I.

464 66 18
                                    

Taehyung mengusap sebelah matanya, mencoba menyapu pandangan ke sekelilingnya. Gelap. Butuh waktu beberapa saat hingga ia bisa melihat sudut-sudut kamarnya. Temaram. Hanya ada cahaya oranye yang redup dari lampu tidur dekat pintu. Ia terbangun lagi dini hari. Kantuk masih bersarang di kelopak matanya namun Taehyung tidak bisa tidur lagi. Tidak saat sendirian.

Taehyung meraba nakas dan mengambil ponsel. Ia memicingkan mata karena cahaya layar. Tidak benar-benar tau apa yang bisa dilakukannya saat ini, Taehyung menekan salah satu kontak ragu-ragu.

"Hai, Hyung." Taehyung berdeham, tidak berharap suaranya separau ini. "Maaf menghubungimu pagi-pagi buta."

"Tidak apa-apa, Taehyung-ah. Terbangun, huh?"

"Hm. Kau belum tidur, Hyung?" Taehyung duduk menyandar headboard.

"Belum. Apa yang mengganggu pikiranmu?"

"Aku... Merindukan seseorang," akunya sembari menarik selimut mendekat. Rasanya tiba-tiba ruangan di sekelilingnya terlalu besar untuknya. Kasurnya terasa sangat besar. Biasanya orang di ujung sambungan ada di sampingnya sepanjang akhir pekan, saat ini. Barangkali sekarang ia masih sibuk di studio pribadinya. Taehyung tidak bisa menyalahkan kesibukannya.

"I see."

"Apa yang sedang kau lakukan, Hyung?"

"Finishing melody. Mau dengar?"

Taehyung menunggunya dalam diam. Mendengarkan alunan instrumen akustik yang dibarengi gumaman nada selaras. "Hyung, aku kemarin membaca buku rahasiamu," celetuknya setengah sadar. Ia tidak benar-benar mendengar gumaman protes di ujung telpon. "Aku membaca tulisan di halaman paling belakang. Itu... Kau... Mengingatkanku-"

"Aku melihatmu melamun beberapa hari belakangan, Tae. Di hadapan foto kalian; saat voicemail terakhirnya kau putar diam-diam; saat kau membuang lembaran berkasmu ke tempat sampah; saat kau duduk di bangku taman seorang diri."

"Am I that obvious?" Taehyung menelan ludah. "Dia hanya pergi sesaat, kan, Hyung?"

Pintu kamarnya dibuka. Taehyung tidak perlu tau siapa yang masuk ke kamarnya. Hanya dua orang selain dirinya yang tau password apartmentnya. Bunyi derit tempat tidur yang dinaiki seseorang terdengar samar sebelum sepasang lengan mendekapnya hangat. "Dia belum pergi, Taehyung." Sebuah kecupan berlama-lama menyentuh pelipisnya. "Jimin akan baik-baik saja."

Seolah kata penenang itu justru menghancurkan benteng pertahanannya, Taehyung menyembunyikan wajah di ceruk leher orang yang baru saja ditelponnya. Menyembunyikan senggukan tangisnya. "Aku nyaris mati mendengar kabar kecelakaannya. Namjoon Hyung, aku-"

"Yoongi Hyung tidak akan membiarkannya pergi, Tae."

"Aku mungkin mati kalau ia sampai pergi," bisiknya nyaris putus harapan.

"Ayo tidur. Ia sudah melewati masa kritisnya. Ia tidak akan kemana-mana."

***

Taehyung tidak bisa kembali terlelap seorang diri. Tidak tanpa Namjoon atau pun Jimin.

Before SunriseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang