Karena Sejarah Kelam

18 0 0
                                    

KARENA SEJARAH KELAM

"Kita memang harus memulai, meski tak tahu pasti hasil akhirnya. Kita memang harus memulai, supaya ada bekasnya."

Minggu, 25 Mei 2014

Luas lahan peternakan itu mungkin sekitar lima hektar. Milik sebuah keluarga bergelar yang kaya raya. Jika dilihat secara runut mulai dari tepi hutan, yakni batas peternakan di sebelah utara, padang rumput yang luas akan tampak menurun. Dari sini segalanya akan tampak hijau. Tempat lepas nan bebas untuk melihat ke segala penjuru dan tempat yang cocok untuk melepas beberapa jenis hewan ternak merumput. Sebelum lutut kaki lebih terbebani karena medan yang menurun tersebut, ada tiga batang pohon mangga yang tumbuh berdekatan membentuk sudut segitiga sama kaki. Mungkin sengaja ditanam begitu atau mungkin juga hanya kebetulan. Setelah melewati turunan tersebut, lutut kaki akan lebih leluasa dan pandangan mata akan segera disejukkan oleh jernihnya air sungai. Cukup membuat seseorang ingin menceburkan diri ke dalamnya pada siang hari atau hanya sekedar ingin membasuh muka. Jika sedang tidak ingin, ada sebuah jembatan yang akan mempermudah penyeberangan menuju daratan berikutnya. Mulai dari sini, beragam tanaman akan ditemui. Ada tanaman jagung yang tingginya masih sebatas pinggang orang dewasa, lanjaran kacang panjang, mentimun, kacang tanah, cabai, tomat, bayam dan lain-lain. Berikutnya, deretan kandang ternak yang dibersihkan setiap hari akan terlihat di sebelah kanan maupun kiri. Sekitar duapuluh langkah setelah kandang ternak terakhir, mata akan kembali disejukkan oleh hijaunya tanaman dan warna-warni bunga-bungaan. Baru kemudian tampak rumah si pengurus peternakan. Sebuah rumah panggung yang terbuat dari papan berdiri tepat di samping tembok tinggi nan besar laksana benteng.

Setelah melihatnya secara runut tadi, secara kesuluruhan area peternakan ini tampak asri dan menyenangkan. Pasti akan ada yang mengira bahwa pengurusnya lebih dari tiga orang yang kuat, hanya dua orang tapi menggunakan peralatan canggih, atau sebuah keluarga yang memiliki seorang bujang dan seorang gadis. Ketiga perkiraan itu semuanya salah. Karena pengurus seluruh area peternakan itu hanya ada satu orang, menggunakan peralatan sederhana dan sudah berumur pula.

"Tentu. Biasanya orang yang sudah tua jauh lebih telaten."

Itu komentar yang biasa terdengar setelah mereka mengetahui kenyataannya. Lalu, kalau mereka sudah tahu karena ada kata biasanya, kenapa masih salah menduga? Bahwa orang-orang seumur mereka atau kitalah yang seharusnya bisa melakukannya. Dalam artian lain, standar hasil kerja mereka berada di bawah seorang lelaki yang sudah sangat tua. Berarti telaten tak butuh tenaga? Ah, tidak. Tidak. Kita sepakat menyebutnya begini saja.

Telaten tetap membutuhkan tenaga. Hanya tidak dihamburkan secara percuma. Telaten tidak terburu-buru. Ia dibentuk secara teratur dan seksama.

Beliau ialah Senopati Fincopper. Lelaki tua berperawakan pendek, gemuk, berwajah licin dengan kepala botak cemerlang. Kedua matanya sipit karena kelopak matanya yang membengkak. Usia beliau sekarang tepat menginjak seratus sepuluh tahun. Lebih tua duapuluh lima tahun dari hari kemerdekaan Kerajaan Emas. Dan tepat pada hari ini, bersamaan dengan ulang tahunnya yang keseratus sepuluh, dirgahayu Kerajaan Emas yang ke delapanpuluh lima tahun diselenggarakan. Dua pesta besar diadakan di Istana Raja atau istana sayap kiri dan Istana Ratu atau istana sayap kanan. Dalam waktu tiga hari tiga malam, dua istana kembar itu berubah menjadi pabrik raksasa pengolah makanan. Berbagai macam makanan dan minuman tradisional yang lezat seperti tiada putus diolah dan dihidangkan. Seluruh penduduk desa Antara boleh menikmatinya sepuas-puasnya secara cuma-cuma pula. Seluruh penduduk tentu sangat bersuka cita sehingga hari ulang tahun kerajaan menjadi hari yang sangat ditunggu-tunggu bagi mereka daripada hari ulang tahun mereka sendiri. Tapi, mengesampingkan akan pesta besar tersebut, mungkin ada hal lain yang biasanya akan dibahas saat seperti ini, bukan? Misalnya, tentang siapa pendiri kerajaan, siapa ratu pertama kerajaan, pejabat-pejabat kerajaan terdahulu yang ikut menjayakan kerajaan, atau yang lebih menarik lagi, mendengar beberapa kisah pada masa dulu melalui saksi mata yang masih hidup.

