VII

363 103 4
                                    

Di sebuah kamar yang berukuran cukup luas, seorang gadis berambut sebahu sedang fokus ke pekerjaannya. Sedangkan di atas kasur, terdapat seorang wanita yang masih tertidur terbalut selimut.

Zee berusaha untuk menuntaskan semua pekerjaannya. Karena masih ada pekerjaan Shani yang menunggu untuk diselesaikan. Sesekali ia juga menoleh ke belakang untuk memeriksa keadaan Shani.

Saat sedang fokus, layar ponsel Zee menyala dan menampilkan dua pesan yang baru saja masuk. Dengan segera Zee meraih ponselnya dan menampakkan nomor sang adik.

Dibukanya room chat tersebut dan ia terkejut kala membaca pesan yang adiknya itu kirimkan. Zee menoleh ke belakang lagi. Melihat Shani yang masih memejamkan matanya.

Zee mengangguk kecil. Setuju dengan usulan sang adik untuk menjaga rahasia ini sampai Shani benar benar pulih. Zee meminta Christy untuk selalu berhati hati. Dan melapor pada dirinya jika ia mengalami sesuatu.

Zee menghembuskan nafasnya lelah. Ia letakkan kembali ponselnya dan berusaha untuk fokus kembali ke pekerjaannya.

Pada saat berada di pertengahan jalan, Christy menyempatkan diri untuk membeli buah tangan untuk ia bawa ke rumah sakit. Membeli buah buahan dan juga beberapa minuman. Setelah itu kembali melanjutkan perjalanannya.

Sedangkan di sebuah ruangan yang bernuansa putih. Ada seorang gadis yang sedang menggenggam sebelah tangan sang ibu yang terpasang selang infus.

"Jangan kayak gini bunda ... Chika nggak bisa," Chika terisak dan mencium punggung tangan bundanya.

Veranda pun sama. Ia merasakan kesedihan yang anaknya alami. Dan tentu saja ia tidak bisa berlama lama di sini karena itu akan memakan biaya yang sangat mahal.

"Bunda mau pulang aja," Chika menggeleng dengan cepat.

"Keadaan bunda masih lemah," tolak Chika dan merebahkan tubuh ibunya kembali.

"Tapi kamu dapet uang dari mana Chika? Rawat inap biayanya besar!" Chika menggeleng. Tak membiarkan sang ibu yang ingin beranjak.

Bagaimana pun juga ia tidak boleh membawa sang ibu ke rumah. Sebelum semuanya ditangani dengan baik oleh dokter. Chika aka mengusahakan semuanya. Bahkan sesuatu yang paling berharga pun akan Chika korbankan.














Christy berjalan masuk dan mendekat ke arah meja administrasi. Berniat untuk menanyakan tentang Chika.

"Permisi buk. Ruangan pasien dari ibunya kak Chika di mana ya?" Terlihat sangat karyawan mencari datanya terlebih dahulu.

"Untuk ruangannya ada di nomor delapan. Tapi sebentar lagi kami akan keluarkan karena mereka tidak sanggup untuk membayar administrasi nya."

Christy terkejut. Terdengar jahat memang. Tapi rumah sakit juga tidak bisa berbuat banyak untuk menanggung pengeluarannya.

"Memangnya berapa dok?" Christy mengeluarkan kartu yang dibuatkan dan diberikan oleh Zee.

Kemudian ia melihat nominal dari tagihan rumah sakit. Tanpa banyak bertanya, Christy langsung melunasinya dan meminta untuk segera melakukan tindakan yang terbaik. Sang karyawan mengangguk dan dengan segera memprosesnya.

Tak lupa Christy yang mengirim bukti pembayarannya kepada sang kakak. Merasa bangga karena telah berhasil membantu seseorang.

Kembali lagi ke ruang kamar milik Veranda. Datang seorang dokter dengan ditemani oleh beberapa suster di belakangnya.

"Permisi. Kami akan segera lakukan tindakan untuk pasien. Jadi dimohon untuk menunggu di luar terlebih dahulu."

Kejadiannya begitu cepat. Bahkan Chika tidak merasa ada melunasi tagihannya. Seingatnya jika administrasi sudah lunas baru aka diambil tindakan.

Dengan pikirannya yang bercabang, Chika mengecup pipi sang bunda lalu keluar. Membiarkan sang dokter melakukan tugasnya.

