Renungan Sang Calon Dokter

12 1 0
                                    

"Urgent! Mohon bantuannya, minimal share. Pasien kasus DBD, sudah bocor organ dalam dan otak, butuh 20 kantong darah O+ Nama pasien Eka Wisnu / 15 tahun / O rhesus + / RS Kasih Bunda Dari PMI baru dapat 9, kurang 11 kantong Cp. +62 813xxxxxx Bpk. Dharma (Ayahanda) (Yang belum bisa donor bisa bantu share)"

Apa? Sudah mengalami bocor organ dalam? Sudah sejauh itukah anak yang bernama Eka Wisnu itu membutuhkan donor darah? Bahkan jumlah yang dibutuhkan pun tak sedikit, 20 kantong, itu pun masih kurang. Permintaan donor darah yang kuketahui biasanya untuk membantu korban kecelakaan, dan terbilang jarang untuk keadaan sekritis itu.

Aku tak pernah mengalaminya, aku tak mengenal siapa orangnya, tapi aku rasa ia sangat memerlukan bantuan dari siapapun itu. Maka dari itu, kuteruskan pesan tersebut pada 2 grup obrolan. Semoga saja ada yang berdomisili dekat rumah sakit sang penerima donor dan dapat menolong ke sana. Seandainya, golongan darahku cocok dengannya, mungkin sekarang aku sedang dalam perjalanan ke rumah sakit.

Dalam benakku terlintas hal lain mengenai golongan darah. Akhir-akhir ini, golongan darah menjadi hal yang viral di media sosial. Bukan hanya donor darah yang menjadi tren, namun karena ramalan yang mengatasnamakannya. Golongan darah dijadikan seseorang sebagai acuan dalam merefleksikan kepribadiannya. Sebegitu mempengaruhikah sampai banyak yang memperhatikannya. Lagipula apakah ada penelitian secara khusus tentang si golongan darah O yang bersifat pemimpin dan si golongan darah A yang perfeksionis? Apakah itu artinya Eka Wisnu yang termasuk O+ adalah seorang bocah yang pandai memimpin kelompok? Seandainya itu benar, apakah selama terkena DBD ia telah lama menelantarkan kelompoknya?

Sampai semester kedua ini, aku sudah mendengar banyak cerita dari dosen mengenai berbagai penyakit mengerikan. Masih bersifat umum memang, tapi tetap membuatku merinding. Menjadi seorang mahasiswi kedokteran di salah satu universitas negeri telah menuntutku untuk mempelajari itu semua. Di lingkungan kedokteran aku semakin menyadari bahwa dari masa ke masa penyakit semakin bertambah parah. Apakah masa depan setiap dokter akan lebih berat dari yang pernah diamatinya selama menjadi mahasiswa?

Respon-respon mengenai kritisnya penyakit Eka Wisnu terus mengalir dalam salah satu grup obrolan. Ada sekitar 5 orang yang saling bertukar chat, entah itu dalam bentuk kata-kata atau hanya stiker bertulisan. Tak kusangka simpati di grup ini begitu besar untuk nasib anak berusia 15 tahun itu. Wajar saja, karena ini memang grup tempat 3 angkatan termuda mahasiswa kedokteran berhuni. Semoga saja ada yang segera menyumbangkan darahnya meski hanya menambah 1 kantong darah.

"Reshare : Innalillahi wainnailaihi rajiun... Kabar duka, barusan dapat kabar dari Pak Dharma, ananda Eka Wisnu telah berpulang ke rahmatullah," pesan yang dikirimkan oleh salah satu seniorku di grup obrolan seketika mendapat respon dari beberapa anggota grup. Mereka yang jauh atau dekat, kenal atau tidak dengan almarhum, sama-sama berduka cita. Ekspresi kesedihan tetap tergambar meski hanya melalui tulisan. Aku, yang hanya berusaha membantu lewat pesan berantai saja, merasa terhenyak dengan kabar tersebut.

Tubuhku seketika merinding. Padahal baru 2 menit yang lalu pesan dari satu grup kubagikan ke grup yang lain, lalu bantuan itu terpaksa diurungkan karena sang penerima donor telah menghembuskan nafas terakhir. Betapa cepatnya kematian itu datang. Aku, sebagai insan yang masih bernafas, sama sekali tak bisa membayangkan seberapa cepatnya itu. Apakah lebih cepat dari cahaya yang menyinari bumi? Aku yang telah mempelajari bagaimana dunia ini selama 20 tahun, sama sekali tak bisa menjawabnya. Dan bahkan manusia takkan bisa menjawabnya secara pasti kecuali Yang Mahakuasa.

Aku tak bisa membayangkan bagaimana kesedihan terbendung di tempat bocah malang itu terbaring kaku. Pecahnya tangisan sanak keluarga, para sahabat, maupun tim medis yang berusaha membantu hidup Eka Wisnu. Ia yang seharusnya terus hidup dalam tawa, kebahagiaan, dan meniti cerahnya masa depan bersama teman-teman, harus tenggelam dalam kejamnya demam berdarah. Tragisnya, ia meninggal oleh organ yang membuatnya terus hidup selama 15 tahun. Oleh organ yang bahkan vampir dalam legenda pun menginginkannya.

Rasa sesak akan kematian seseorang yang tak kukenal pertama kalinya mendesir dalam hati. Dalam pikiranku selalu berputar-putar satu kalimat yang sama, apakah aku siap seandainya ditempatkan dalam posisi demikian? Ingatan demi ingatan yang pernah terjadi padaku kembali menguak. Aku dapat melihat berbagai keceriaan di dalamnya, celotehan lucu yang dilontarkan pada teman-teman, semangat saling menyemangati dan menyaingi prestasi muncul dengan semaraknya. Dalam kebahagiaan yang didesain sedemikian rupa itu, jelas aku takkan siap mengalami hal semenyedihkan Eka Wisnu. Namun aku takkan bisa menyalahkan keputusan Yang Mahakuasa. Mungkin ini adalah jalan terbaik agar ia tak merasakan semakin pahitnya dunia bila ia beranjak dewasa.

Itu semua semakin menyadarkanku bahwa kematian itu sesungguhnya sangat dekat dan selalu mengintai. Ia takkan kenal ampun saat sudah pada waktunya. Takkan peduli betapa cerah atau suramnya pengalaman hidup seseorang, tak peduli tujuan apa yang belum dicapai, dan tak peduli seberapa siapkah seseorang untuk menghadapinya. Apakah kematian akan menunggu seorang pendosa untuk segera bertaubat? Apakah kematian itu akan menunggu seorang pemalas tak lagi membuang waktu percuma? Seandainya setiap orang menyadari hal itu, apakah masih ada yang mau menyia-nyiakan waktunya, yang seolah panjang namun singkat itu?

Setelah menutup aplikasi chat di ponsel, aku terus merenung. Apakah setelah beranjak dari bangku kuliah aku dapat menolong seluruh pasien memperlambat datangnya kematian? Apakah kemampuan semacam itu akan tertanam dalam kedua tangan, hati, dan pikiranku? Apabila itu mustahil, aku terus berdoa agar diberi kekuatan untuk melihat kematian yang mendatangi pasienku di masa depan. Setidaknya aku akan berusaha memberi pertolongan meski hanya setetes darah saja.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 30, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Harga Setetes DarahWhere stories live. Discover now