PROLOG

22 2 1
                                    


"KETUA KELOMPOK SEPULUH MAJU KE DEPAN!"

Seruan bernada marah itu terdengar menggema keluar dari sebuah ruangan dengan plat bertuliskan 'Melati 8'. Beberapa orang yang berlalu lalang di depan ruangan itu berhenti sejenak, terkejut akan gelegar suara tadi. Namun kebanyakan memutuskan untuk tidak peduli dan melanjutkan perjalanan mereka.

Sementara itu, di dalam ruangan, seorang pemuda berambut hitam klimis melangkah maju ke hadapan seorang pria berjas yang tampak kesal. Keringat membasahi tubuhnya, terintimidasi oleh tatapan menyelidik pria tua yang jauh lebih pendek darinya.

Sang pria berjas putih menyipitkan matanya. "Kamu tahu apa kesalahan kamu, koas Kiyan?"

Kiyan mengangguk cepat. Tangannya memainkan ujung jas putih yang menyerupai pakaian pria tua di hadapannya. Di belakang Kiyan, lima muda-mudi lain menundukkan kepala, tidak berani menemui tatapan sang pria. Lebih jauh di balik punggung mereka, seorang gadis berambut hitam terbaring pasrah di ranjang pasien dengan perban melilit kepalanya.

"Sebutkan!"

"K-kami lalai dalam menjaga pasien, dok. Pasien lepas dari perhatian kami dan mengamuk di koridor rumah sakit," Kiyan menjawab terbata.

Dokter tua di hadapan Kiyan menyilangkan tangannya di depan dada. "Kalian tahu pasien yang kalian awasi itu sakit apa?"

Kiyan mengangguk diikuti oleh kelima temannya. Sang dokter menoleh, menatap ke arah seorang gadis berambut ekor kuda. "Koas Rini! Sebutkan diagnosis pasien!"

"P-pasien mengalami schizophrenia paranoid dengan halusinasi dan kecenderungan agresif, dok," jawab Rini perlahan.

"Bagus. Itu kalian tahu," dokter itu melangkah, mondar-mandir sambil memperhatikan wajah keenam anak didiknya. "Yang jadi pertanyaan saya adalah, kenapa bisa sampai lepas dari pengawasan?!"

Tidak ada yang menjawab. Semuanya masih tertunduk, memperhatikan sepatu mereka masing-masing.

"Kalian ngapain saja?! Apa karena ini hari terakhir di stase jiwa jadinya kalian leyeh-leyeh, begitu?! Sampai-sampai pasien yang seharusnya berada di ruang isolasi berhasil melarikan diri dan membuat keributan, hah?! JAWAB!"

Kiyan, Rini dan keempat teman mereka yang lain menciut ketakutan. Kemarahan sang dokter pembimbing stase jiwa terasa begitu menusuk hati. Pria itu menggeleng, mendekati gadis yang berbaring di ranjang pasien. Gadis berambut hitam itu melesak ke dalam ranjang, tidak berani memandang sang dokter meskipun kemarahan pria itu tidak ditujukan padanya.

"Masih untung karena teman kalian ini berhasil menangkapnya sebelum dia kabur, walaupun kepalanya sampai bocor dipukul batu. Kalau koas Isa tidak berhasil menangkapnya, kalian mau bagaimana?! Mau bilang apa ke keluarga pasien?! Bilang, 'Maaf, pak, bu, saudara anda menghilang dari rumah sakit'. Begitu?! Mau bilang begitu?! Mau kalian taruh dimana harga diri kalian, dik?! Harga diri saya! Harga diri rumah sakit ini, dik!"

Masih hening. Dokter itu kembali berjalan ke hadapan keenam anak didiknya yang tampak nyaris syncope*.

"Saya tahu ini adalah hari terakhir stase jiwa, dan besok kalian akan masuk ke stase bedah. Tapi!"

Kiyan berjingkat ngeri. Firasatnya memburuk.

"Kesalahan kalian hari ini benar-benar keterlaluan! Saya tidak peduli agenda kalian besok. Sebagai tugas terakhir dari stase jiwa, anggota koas kelompok sepuluh selain koas Isa, buat referat tentang schizophrenia paranoid sebanyak lima lembar folio bolak-balik ditulis tangan, sumber textbook maksimal 10 tahun yang lalu! Dikumpulkan besok pagi pukul tujuh tepat di ruangan saya. Yang tidak mengumpulkan tepat waktu wajib menjadi asisten saya selama dua minggu setelah stase bedah selesai. Mengerti?! Selamat sore."

Usai berpidato panjang lebar di depan anak-anak didiknya, pria itu berjalan keluar dari ruangan dengan gusar. Sekian menit berlalu dalam keheningan. Setelah yakin bahwa sang dokter senior telah jauh dari jarak dengar, enam koas muda yang sejak tadi berdiri tegak langsung terjatuh ke lantai dengan dramatis.

"Cobaan apa ini Tuhaaaaaannn!!!"

Jeritan pilu Kiyan menggema di ruang rawat Melati 8. Menyayat jiwa.











Keterangan :

*syncope : pingsan

Ora-normal ActivityWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu