Prolog

11.5K 864 16
                                    

17 April
1:00 a.m

Sebuah kantor polisi di tengah kota Busan terlihat sibuk dengan dua mobil khusus terparkir di basement. Pasalnya, beberapa orang penting dari ibukota datang untuk kunjungan evaluasi dan rapat penting bersama partisipan dari tiap daerah di Korea Selatan. Busan dipilih karena dianggap sebagai kota paling aman.

Sungguh, rahasia kepolisian adalah hal penting yang sangat layak dijaga. Penyadap suara, kamera tersembunyi, dan segala trik yang dilakukan bocah underground pembuat onar.

Dibawah redup lampu gantung lorong depan tangga, Jimin berdiri dengan pistol tersimpan di dalam jaket. Rapat dimulai sekitar satu jam yang lalu. Itu artinya, kaki Jimin sudah kebas dan ia butuh duduk sejenak. Tetapi rekannya tidak membiarkan ia untuk sekedar melemaskan sendi.

Ia mengerang. Sebal.

"Aku pegal."

Decihan terdengar disertai gumaman yang ia yakini adalah umpatan untuknya yang berani menganggu sang rekan, "Pendek, diam ya. Aku tidak mau mendengar omonganmu."

"Jahat." jata Jimin sebelum mengeluarkan pistol dan memainkan pistolnya. Oh, lagipula tidak akan ada yang tahu ia bersantai sebentar. Jika ada yang datang, suaranya akan bergema sehalus apapun orang itu melangkah.

"Serius sekali, sih. Jika aku berjaga dengan Hoseok hyung, aku tidak akan kebosanan begini."

"Terus? Ayolah, jadilah profesional."

Lagi. Rekan yang lebih muda darinya itu memang dikenal cuek dan serius, namun Jimin lebih mengetahui pria itu lebih dari siapapun karena telah melewati tujuh tahun bersama-sama hingga dipisahkan oleh kesibukan masing-masing. Agaknya mengejutkan bagaimana sang rekan berubah hanya dalam beberapa bulan. Kehidupan polisi sebetulnya memang keras apalagi jika kau punya pangkat tinggi.

Wajar juga. Sang rekan pasti punya sesuatu yang lebih penting dari meladeni Jimin.

Ia menghela napas. Mengerti. "Maaf."

Bisiknya.

Ia sebenarnya harap rekannya tidak mendengarkan karena itu akan membuatnya tidak enak. Jadi setelahnya ia menyimpan pistol dan merapihkan jaket. Sepertinya memandangi tembok sambil pasang telinga akan jadi kegiatannya sampai rapat selesai— mungkin satu jam lagi. Sial, kakinya kebas bukan main.

Percakapan singkat barusan hanya membuatnya sadar bahwa semua orang punya kepentingan masing-masing, punya alasan tersendiri. Hal yang ia lupakan sejak jadi polisi dengan pangkat tinggi.

Menyebalkan rasanya kalau diingat. Ia menegakkan keadilan; sesuatu yang dianggapnya benar. Nyatanya, Jimin sendiri kadang tidak yakin apakah yang dilakukannya benar atau tidak. Ini membuatnya kalut, tidak fokus pada suara decitan kecil yang berasal dari ujung lorong. Di belokan.

Ia harusnya sadar.

Shadows telah menginvasi kantornya ketika ia dan rekannya lengah. Terjebak dalam kepolosan dan rasa percaya diri yang kelewat tinggi sampai tidak sadar ketika ujung dingin revolver jenis Smith & Wesson model 629 menyentuh tengkuknya. Menempel nyaman tanpa niat melepaskan.

"Nah, bisa dengan bersahabat menyerah, tikus kecil?"



SHADOWS
prologue completed

a.n:
Ah, ff pertama yang dengan niat besar kupublikasikan.

Wat.

Gayanya baku banget dah. Pokoknya, jangan sungkan buat temenan sama gua, ya ❤

Yang baca tapi gak vomment gua doain nikah sama bias. Mampus lu.

Ehe.
Ciya, reinadei

SHADOWS - yoonminDonde viven las historias. Descúbrelo ahora