V

358 89 5
                                    

Jalanan di desa memang selalu lenggang. Matahari yang kian menyengat membuat warga desa enggan untuk keluar rumah. Terkecuali untuk mereka yang bekerja di persawahan. Para ibu ibu juga sedang sibuk di dalam dapurnya. mempersiapkan hidangan untuk makan siang.

Sebuah mobil Sedan berwarna hitam melaju dengan kecepatan sedang. Melewati sawah serta perkebunan milik warga. Shani dan juga Zee diam membisu dalam perjalanannya. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing masing.

Shani dan juga Zee mengalihkan pandangannya menuju saku celana Zee, sekaligus memecah keheningan mereka. Ponsel milik Zee bergetar, menandakan ada panggilan masuk. Tertera nama sang bos yang menelpon Zee.

"Hallo, bos?" Terdengar dari seberang sana suara atasan mereka yang panik.

"Hallo, Zee? Kamu di mana? Saya butuh bantuan kamu sama Shani." Zee menoleh ke arah Shani, begitu juga sebaliknya. Karena Zee yang me-loud speaker telponnya.

"Bantuan apa bos?" Pertanyaan Zee berhasil membuat Shani menepikan mobilnya. Menarik tuas rem tangan lalu mematikan mesin mobilnya.

Akhirnya sang atasan menjelaskan maksud dan juga tujuannya. Sebagai seorang wartawan, Jasa dari Zee dan juga Shani amat sangat dibutuhkan sekarang. Proyek penting yang sedang mereka jalani mengalami hambatan yang sangat serius. 

Mau tidak mau, mereka harus kembali ke kantor. Membatalkan pengambilan cutinya untuk proyek tersebut. Sang atasan juga berjanji akan memberikan upah lebih kepada mereka berdua. asalkan proyek ini kembali berjalan dengan lancar.

Mereka pasrah. Mereka harus menjalankan kewajiban serta tanggug jawabnya sebagai seorang wartawan. 

"Yaudah, gapapa Shan. Yang penting kita udah tau di mana tempat tinggalnya Chika." Shani mengangguk. Dengan berat hati ia urungkan niatnya untuk datang menemui sang adik. Padahal sudah berada di pertengahan jalan.

Dengan cepat, Shani menghidupkan mesin mobilnya dan memutar arah kembali ke rumah Zee. Zee meminta agar semua barang bawaan Shani dititipkan di rumahnya. Karena setelah pekerjaan itu selesai, mereka akan melanjutkan pencariannya. Shani juga diminta untuk menginap di rumah Zee.

Sesampainya di rumah Zee, si pemilik rumah langsung membantu Shani membawa barangnya masuk. Terlihat kedua orang tua Zee yang sudah berada di rumah.

"Hallo, ayah, ibu, Christy..." sapa Zee dan Shani hanya menganggukkan kepalanya sopan. Mengikuti langkah Zee menuju ke kamarnya.

Zee bergegas meraih handuknya dan pakaian yang sering ia gunakan untuk bekerja. Lima menit kemudian Zee sudah keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang rapi. Ia hanya memoleskan beberapa krim di wajahnya. Lalu menarik Shani keluar kamarnya. 

"Loh ... Sekarang kalian mau ke mana?" tanya ibu Zee yang melihat mereka berdua keluar dari kamar. Zee pun menghampiri ibunya. "Ibu, Zee mau ke kantor dulu ya. Ada masalah sedikit." Zee mengecup punggung tangan ibunya, begitu juga dengan Shani. 

Lalu mereka berdua bergegas pergi dari rumah menuju ke kantor mereka yang lumayan jauh. 

Sedangkan ibu Zee hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan anak sulungnya. Ia juga berpikir mengenai masalah yang di alami oleh teman anaknya yang bernama Shani itu. Karena tadi Christy bercerita bahwa kakaknya sedang membantu temannya.








Laju mobil milik Shani tidak bisa secepat saat berada di jalan pedesaan. Karena jalanan di perkotaan sedikit padat, sehingga menghambat laju mobil Shani. Raut wajah keduanya juga terlihat tegang. karena ini menyangkut pekerjaannya. 

Sesampainya mereka di kantor, keduanya langsung saja turun dan bergegas berjalan menuju ruangan atasan mereka.

"Siang bos!" Mengingat kini waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Sang atasan yang melihat kehadiran mereka berdua pun menghela nafasnya lega. Kemudian mereka berdua di persilahkan untuk duduk dan akan mendiskusikan masalah yang sedang mereka alami.

Cukup lama mereka berada di dalam ruangan. Membahas masalah sekaligus solusi yang tepat. Peluh mulai berjatuhan dari dahi mereka berdua. Berpikir keras untuk bisa membalikkan keadaan.