Hemhh ...

Senopati Fincopper menghela napas panjang. Beliau menjadi satu-satunya orang yang tidak mengikuti pesta tersebut sejak empatpuluh tahun terakhir. Dan beliau juga menjadi satu-satunya orang yang masih hidup sebagai saksi sejarah masa lampau. Tapi, selama itu pula, tak ada seorang pun yang datang padanya untuk bertanya-tanya. Atau memintanya untuk bercerita tentang kisah perjuangannya. Tak seorang pun. Padahal, beliau dulu merupakan salah satu orang kepercayaan mendiang Raja Agung Alexander Fingold, raja pertama sekaligus pendiri dua istana kembar. Tapi, tetap saja. Itu tidak bisa mengubah apapun yang telah terjadi. Bukan salah penduduk kalau tidak mau menghargainya sebagai salah satu pejuang. Bukan pula karena penduduk tidak menghargai sejarah tanah airnya. Bahkan perpustakaan desa tidak pernah sepi dikunjungi oleh para penduduk yang ingin membaca. Itu semua murni karena kesalahannya. Seandainya saja dulu dia tidak berkhianat dan berjuang pada tempatnya, pasti masa tuanya kini tidak menanggung malu dan ditiadakan banyak orang. Seperti halnya peternakan yang diurusinya. Tidak ada seorang pun yang membahas peternakan milik keluarga bergelar itu. Mengenai tiga pohon mangga besar itu atau yang lainnya. Karena tidak ada yang berani memasuki lahan peternakan itu. Seluruh lahannya seperti dikutuk. Berani selangkah lancang saja kakimu memasuki lahannya, maka setahun umurmu akan berkurang atau satu hari esokmu akan sial bukan kepalang. Seperti lahan-lahan yang dikeramatkan. Tapi, itu cuma perumpamaan. Sekali lagi, itu semua karena kesalahannya. Sejarah kelamnya telah membuat segala sesuatu yang disentuhnya jadi ikut-ikutan ditiadakan. Meski begitu, keluarga bergelar pemilik peternakan tetaplah yang nomor satu di desa Antara, bahkan diantara kalangan pejabat kerajaan.

Sebenarnya, dulu setelah pengkhianatannya diketahui oleh Raja Alexander Fingold, beliau ingin melakukan pembersihan, tapi tidak diperbolehkan. Sang Raja ingin beliau tetap hidup, kemudian menyuruhnya bersumpah dan berjanji. Bersumpah agar tetap bertahan hidup dan berjanji akan sesuatu hal. Jika bukan karena janji itu, sumpahnya itu ingin sekali dilanggarnya. Beliau seringkali ingin mengakhiri hidupnya daripada harus menjalani sisa hidup dengan menanggung malu. Tapi, karena ingin namanya bersih kembali dimata dan hati mendiang sang Raja, Senopati Fincopper mencoba menjaga sumpahnya dan tetap bertahan hidup untuk memenuhi janjinya. Supaya beliau bisa menghembuskan napas terakhirnya dengan tenang kelak. Supaya saat bertemu di alam lain kelak, sang Raja akan menyambutnya dengan hangat. Dan supaya di kehidupan lain kelak, dia akan tetap ditakdirkan menjadi orang kepercayaan sang Raja. Beliau ingin memperbaiki segalanya, meski hanya dalam kehampaan dan ketiadaan. Lalu, apakah janjinya tersebut? Hanya beliau dan mendiang Raja Alexander Fingold sebagai manusia-lah yang tahu. Dan sampai janji misteriusnya itu belum terpenuhi, atas ijin Yang Maha Pencipta, umurnya akan terus bertambah, meski tetap ditiadakan banyak orang.


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 26, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

PUNCAK KEAGUNGAN I (edisi Air Tempuran)Where stories live. Discover now