DIA

64 12 15
                                    

Kau duduk sambil memegang segelas teh hangat di ruang makan. Merenung, memikirkan dia yang beberapa bulan ini sifatnya berubah terhadapmu. Menyesap pelan teh itu hingga rasa manis dan hangat terasa di mulutmu. Memberi sedikit kenyamanan pada malam yang dingin ini.

Malam semakin larut diiringi gerimis hujan yang mulai turun. Suara deru mesin mobil dari garasi membuat kau terlonjak berdiri. Tergesa, kau berlari menuju ke depan dan membukakan pintu untuk dia.

Dia terlihat lesu dengan kantung mata yang agak membesar dari kemarin.

"Mas kok baru pulang? Sudah makan belum?" Kau bertanya khawatir padanya.

"Ada proyek penting, jadinya aku lembur. Aku langsung istirahat saja." Dia memberikan tas beserta jasnya padamu tanpa kecupan kening seperti biasanya. Meninggalkanmu dalam keterpakuan.

Sesuatu terjatuh dari dalam saku jasnya saat kau melangkah mengejarnya. Sebuah buku tabungan miliknya. Kau mengambil dan membukanya dengan penasaran. Kau terperangah saat melihat transaksi buku tabungannya dalam beberapa bulan terakhir ini sangat besar. Dan terlebih lagi, kau tidak mengetahui untuk apa dia menggunakan uang sebanyak itu. Biasanya dia akan berbicara padamu apabila ada kebutuhan mendadak sehingga mengambil uang tabungan bersamamu.

Sepertinya ada hal yang sedang disembunyikan olehnya. Kau tidak ingin larut dalam pikiran negatif yang kini berlalu lalang di pikiranmu. Kau tutup buku tersebut dan mengembalikan ke dalam jas miliknya.

*****

Pagi itu kau melihatnya sudah berdandan rapi, padahal ini adalah hari libur.

"Mas mau kemana? Bukannya Mas sudah janji mau bawa anak-anak jalan hari ini?" ucapmu mengingatkannya.

"Aku harus bertemu klien penting. Lain kali saja, ya." Dia bergegas pergi meninggalkanmu dengan sejuta pertanyaan.

Tanpa membuang waktu, kau mencoba mengikutinya setelah menitipkan anak-anak pada asisten rumah tangga. Rute yang ditempuhnya berakhir pada sebuah restoran yang berada di samping rumah sakit ternama di kota ini. Kau berusaha tenang dan perlahan mengikutinya ke dalam. Kau melihat dia menemui seorang wanita yang ternyata sahabatmu selama ini. Kau mencoba mengenyahkan pikiran buruk saat melihat dia duduk bersama. Wanita itu kini memegang tangan dia. Dia tidak menolaknya dan malah menampukan tangan satunya di atas tangan wanita itu. Kau merasakan dunia telah runtuh di hadapanmu. Dia-suamimu telah berbohong dan berselingkuh dengan sahabatmu. Kau menghampiri keduanya dengan tubuh tegak bak wanita tegar. Padahal hatimu telah hancur berkeping menjadi debu.

"Bisa jelaskan apa yang sedang kalian lakukan?" Kau bertanya dengan suara bergetar.

Dia terkejut namun dengan cepat tersenyum dan semakin menggenggam erat tangan wanita jalang itu. "Seperti yang kamu lihat," ucapnya datar.

"Baiklah, aku akan segera mengajukan gugatan cerai untukmu."

Dia mengangguk setuju. Tanpa banyak kata, kau meninggalkan keduanya dengan luka yang menganga lebar. Luka yang menghapus rasa cinta menjadi benci yang teramat besar.

Sejak hari itu, dia meninggalkan rumah. Pergi ke dalam pelukan wanita lain, melepaskanmu beserta anak-anak dari tanggung jawabnya.

Sidang demi sidang kau jalani tanpa kehadirannya. Membuat kau yakin bahwa dia menginginkan semua ini cepat selesai dan menjadikannya bebas bersama wanita jalang itu.

Siang itu, sebelum sidang keputusan akhir berlangsung. Kau membukakan pintu untuk wanita yang dulu kau anggap sahabatmu. Kau mempersilahkannya untuk duduk di sofamu dan siap menerima kabar gembira yang akan membuat hatimu semakin hancur. Belum puaskah dia menyakitimu dan sekarang ingin menghancurkanmu.

"Aku ingin kamu datang ke tempat ini. Datanglah sebelum semuanya terlambat." Wanita itu memberikan secarik kertas di atas meja tanpa kau indahkan.

"Silakan pergi kalau urusanmu sudah selesai," ucapmu dingin.

Wanita itu berdiri dan melangkah pergi sembari berucap, "aku minta maaf, Airin. Sekali lagi datanglah sebelum semuanya terlambat."

Kau menangis. Pertahanan dirimu hancur sudah setelah kepergiannya. Dengan tangan bergetar, kau mengambil kertas tersebut dari atas meja dan membacanya.

Kau semakin menangis histeris tak kala melihat tulisan di atas kertas tersebut. Tanpa banyak berfikir kau beranjak pergi menuju tempat yang tertulis di sana.

Dia berada di sana. Dari balik kaca bening ini, kau melihatnya yang sedang tertidur pulas dengan berbagai macam alat medis menempel di tubuhnya. Kau meratapi kebodohanmu yang telah terperdaya olehnya. Dengan tubuh gemetar, kau masuk ke ruang ICU itu dengan tangis tertahan di tenggorokanmu. Dia terbangun dan tersenyum saat melihatmu. Kau menggenggam tangannya yang dingin dalam tangisan.

"Jaga anak-anak untukku. Aku mencintaimu selalu. Selamanya," pesannya sebelum mengembuskan napas terakhir.

Kau meraung, memanggil namanya yang kini telah tiada. Dia meninggalkanmu dalam sejuta penyesalan yang bergejolak di hatimu.

Dia yang sengaja tidak memberitahu penyakitnya padamu agar kau tidak terbebani lagi olehnya. Dia yang sengaja membuatmu salah paham dan menceraikannya agar kau dapat meneruskan hidup tanpa bersedih saat dia meninggalkanmu. Dia yang telah menyiapkan segala hal-hal untuk kelangsungan hidupmu dan anak-anak dengan asuransi miliknya. Dia yang tanpa kau sadari amat sangat mencintaimu tulus. Dia yang setia dan tak tergantikan.

Dan kini kau hanya bisa menyimpan semua kenangannya di hatimu.

_The end_

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 18, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

DIAWhere stories live. Discover now