Sang atasan yang menyadari sudah memasuki jam istirahat pun membubarkan mereka berdua. Menganggap jika mereka berdua bisa menyelesaikannya. Kini Shani dan Zee diberikan waktu untuk makan siang.

Akhirnya mereka berdua pergi ke kantin untuk makan sembari menenangkan pikirannya. Apalagi pikiran Shani. 

Zee pergi memesan makanan sedangkan Shani yang akan mencari tempat duduk untuk mereka makan. Berselang beberapa lama, datanglah Zee dengan satu pelayan yang membawakan makanan mereka. 

Mereka makan dengan hikmad dan tidak bersuara sama sekali. Makanan itu dengan sekejap langsung habis tak tersisa. Mereka sangat kelaparan karena pertemuan tadi. 












Angin malam menerpa wajah cantik seorang gadis. Mata coklatnya bergerak dengan gelisah. Entah apa yang ia pikirkan. Ia sedang berada di sebuah taman yang dikelilingi oleh bangunan tinggi bercat putih. Selain pepohonan, ia juga melihat beberapa orang yang berlalu lalang menggunakan pakaian putih.

Mata cantik itu seketika meluruhkan air matanya. Chika, sedang berada di posisi yang sangat sulit. Ia sangat membutuhkan dukungan dari orang lain, khususnya sang kakak. Chika selalu merapalkan doa agar mereka segera dipertemukan. 

Sedangkan di rumah Zee, Shani sedang memandang frustasi tumpukan pekerjaan yang ada di depannya. Zee pun sama. Mereka berdua memutuskan untuk bergadang demi pekerjaan mereka cepat selesai. 

Namun ketika jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam, Zee kalah. Ia berpamitan kepada Shani untuk tidur terlebih dahulu. Ia juga berpesan untuk segera tidur. Jika memang tidak bisa selesai malam ini, bisa dilanjutkan di esok hari. 

Bukannya mengikuti saran Zee, Shani malah melanjutkan pekerjaannya. Walaupun ia merasa sangat mengantuk tapi ia tepis semua agar pekerjaannya cepat selesai dan bisa melanjutkan pencariannya.

Hari baru telah dimulai. Gadis dengan rambut sebahu mendapati kesadarannya setelah wajahnya yang terkena sinar matahari. Ia mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke kamarnya. 

Zee bangun dan bersandar pada kepala ranjang. Melihat rekannya, Shani, yang tertidur di kursinya. Dengan kertas kertas yang masih berserakan di mejanya. Zee menghela nafasnya. Zee tahu jika Shani tidur sangat larut.

ia berjalan ke arah Shani, bermaksud untuk mengajaknya pindah ke atas kasur. Tapi ketika tangan Zee menyentuh lengan Shani, Zee merasakan lengan Shani yang sedikit hangat. Membuat Zee panik dan segera membangunkan Shani.

"Shan, bangun ... Hei!" Zee menggoyangkan tubuh Shani dengan kuat. Membuat Shani melenguh dan membuka kedua matanya. Ia melihat Zee dengan wajahnya yang panik.

"Kenapa?... Shhh," Shani memegangi kepalanya yang terasa pusing ketika hendak bangkit dari duduknya. Matanya juga sedikit memerah karena begadang.

"Badan kamu hangat. Ini pasti gara gara kamu begadang," Shani tak mengelak sama sekali. Karena memang ia merasakan tubuhya yang tidak enak pagi ini.

Akhirnya Zee membantu Shani dan menuntunnya untuk merebahkan diri di atas tempat tidur. Sedangkan Zee akan mandi terlebih dahulu dan membuatkan Shani bubur. Dan tak lupa membelikan obat. 

"Gapapa Zee. Aku masih kuat kok. Kalau aku sakit, kerjaan aku gimana?" Zee menahan tubuh Shani yang ingin bangkit dari tidurnya. Merebahkan kembali tubuh Shani secara perlahan.

"Udah, kamu tenang. Jangan mikir kerjaan dulu." ujar Zee.

Akhirnya Shani pasrah. Ia melihat punggung gadis rambut sebahu itu perlahan menghilang dari pandangannya. Masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. 

Shani memejamkan matanya. Kembali ia mengingat masa kecilnya bersama sang adik. Janji yang selalu Shani pegang hingga saat ini. Janji itu yang membangitkan semangat Shani untuk mencari keberadaan adiknya.

Shani bertekad untuk bisa cepat sembuh dan menyelesaikan semua pekerjaannya. Dengan begitu ia bisa dengan tenang mencari keberadaan adiknya.






Missing You - ShanChik [END]Where stories live. Discover now