What My Heart Wants to Say

3K 379 20
                                    

© Matchapeach

Cerita ini terinspirasi dari fanfic Kenzeira yang berjudul Teman.

.

"Seokjin! Aku mencarimu dari tadi, ternyata kau—" ucapan Namjoon mendadak terputus begitu ia meraih bahu Seokjin untuk menatapnya dan menemukan pemuda itu ternyata sedang merokok dengan kedua siku bertumpu di atas pagar pembatas. Raut wajah Namjoon yang semula penuh dengan senyum sumringah mendadak berubah garang.

Namjoon sudah menahan kesal sejak pagi, ah, tidak, sejak beberapa waktu lalu karena perilaku Seokjin yang tiba-tiba berubah. Dan bukan hanya pada dirinya, pada teman-teman di sekelilingnya pun demikian. Seokjin yang biasanya ceria, akrab dengan orang-orang sekitarnya, tiba-tiba berubah menjadi tertutup dan lebih sering menghindar untuk mengasingkan diri. Tidak hanya itu, sekarang pun Seokjin jadi hobi menghisap benda laknat bernama rokok.

Rasanya hipokrit sekali mengingat Seokjin terpilih menjadi Duta Kesehatan di kampus mereka tahun lalu. Lantas, ke mana hilangnya semua buah pikiran Seokjin mengenai Pola Hidup Sehat dan Bahaya Merokok dalam orasi yang disampaikannya di hadapan ratusan mahasiswa?

Perokok Aktif dan Pasif, sama-sama mematikan; berdasarkan hasil penelitian yang diterbitkan oleh American Journal of Clinical. Mereka mengatakan rokok mengandung karsinogen dan zat berbahaya lainnya. Tiga ribu orang mengidap kanker paru-paru setiap tahunnya berdasarkan penelitian itu. Jadi, jangan membunuh dirimu sendiri dan orang-orang di sekitarmu. Jangan merokok.

Namjoon bahkan masih mengingat dengan jelas sepenggal paragraf dari pidato yang disampaikan Seokjin, dan jujur saja membuatnya terkesan. Tapi sekarang...

Namjoon jadi tak habis pikir.

Ia kerap kali bertanya kenapa? Ada Apa? Apa yang terjadi padamu? Apa kau punya masalah? Dan juga, Apakah aku berbuat salah padamu ? Dan meminta pemuda itu untuk bercerita, tapi Seokjin memilih untuk menjaga lisannya; diam.

Seokjin seolah tak ingin memberinya kesempatan untuk tahu masalah apa yang tengah dia hadapi. Namjoon pernah mendesaknya, tetapi kondisi Seokjin malah memburuk; tampak tertekan, emosinya sering kali tidak terkontrol dan berakhir dengan pertengkaran.

Namjoon tidak ingin mendesak Seokjin lagi karena takut jika sikapnya itu malah—semakin— merenggangkan hubungan mereka. Jadi, ia mengalah dan menunggu waktu sampai Seokjin terbuka padanya tanpa harus ia paksa. Tapi sampai kapan?

Tanpa peringatan, Namjoon merebut benda jahanam itu dari apitan bibir Seokjin, membuangnya ke tanah, menginjak-injak dan menggilasnya dengan sol sepatu sampai batang beracun itu hancur tak berbentuk. Ia kembali mendongak, mengunci pandangannya pada pemuda manis itu, menatapnya lekat dan penuh peringatan. "Sialan, sudah kukatakan untuk tidak merokok, Kim Seokjin!" umpatnya kasar tanpa sadar, setengah membentak.

Seokjin menghembuskan napas dan asap rokok melayang-layang di sekitar wajah mereka sebelum lenyap ditelan angin. Ia balas memandang dengan tatapan datar, menyelami kilatan mata Namjoon yang akhir-akhir ini selalu menatapnya dengan sorot penuh kekesalan. Oh, tentu saja Seokjin sadar diri, semua itu karena dirinya. Karena ulahnya.

Alih-alih memikirkan jawaban yang hanya akan menguras emosi, Seokjin memilih meninggalkan Namjoon, melangkah pergi tanpa mengatakan apa pun sebagai penjelasan.

Karena menurutnya, memang tidak perlu ada yang dijelaskan. Kontras sekali dengan apa yang Namjoon pikirkan.

Melihat Seokjin yang lagi-lagi mendiamkannya membuat Namjoon semakin kesal. Ketidaktahuan-lah yang sebenarnya membuat Namjoon kesal. Sederhana saja, ia hanya butuh penjelasan namun Seokjin enggan juga menjelaskan. Sampai saat ini, Namjoon hanya bisa menerka-nerka, apakah dirinya terlibat atas perubahan yang terjadi pada sikap Seokjin?

What My Heart Wants to Say ✓Where stories live. Discover now