deformasi [1/1]

7K 1.4K 762
                                    

peringatan: siapin kantong muntah.

.
.
.

Hidup itu tinggal dijalani. Baik atau buruknya, tergantung diri kita sendiri.

.
.
.

Brakk!

"Saya gak terima!"

Gebrakan pada meja dan suara keras di kelas itu lantas membuat seluruh siswa mengangkat kepala. Mata mereka yang sebelumnya sibuk dengan selembar kertas di meja masing-masing, kini menangkap tubuh seorang bocah yang berdiri di tempat.

Kelas itu hening. Hanya ada beberapa siswa yang saling lirik-mempertanyakan mengenai hal yang barusan terjadi.
"Ada apa ribut-ribut, Gilang?" tanya Cahyo-guru IPS yang saat ini mengadakan ujian harian untuk kelas 8-F, "Kamu lupa kalau hari ini sedang ujian?"

Gilang seketika mengacungkan jari telunjuknya ke siswa lain yang duduk tak jauh darinya. "Maaf, Pak. Tapi, di barisan kedua, bangku ketiga. Di kolongnya, dia nyimpen buku!"

Sontak, suasana di kelas meriuh, dan siswa yang ditunjuk Gilang pun menjadi raja seluruh mata. Cahyo sendiri mengerutkan dahi, lalu kembali menatap Gilang. "Lang, kamu gak boleh sembarang menuduh orang."

"Engga, Pak, saya gak bohong," jawab Gilang tegas dan lugas, "Kalau gak percaya, silakan dicek kolong mejanya. Saya tadi lihat sendiri Pratama buka buku LKS diem-diem."

Siswa-siswa lain kembali berbisik-bisik dan ada beberapa di antara mereka yang tak menyianyiakan waktu emas ini untuk saling bertanya perihal jawaban. Melihat hal tersebut, Cahyo tak tinggal diam. "Hei, hei, hei. Kerjain sendiri-sendiri atau kertasnya saya sobek."

Seketika, kelas kembali hening. Cahyo pun memilih untuk berjalan menghampiri Pratama yang kini melirik tajam ke arah Gilang. "Berdiri kamu, Pratama," suruhnya yang kemudian dituruti Pratama. Selanjutnya, lelaki paruh baya itu menundukkan tubuhnya dan melongo ke kolong meja.

Seluruh siswa mendadak ribut kembali ketika Cahyo menegakkan tubuh seraya menarik sesuatu dari dalam kolong meja. Sementara itu, Pratama tak melepas pandangan dari Gilang. Gilang sendiri, membalas tatapan itu. Keduanya seperti saling mengibarkan bendera perang.

"Apa-apaan kamu, Pratama," kata Cahyo tenang seraya membanting buku LKS IPS ke atas meja, "Pantas saja di pelajaran saya, anak bengal seperti kamu selalu dapat nilai di atas KKM. Saya gak heran."

Pratama diam-tak bisa berbuat apa-apa. Bocah itu mati kutu di tempatnya. Sementara itu, Cahyo tak ambil pusing. Ia hanya menarik lembar kertas ujian Pratama dan menyobeknya menjadi dua bagian.

Cahyo kembali melangkah ke depan dan membalikkan tubuhnya. "Ketua kelas 8-F, berdiri," titahnya. Kelas masih hening-siswa-siswanya tak menyangka guru yang tak banyak bertingkah seperti Cahyo bisa melakukan hal tersebut. "Saya ulang, ketua kelas 8-F, berdiri!"

Titah terakhir bernada tinggi itu membuat siswi yang duduk di pojok kelas berdiri takut-takut. "S-saya, Pak."

"Siapa wali kelas 8-F?" tanya Cahyo dingin.

"Bu Irmawati, Pak. Guru Biologi kelas 7."

"Ya sudah, kamu boleh duduk," balasnya, "sejujurnya, saya masih mewajarkan sikap jelek kalian yang suka diam-diam nanya saat ujian. Tapi, kalau sudah membawa dan melihat buku saat ujian berlangsung ... jangan harap."

Kelas semakin hening. Cahyo pun menyuruh siswa-siswanya kembali mengerjakan soal. Tetapi, sebelum itu, ia berkata, "Pratama, temui saya dan Bu Irma di ruang guru saat jam istirahat."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 13, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

deformasiWhere stories live. Discover now