The Choice

65 13 6
                                    

Seseorang berperawakan kerdil berlari tergopoh-gopoh, menghampiri dua orang keturunan Jepsen yang tengah sibuk berselisih mengenai sesuatu yang sepertinya lebih penting dari menyelamatkan dunia. Sorot mata sang kakak pasti, menyiratkan dirinya telah sampai pada keputusan final dimana tidak ada siapapun yang dapat menghentikan tekadnya kini.

"Kau sudah menemukan gadis itu, Pedro?" Rofan Jepsen berdecak, menatap tajam pada sang anak buah yang menunduk, merasa sangat terintimidasi.

"Ya, Tuanku. Gadis itu tinggal di negara bagian Alamabat. Mari saya tuntun Anda melihatnya langsung melalui cermin ajaib."

Pedro kemudian berbalik dengan ragu dan mulai berjalan diikuti oleh Rofan yang menampilkan gurat senyum penuh kemenangan. Dibelakangnya, Orlando mengerutkan kening, sesuatu yang lebih mirip firasat buruk mencengkram dadanya. Pria itu menggeleng, berusaha meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja.

Ini kedua kalinya bagi Orlando memasuki ruang tergelap di Istana keluarga Jepsen. Kali pertama saat dirinya berumur 10 tahun, ditemani sang ayah mereka mengintai seorang penyihir yang mencoba membalas dendam pada bangsa Orchid melalui percobaan pemusnahan keluarga Jepsen. Setelah itu, Orlando tidak pernah memasuki ruangan ini lagi alasan pertama karena ayahnya melarang dan kedua, dirinya merasa hidupnya baik-baik saja tanpa cermin itu.

"Tunjukkan padaku, Pedro." Rofan menyeru dengan angkuh, bersidekap sambil mengerutkan kening pada cermin ajaib yang masih memantulkan sosok dirinya yang luar biasa sempurna untuk ukuran seorang pria. Wajah bak dewa dan otot trisep yang menjanjikan.

Orlando mencoba mengamati itu dari sudut ruangan dengan segelas anggur ditangannya, mencoba terlihat biasa aja namun sungguh jantungnya berdegup kencang.

Cermin itu mulai menggelap dan pusaran hitam mulai terbentuk ditengahnya, dalam hitungan sepersekian detik gambaran itu lenyap dan tergantikan dengan siluet seorang gadis.

"Namanya Avelin Rosemary, Tuan. Ibunya yang menurunkan darah Dark Angel padanya. Saya rasa Tuanku sudah tahu apa yang harus dilakukan. Lebih cepat lebih baik Tuan, Karel dan para pengikutnya mulai berselisih dan merancang rencana untuk menjadi penguasa tertinggi bangsa kita."

Rofan berdecak tak suka, berbalik menatap tajam pada sosok Pedro mengisyaratkan sang anak buah untuk diam.

"Jangan mencoba mengguruiku. Aku selalu tahu apa yang harus kulakukan dan lihat saja tidak akan ada yang bisa menghentikan seorang Rofan untuk menjadi yang paling berkuasa."

Sebuah tekad yang terucap diruang tergelap.

Disudut lain yang tak disadari, Orlando tercekat, menatap penuh ketidakpercayaan pada siluet yang kini masih terus menari bahagia dalam pantulan cermin. Ternyata ini yang membuat dadanya sesak tiada tara. Sebuah takdir mengerikan yang terungkap dengan memilukan.

Sang terkasih kini dalam bahaya!

***

"Kau benar-benar menghayati menjadi manusia. Sekarang kau bahkan lebih mirip mereka dari bangsamu sendiri, Orlan."

"Kau serius akan mengejar wanita itu?" Mengabaikan pernyataan sarkatis Rofan, Orlando sekali lagi menanyakan hal yang semestinya dia sendiri sudah tau jawabannya.

"Berhenti mencoba menghentikanku, Orlan. Kau tau itu percuma. Siapapun yang menghalangi jalanku akan berakhir dengan kehilangan nyawa, itu pun berlaku untukmu." Rofan meletakkan pisaunya, mulai melahap sepotong roti bakar selai kacang favoritnya. Nadanya memang terdengar biasa saja tapi Orlando tau itu bukan hanya sekedar omong kosong. Tapi jangan kira pria itu akan menyerah.

"Kau masih bisa memilih jalan pertama untuk menjadi 'yang terkuat'. Aku yakin kau bisa dengan kekuatanmu. Hanya sehari di hutan larangan dan melawan penjaga tak terlihat." Orlando sekali lagi berkata sengit, Rofan terpana jelas merasa terusik.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 29, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Choice [1/1]Where stories live. Discover now