Bintang Di Mataku

48 11 3
                                    

Bintang Di mataku

“Temenin aku sebentar, yuk, Nad.”
“Kemana?”
“Ke Supermarket. Aku mau membeli bahan untuk praktik besok,” katanya sambil tersenyum tipis.

Sepulang sekolah, pergelangan tanganku ini sudah ditariknya mendadak. Membuat hatiku bertanya-tanya penuh selidik saja. Aku mengangguk patuh saat dia menunjuk jok belakang motornya dengan dagu untuk menyuruhku naik agar diboncengnya.

Semarak jingga membalut bumi dan isinya dengan hangat. Kami berjalan membelah jalan raya yang dipenuhi pengendara lainnya. Di tengah perjalanan, aku mengernyit heran saat kusadari bahwa sudah berapa supermarket yang kami lewati begitu saja.

“Katanya mau ke Supermarket, kenapa cuma dilewati aja?”

Hening. Tidak ada jawaban yang kudengar darinya. Aku mencoba mengerti saja. mungkin ucapanku tadi tersapu hilir angin sehingga dia tidak bisa mendengarnya. Namun, setelah kuperhatikan lagi dengan seksama, arah jalan yang kami tempuh saat ini adalah jalan menuju rumahku.

Sedikit lagi gang dirumahku akan terlihat. Aku semakin bingung dibuatnya.

Benar, kecurigaan yang bermain di otakku sedari tadi tidak salah. Dafa malah mengarahkan motornya untuk masuk ke gangku lalu menuju rumahku. Ada apa? Aku jadi bingung melihatnya. Sampai di depan rumah, aku meneguk air ludahku kasar saat dibuat lebih kaget lagi. Ternyata, teman-temanku yang lain sudah berhimpun duduk di teras rumahku. Aku turun dari jok motor Dafa.

“Kok kalian ada disini, sih?” aku menaikkan sebelah alisku karena heran. Mulut mereka masih terkatup rapat-rapat. Aku menyipitkan mata lalu menoleh menatap Dafa. “katanya kamu minta ditemenin ke Supermaket? Kok kamu bawa aku pulang, sih, Daf?” Dafa tersenyum.

“Kalau aku ajak ke rumah kamu, pasti kamu ngga mau,” ujarnya memberi alasan. Namun benar juga yang dikatakan Dafa, aku tidak akan mau membawa temanku ke rumahku.

Bukan sombong atau apa, aku takut dengan ayahku yang bersikap garang. Mengharamkan keributan yang akan timbul sewaktu-waktu dirumahku.

Mungkin dia merasa depresi karena ditinggal kepergian ibuku yang sedang berbeda alam. Ya, kata ayahku, ibuku sudah meninggal pasca kelahiranku.

Pandanganku teralir lagi pada mereka mengerubungiku seperti semut. Tapi hari ini mungkin tidak apa. Karena ayahku sedang keluar rumah.

“Happy Birthday Nadia.. Happy Birthday Nadia..”

Aku tercenung seketika saat mereka menyanyikan lagu ‘Happy Birthday’ untukku. Ini mengharukan. Karena inilah kali pertama aku dinyanyikan lagu selamat ulang tahun sejak enam belas tahun aku dilahirkan. Senyuman lebar tersungging apik di bibirku ketika melihat mereka menyodorkan sebuah kue blackforest berukuran sedang. Aku benar-benar senang.

Plakkk!

Aku tersentak. Ada cairan kuning kental berbau amis mengalir di pelipisku. Mengenai mataku sedikit hingga membuat mataku menjadi buram sebentar. Aku memegangnya.

Ternyata, Satu buah telur berhasil pecah di kepalaku karena dilemparkan Asyira. Asyira menyengir dan mengatakan, “Kejutan Ulang Tahun!” Aku tersenyum lalu geleng-geleng kepala. Selain itu, mereka juga berlomba untuk melempariku tepung yang membuatku lari terkapah-kapah.

Sudah tiga puluh menit berlalu. Mereka tertawa renyah karena puas sudah mengerjaiku. Begitu berharga hari yang kulalui hari ini.
“Makasih, ya,” Ucapku lirih sambil terisak. Aku benar-benar terharu mendapatkan kejutan seperti ini. Dafa menepuk bahuku pelan. “Kok nangis, sih? Seharusnya kamu senang.” Aku tersenyum sedih lalu manggut-manggut kecil. “Iya, aku nangis karena senang kalian kasih kejutan kayak gini.” Aku menyeka air mataku. “Alhamdulillah kalau kamu senang. Usaha kita ngga gagal, dong,” sahut Shafira cepat. Aku menyunggingkan senyuman haru.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 31, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Bintang Di MatakuWhere stories live. Discover now