~Melancholic~

32 1 3
                                    


Jika dilihat dari bentuknya, ada berapa jenis cinta yang ada di dunia ini?

Cinta platonis, cinta romantis, cinta kepada kekasih, cinta pada keluarga. Padahal mereka sama-sama cinta, tapi kenapa mereka berbeda?

Pengertian cinta itu semu, abstrak, dan subjektif. Eksistensi cinta itu juga sebenarnya sesuatu yang tidak bisa dipastikan kebenarannya. Bagaimana bisa seseorang yakin kalau dia telah mengalami cinta? Bisa jadi mereka hanya tenggelam dalam delusi kalau mereka sedang jatuh cinta.

Tidak ada yang pasti mengenai cinta dan itu merepotkan.

Suga mengutuk cinta karena dia telah jatuh pada cinta yang salah. Dari banyak orang di dunia kenapa dia harus jatuh untuk saudari kembarnya sendiri. Cinta ini terlarang, dia tau itu, perasaannya ini sangat tidak pantas.

 Tapi, apa semua ini salahnya? 

Siapa yang bisa mengaturnya?

Karena itulah, sekali lagi, Suga mengutuk sesuatu yang dinamakan cinta.

.

.

.

.

"Suga, bangun! Kita harus ke sekolah!!"

Suga mengerang tidak nyaman saat seseorang mengenai hidungnya dengan sesuatu yang lembut, seperti rambut. Hidungnya tergelitik, rasanya sebentar lagi dia akan bersin— "HACHUH."— Oke, dia bersin.

"APA-APAAN SIH!?" Remaja berambut ombre itu terpaksa bangun, tangannya dengan cepat mendorong orang di depannya agar rambut tadi jauh dari hidungnya. "Racy, kau tidak bisa bangunkan aku dengan normal?"

"Bukan salahku," Racy mendengus. "Kau tidur seperti kukang oke, atau kau memang kukang. Sepertinya opsi kedua lebih tepat."

"Oi, jangan bicara sembarangan! Kalau aku kukang berarti kau sendiri kembaran kukang!" protes Suga. Dia sudah menyibakkan selimut dari badannya dan mulai duduk di pinggiran tempat tidurnya, masih berusaha mengumpulkan jiwanya. Bangun pagi tidak ada di list kegiatan favoritnya.

Ah iya, seharusnya dia sudah bilang kalau kamarnya tidak boleh dimasuki seenaknya.

"Racy," Suga memanggil gadis yang sedang membuka gorden jendelanya, tangannya spontan terangkat untuk menghalangi cahaya yang menyilaukan. Matanya belum sepenuhnya terbiasa dengan cahaya setelah bangun tidur. "Sudah kubilang kau harus mengetuk dulu sebelum masuk ke kamarku,kan? Lain kali jangan masuk seenaknya."

Racy melirik ke arah Suga dari sudut mata sambil mengerutkan kening, batinnya agak kesal dimarahi begitu padahal sudah repot-repot membangunkan. Sepertinya saudara kembarnya itu sedang dalam masa pembangkangan sekarang.

"Kalau begitu bagaimana caranya aku membangunkanmu?" tanyanya sambil berkacak pinggang. "Lagipula kita ini saudara kembar. Sudah, cepatlah ganti bajumu aku akan menunggu di bawah."

Suga mengamati punggung Racy sampai dia hilang di balik pintu.

Racy tidak mengerti. Perempuan itu terlalu bebal untuk mengerti. Lelaki itu bisa jadi serigala kapan saja, mau dijelaskan bagaimana pun juga perempuan itu selalu naif dan mengabaikannya. Mereka saudara, tentu saja itu benar. Tapi—

Suga mengacak-acak rambutnya.

—Perasaan ini bukan perasaan yang sepantasnya ditujukan kepada saudara.

Setelah kegiatan meninju wajah sendiri, mencuci muka, dan memakai seragamnya, Suga bergegas menuruni tangga menuju ruang makan. Disana gadis berambut panjang yang dikuncir dua sudah duduk sambil menyilangkan tangannya di depan dada, raut wajahnya tak senang.

MelancholicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang