Satu

13.1K 967 24
                                    

"Kenapa harus aku?" Ucap pria tan itu nelangsa.

"Maaf, nak, maaf." Itu yang sejak tadi diucapkan oleh orang tuanya, kedua kakak perempuannya hanya memandangnya prihatin.

Pria tan itu berdiri. Berjalan menuju kamarnya dengan tergesa. Dia mengunci pintu kamarnya, badannya merosot ke bawah. Air matanya mulai mengalir membasahi pipi mulusnya.

Dia tahu diri dikeluarga ini. Dia hanya anak angkat. Dia tidak pernah meminta. Dia juga tidak pernah menolak. Dia selalu mengalah. Tapi, untuk masalah satu ini.. bolehkan jika ia menolaknya? Dia ingin egois sekarang.

Tidak.

Jika dia menolaknya, maka kakaknya yang akan tersiksa nantinya. Lebih baik jika dia yang tersiksa.

"Jongin.. Mobil jemputanmu sudah datang." Itu suara kakak sulungnya. Jongin mengusap kasar wajahnya.

"Aku sedang berkemas." Ucapnya parau. Dia mulai berkemas, membawa barang seperlunya.

Setelah selesai, dia turun membawa tas ransel yang cukup besar. Ada dua orang asing yang duduk bersama keluarganya. Saat menyadari kehadiran Jongin, mereka berdiri. Kedua orang asing itu keluar terlebih dulu, memberi Kai kesempatan untuk berpamitan pada keluarganya.

"Baik-baiklah kau disana. Tuan besar tidak sejahat yang kau pikirkan." Ayahnya memberi petuah.

"Aku akan baik-baik saja, aku hanya akan dijadikan pembantu disana."

Kakak sulungnya memukulnya keras, kakak keduanya mengikuti yang si sulung lakukan. "Kami akan rindu memukulmu seperti ini." Ucap mereka bersama, lalu memeluk Jongin.

"Bertahanlah sebentar. Setelah kami melunasi hutang, kau akan terbebas dari sana." Ibunya menenangkan.
Jongin hanya mengangguk lalu keluar, dia tidak ingin berada disini dalam waktu lama. Nanti dia malah menangis lagi.

Jongin turun dari mobil. Dia sudah sampai di 'penjara'nya. Tempat ini bagaikan istana. Lapangannya luas, mungkin luasnya menyamai lapangan golf atau bahkan lebih.

Jongin mengikuti dua orang yang menjemputnya tadi. Mereka sampai di tempat latihan menembak. Ada banyak orang disana, orang yang cukup menyeramkan bagi Jongin.

Ada dua orang yang sedang latihan menembak. Satunya bertelinga caplang dan tampan, sesekali ia tertawa bahagia saat tembakannya tepat sasaran. Satu lagi, Jongin tidak bisa menjabarkan wajah orang itu.

Orang itu memakai masker yang menutupi wajahnya, hanya matanya yang terlihat. Sorot matanya... Dingin.
Orang itu meletakkan pistolnya.

Mengambil minuman yang sudah disediakan, meminumnya sambil berjalan menuju Jongin. Si caplang hanya memperhatikan dari jauh.

Jongin menunduk, takut dengan tatapan itu. Itu terlalu mengintimidasi dirinya.

Sebuah tangan mengangkat dagunya, membuatnya mendongak. Matanya bertemu dengan mata itu, mata yang menurutnya dingin namun kosong.

Orang itu mengamati wajah Jongin dalam diam. Seperti ada magnet diwajah Jongin yang membuatnya enggan berpaling.

"Tuan, dia anak dari Kim Junho." Orang itu hanya mengangguk kecil. Dia berjalan meninggalkan Jongin.

"Tempatkan dia dikamarku."
Jongin kembali mengikuti orang yang menjemputnya tadi. Ingin menunjukkan kamar Jongin katanya.

Kamar Jongin ada dilantai dua, di sebelah kanan tangga. Jongin dibiarkan sendiri memasuki kamarnya.

Jongin melongo dengan kamarnya, ini amat luas, bahkan ada dapur kecil lengkap dengan meja makan disini.

Jongin terdiam. Bukankah ayah dan ibu bilang ia akan dijadikan tawanan selama mereka belum membayar hutang? Lalu, ini apa? Kenapa jadi tawanan semewah ini hidupnya?

HunKai : PrisonerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang