Ada sebuah cerita yang pas untuk mengantarmu tidur. Tapi, ketika ketika mendengarnya kamu akan bermimpi buruk. Sudikah kamu mendengarnya
***
Angin semilir menyambutmu saat perlahan kamu membuka kedua mata. Tahu-tahu, kamu sudah berada di atas wahana bianglala, yang berputar di sebuah pasar malam yang sepi. Hanya ada kamu, dia, dan badut-badut menyeramkan yang menari-nari di bawah. Suasana pasar malam disini telah terbakar hangus. Yang tersisa hanyalah wahana bianglala ini.
Kamu tatap dirinya yang duduk di sampingmu. Dia merangkulmu dengan sebelah tangannya, di tangannya yang lain dia menggenggam sebilah pisau.
Dia menyeringai menyeramkan. Bulu kudukmu merinding buatnya.
"Kamu sudah bangun?" Katanya selembut mungkin.
Namun, yang terdengar bukanlah nada yang lembut. Ucapannya malah terdengar seperti mengancam keselamatanmu.
"Kamu culik aku?" Tanyamu lirih
"Bukannya kamu pernah bilang kamu suka tempat ini?"
Tanyanya balik.
Lalu, dia berusaha merangkulmu.
Kamu berpikir sejenak, lalu berusaha keras menolak rangkulannya.
"Tapi, bukan pasar malam seperti ini yang ku inginkan!"
Dia menyeringai lagi. Tangannya semakin kuat mencengkram bahumu. Lalu, tangannya yg lain mengacungkan sebilah pisau di hadapanmu, membuatmu enggan berkata apa pun.
Dia benar-benar mengancam keselamatanmu. Kamu tentu masih ingin hidup.
Namun, kini kamu teringat akan satu hal yang pernah kakekmu katakan sepuluh tahun yang lalu.
Memento mori
bahwa semua orang kan mati. Hanya saja...
bagaimana jika mati di tangan pembunuh?
"Jadi, bagaimana?" Tanyanya.
Kamu menatap tepat di matanya.
"Bagaimana apa-nya?"
Tiba-tiba di pangkuanmu ada sebuah tulip merah.
"Hanya ungkapan perpisahan," ucapnya sambil tersenyum sama seperti saat pertama kalian bertemu.
Lalu, suara sirine mobil polisi terdengar samar-samar dari kejauhan. Suaranya semakin mendekat ke lokasi ini.
Hatimu melambung, berharap polisi-polisi itu segera menyelamatkanmu. "Selamat tinggal," pamitnya.
Lalu semuanya lenyap.
Gelap
