p r o l o g

193 14 6
                                    

Bandung, 2018

***

HUJAN turun begitu deras dengan petir menyambar di malam kelam, gemuruhnya membuat miris yang mendengar.

Empat jam bukanlah waktu yang singkat, penantian ini membuat Zelene tertekan.

Sorot mata Zelene menggambarkan ketakutan, beberapa tetes air mata terus berjatuhan membasahi kedua pipinya tanpa bisa ia tahan lagi.

"Z, lo yang kuat ya ..." Karlee meraih jemari Zelene, berusaha menyalurkan kekuatan untuk sahabatnya.

Genggaman dari Karlee seolah mengalir ke dalam tubuh Zelene, hal itu semakin membuat hatinya serasa diremas-remas.

"Kenapa harus Eiffel, Lee?"

"Karena Tuhan sayang sama El," hanya itu yang dapat Karlee ucapkan kemudian ia membawa Zelene ke dalam dekapan.

Padahal baru beberapa jam yang lalu hati Zelene menghangat, karena tanpa sepengetahuan siapapun tepat sebelum kejadian nahas ini datang Eiffel telah mengutarakan perasaan untuknya.

Sebuah momen yang Zelene nantikan dari sejak lama, cinta yang ia kira tumbuh sendirian tidaklah bertepuk sebelah tangan.

Meskipun belum berujung pada sebuah hubungan asmara, nyatanya kedua insan itu diam-diam memang saling menaruh hati.

Tetapi sekarang apa? Takdir seakan mempermainkan keduanya.

Bagai diterbangkan hingga langit ke tujuh, kemudian dihempaskan kembali menuju dasar bumi.

Hati Zelene hancur berkeping-keping setelah mendapat kabar bahwa Eiffel mengalami kecelakaan, seusai keduanya hampir merajut kasih.

Air mata Zelene jatuh semakin deras, kala memori singkat itu terputar kembali di dalam benaknya.

"Bagaimana kondisi Putra saya Dok?" Aloody langsung melontar tanya begitu Dokter Dustin keluar dari ruang ICU, raut wajahnya terlihat lelah.

Mendengar seruan itu, sontak Zelene melepas dekapan Karlee.

Dengan langkah tergesa, keduanya berjalan menghampiri keluarga Eiffel dan juga Dokter Dustin.

Perasaan was-was menyelimuti suasana, mata mereka semua yang berada disana berbinar penuh harap.

Dokter Dustin menghembuskan napas berat dengan mata terpejam rapat-rapat, "Untuk saat ini, hidup pasien hanya bergantung pada alat bantu pernapasan."

Zelene tersentak, ia menutup kedua telinganya menolak untuk percaya.

Sementara Karlee ternganga, dengan satu tangannya yang membekap mulut.

Dilain sisi wajah Aloody sudah bersimbah air mata, isakannya semakin tak tertahankan.

Mata Oliver pun berkaca-kaca, cairan bening yang sudah siap tumpah itu sepenuhnya ia tahan agar tidak sampai menetes.

Mereka semua terlihat shock akan pernyataan dari Dokter Dustin, mengenai kondisi Eiffel saat ini.

"Pasien mengalami Epidural Hematoma atau lebih tepatnya perdarahan di otak akibat cedera parah pada bagian kepala," jelas Dokter Dustin seraya turut prihatin, "Dan mohon maaf, untuk saat ini kami tidak dapat melakukan operasi pada pasien."

"Yang benar saja Dokter?! Jadi maksudnya, anda akan membiarkan Putra saya dalam keadaan koma. Begitu?!" cecar Aloody mulai histeris, tubuhnya serasa ingin ambruk jika saja Oliver tidak merangkul dengan erat.

Dokter Dustin menarik napas sejenak untuk kembali menjelaskan, "Justru karena pasien mengalami koma, sehingga kami tidak dapat melakukan tindakan lebih Bu. Lokasi pembuluh darahnya, sedang tidak baik."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 16, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

We Aren't Okay with ThisWhere stories live. Discover now