0.1

50 4 1
                                    

Jam menunjukkan pukul setengah 12 siang. Di sebuah aula dimana para peserta MOS duduk sambil mendengarkan khotbah ketua osis yang tengah berdiri di depan sambil memegang mic. Satu persatu nama peserta MOS disebutkan oleh ketua osis beserta nomor bus. Besok adalah hari terakhir masa orientasi siswa dengan melakukan penutupan kunjungan ke Taman Matahari.

Di Taman Matahari para peserta MOS tidak hanya berkunjung dan menyaksikan pepohonan, tetapi mereka akan melakukan outbound yang telah disiapkan para osis. Mungkin besok akan menjadi hari yang melelahkan untuk gadis yang sedari tadi menekuk wajahnya sambil menopang dagu. Gadis berambut sebahu yang dipaksa dikepang 6 dengan topi jerami itu mendengus tanpa sebab. Ia merasa bosan. Ralat, sangat bosan.

Gadis itu tersentak kaget ketika rambutnya ditarik. Seakan tahu siapa pelakunya, gadis itu menatap marah ke arah tiga lelaki yang duduk tepat di belakangnya sambil berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Dengan rasa kesal yang memuncak, ia kemudian melempar buku yang dipangkunya ke arah mereka. “Kamu bisa diem gak sih?!" serunya.

Lelaki yang duduk di tengah menanggapi perkataan gadis itu dengan tertawa. Gadis itu yakin, bahwa lelaki itu adalah pentolan dari teman-teman di sampingnya. Dilihat dari gayanya yang lebih berandal dari kedua temannya itu. Gadis itu menatap tajam ke arah lelaki itu lantas membalikkan badan, memperhatikan kembali khotbahan ketua osis.

"Senja Permata Sore," panggil ketua osis.

Gadis itu mengangkat tangannya ketika mendengar namanya dipanggil. "Di bus nomer 4," tambah ketua osis itu lagi. Senja membalasnya dengan anggukan kecil.

"Senar Atha Raffasya," ujar ketua osis.

"Di sini!" teriak seseorang dari arah belakang. "Di bus nomer 4," tambah ketua osis itu.

"Oke!" teriak lelaki bernama Senar itu lagi.

Senja merasa ada embusan angin yang meniup telinganya. "Jadi nama lo Senja," bisiknya dengan jarak yang tak jauh dari telinganya. Senja bergidik geli.

Senja tak menanggapi perkataan lelaki itu. Lantas terdengar suara kursi yang berdecit dari arah belakang Senja.

Senar membenarkan posisi duduknya, mencari posisi yang nyaman---nyaman menggoda perempuan yang bernama Senja itu. “Nama lo bagus, tapi masih bagusan nama gue,” ujarnya terkekeh beberapa saat ketika melihat Senja menatapnya dengan datar. “Bercanda bercanda.”

“Oh iya, gue Senar. Cecunguk yang di sebelah kanan gue ini namanya Otong, yang di sebelah kiri gue namanya Penjor,” ujar Senar.

“Si anjir, masa first impression gue jelek banget, di depan cewek lagi,” ujarnya tidak terima karena dipanggil Penjor. “Oh iya, nama gue bukan Penjor tapi Galang. Masa cakep-cakep kaya gini namanya Penjor kan gak mungkin.”

“Cakep mata lo suek.” ketus lelaki di samping Senar. “Omong-omong kenalin gue Jordi bukan Otong. Lo tahu Otong itu apa?"

Senja menggeleng.

"Bagus," ujar Jordi mengacungkan jempol ke arah Senja.

"Biarkan Galang lelaki tercakep di antara para perempuan menjelaskan, jadi Oto---” sebelum Galang menyelesaikan kalimatnya, Jordi terlebih dulu menyumpal mulut Galang dengan tangannya.

“Banyak bacot lo,” ketus Jordi.

“Buset dah lo pada ya, ribut mulu. Gue yang mau PDKT-an sampai gak jadi-jadi, cuma gara-gara lo pada ribut,” omel Senar.

“Edan, Nar,” balas Jordi.

“Nah iya, edan,” timpal Galang.

Senja hanya terpaku dengan perkataan Senar. Edan. Satu kata yang muncul di kepalanya.

Senar untuk SenjaWhere stories live. Discover now