Sedangkan Christy yang baru sampai melihat sosok Chika yang baru saja keluar dari ruangan nomor delapan. Christy terpukau di dalam hati ketika ia melihat sosok tersebut. Memang tak jauh sempurna dari kakaknya.

Tanpa niat mendekati, Christy mengambil ponselnya dan memotret Chika. Kemudian dikirimkan ke kakaknya. Christy tersenyum lalu memasukkan kembali ponselnya.

Tanpa sengaja mata Chika melihat seorang gadis yang sedang memandanginya. Ia pun berjalan mendekat dan menghampiri Christy.

"Hai, kamu kenapa? Kok bengong di sini?" Christy gelagapan dan tidak tau harus menjawab apa.

Masih dalam keadaan kikuk, seseorang dari bagian administrasi datang kemudian menghampiri Christy.

"Syukur kamu masih di sini. Saya lupa minta paraf tadi." Orang itu mengulurkan kertas dan juga pulpen. Meminta Christy untuk tanda tangan.

"Terimakasih. Semoga ibunya cepat pulih ya!" Chika memandang tak percaya pada gadis di depannya ini. Dengan cepat Chika menahan pergelangan tangan Christy yang ingin kabur.

🪐




"Rumahku jauh kak. Ibunya kakak juga lagi operasi, jadi nggak baik untuk ditinggal." Dengan keras kepalanya Chika tetap menggeleng.

Setelah mengetahui bahwa Christy lah yang membayar tagihan rumah sakitnya, Chika ingin ke rumah Christy untuk menjelaskan semuanya dan berterimakasih. Ia berjanji akan melunasinya dengan segera.

"Nggak perlu kak. Itu aku ikhlas kok..." tolak Christy

"Makasi banyak. Boleh 'kan sekarang kakak ikut ke rumah kamu?"

Sedangkan di rumah Christy, Zee dengan membujuk Shani untuk makan lalu minum obat. Panasnya sudah mereda tapi untuk sakit kepalanya masih.

"Nggak mau Zee. Aku mau selesaiin kerjaan aku!" Shani berusaha bangkit dan ingin meraih meja kerjanya.

"Udah! Kerjaan kamu udah selesai!" Bohong Zee agar Shani bisa fokus untuk makan dan minum obat.

"Yaudah kalau gitu aku langsung cari Chika aja!" Zee mengacak rambutnya frustasi.

Bersamaan dengan itu, datanglah Christy dan juga Chika dengan motor maticnya. Mata Chika sudah berair karena sedari dalam perjalanan Christy sudah menceritakan tentang keadaan Shani.

Shani yang sedang berusaha untuk mencari keberadaannya. Hingga jatuh sakit karena bekerja hingga larut malam.

Christy meraih pergelangan tangan Chika dan mengajaknya untuk masuk. Terlihat keadaan ruang tengah yang sudah sunyi. Membuat Christy langsung membawa Chika menuju kamar kakaknya.

Tanpa di duga, Shani membuka pintu dengan kasar. Membuat Christy dan juga Chika terkejut. Namun berbeda dengan Shani yang diam mematung. Bibirnya terbuka lebar. Kelu hanya untuk mengucapkan sepatah kata.

Shani menampar pipinya cukup kuat. Takut jika ia sedang bermimpi lagi.

"Kakak!" Chika menghamburkan pelukannya. Menangis sejadi jadinya karena kini ia telah dipertemukan kembali. Shani pun membalas pelukan sang adik tak kalah erat. Menyalurkan semua rasa rindunya selama ini.

"Chika ... Kakak kangen sama kamu, sayang." Chika mengangguk dalam pelukannya. Chika pun sama, ia sangat merindukan sosok kakaknya ini.

Christy dan juga Zee hanya bisa menyaksikan adegan pertemuan dari kakak beradik itu.

Dirasa sudah tenang, Chika yang masih duduk di atas pangkuan kakaknya sadar dengan ibunya yang masih di rawat di rumah sakit.

"Kakak, bunda masuk rumah sakit," ujarnya dengan nada sendu.

"Hah! Kok bisa?" Shani ingin beranjak dari duduknya namun dengan cepat ditahan oleh Zee.

Agar suasana tidak semakin runyam, akhirnya Zee menceritakan jika Christy sudah melunasi pembayarannya dan bisa dilakukan tindakan dengan segera. Shani pun menghela nafasnya lega.

"Makasi banyak kalian berdua,"

Missing You - ShanChik [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang