisa menikmati waktu yang dia miliki dengan lima keponakannya itu.
Rumahnya pasti akan ramai besok dan bayangan keluarganya akan berkumpul setelah sebulan terakhir tidak pernah bertemu, juga anak-anak kecil yang bermain dan berlarian di sekitar rumah atau ketika mereka berebut untuk memberi makan ikan-ikan di kolam, berhasil mengundang Joshua untuk tersenyum lebar. Dia tidak sabar menanti hari esok datang.