PROLOGUE

143K 7.9K 803
                                    

Rumah itu benar-benar bising dengan suara musik yang begitu keras. Untung saja si pemilik memiliki bangunan yang tidak berjaral dekat dengan deretan rumah lainnya. Sangat cocok untuk dijadikan tempat pesta berisi orang-orang yang sedang penat dengan kehidupannya. Atau mungkin memang hanya ingin bersenang-senang semata. Tempat di mana mereka akan meminum alkohol sampai melebihi batas toleransi. Menggerakan badan sesuai irama atau tawa menggelegar tanpa tahu alasan tepat. Tidak ketinggalan pasangan yang akan saling becumbu entah mereka benar-benar memiliki status ataupun tidak.

Salah satu yang berada di sana adalah Jeon Jungkook, pemuda tanggung yang sudah melewati masa remaja namun belum benar-benar bisa disebut dewasa. Wajahnya terlihat muram, kacau dan jengah. Meneguk bir berkali-kali, entah sudah gelas ke berapa. Duduk bersender di sofa dengan kaki sedikit terbuka dan kedua lengan dalam keadaan setengah direntangkan. Sesekali memijit pertengahan kening dan pangkal hidungnya.

Mengabaikan teriakan bising yang bahkan mengalahkan musik yang ada. Kumpulan orang-orang sudah mulai menggila karna semakin malamnya hari. Termasuk Jimin yang sudah memangku gadis di atas pahanya. Seperti biasa memeta tubuh wanita cantik dengan mudah. Setiap pesta seperti ini, nyaris mustahil tak ada yang dengan suka rela mendekati mereka.

"Jungkook, mau bergabung?" tanya Taehyung yang berhenti di depannya sesaat bersama seorang gadis.

Jungkook tahu jelas apa maksudnya. Mudah untuk mendapatkan satu gadis lagi. Atau melakukannya bertiga sekaligus. Jungkook menggeleng. Malam ini dia sama sekali tak berminat. Lagipula sekalipun dia akan bercumbu, untuk melakukan hal sampai sana, Jungkook penuh perhitungan. "Tidak hyung."

Taehyung lalu mengangguk dan langsung berhalau dengan wanita yang sudah bergelayut manja. Tak sabar masuk ke dalam celana Taehyung.

Jimin melirik teman yang sudah dianggap adik kesayangannya itu. Mengalihkan fokus dari leher yang sedari tadi dia kecup. Membiarkan si wanita yang bekerja untuk tubuhnya. Jimin mulai mengkhawatirkan keadaan Jungkook. "Jungkookie, apa yang terjadi padamu? Kau benar-benar tak menikmati pestanya dari tadi."

Jungkook tak menjawab apa-apa. Hanya menghela napas panjang. Bukan tak mau menjawab, tapi dia sendiri bingung dengan isi kepalanya. Kalau bisa dia benar-benar ingin mabuk sekalian agar kepalanya terasa kosong. Tapi dia takut malah hal yang tidak diinginkan terjadi Takut mulutnya melontarkan kata-kata yang selalu dia sangkal.

Akhirnya Jimin meminta si wanita yang dari tadi menggesakan bokong itu ke atas pahanya untuk pergi. Tentu saja tak langsung mau, decakan kesal terdengar dan mengumpat bagaimana brengseknya Jimin. Kalau dipikir memang sejak awal tak ada yang meminta dan bahkan mereka tak mengenal satu sama lain. Hanya kesenangan semata. Jimin tak meraa bersalah sama sekali. Tapi si wanita tentu erasa kesal karna sedang tenggelam dalam kenikmatan yang bahkan belum mencapai inti.

"Serius, Kook. Kau mau hyung antar pulang atau tidur di kamar Jin hyung saja?" tanya Jimin langsung menyodorkan solusi karna tahu bertanya apa yang terjadi lagi, hanya akan percuma. Dia sendiri mengerti kalau Jungkook tak ingin membahas kalau perlu

Mendengar nama Jin, membuat Jungkook menoleh. Seketika gusar karna menyadari si pemilik rumah yang dijadikan tempat pesta tak terlihat sama sekali. "Di mana Jin hyung?"

"Ah, tadi padahal dia bilang pada kita. Aku rasa kau benar-benar sedang banyak pikiran."

Tidak banyak, hanya satu. Tapi terlalu rumit. "Mungkin," jawab Jungkook seadanya.

"Menjemput kekasihnya. Mungkin menurut Jin hyung ini saatnya." Jimin tertawa mengatakan itu.

Sementara Jungkook menatap sambil mengerutkan kening dan alis yang menukik bingung. "Saatnya?"

"Jungkookie, kau ini sebenarnya masih anak-anak sekali. Masa tidak mengerti sih. Padahal kau juga pernah melakukanya." Jimin mengacak-acak rambut Jungkook gemas. Mungkin di mata teman-temannya, Jungkook tetaplah bayi kecil untuk mereka.

"Tentu saja melakukan 'itu'. Bercinta, lebih jelasnya. Kau mengerti?" goda Jimin sambil tersenyum jahil.

Jungkook menegang saat mendengar itu. Mulutnya langsung terasa kering dengan degub tak nyaman. Gusar. "Aku mengerti, hyung. Memangnya aku anak kecil!" respon Jungkook.

Jimin menyadari ada yang tidak beres pasalnya Jungkook tak langsung menjawab, malah memberikan jeda panjang. Mata Jimin menelisik ekspresi Jungkook yang sulit terbaca saat ini. Tapi bagaimana cara Jungkook mengambil dua gelas langsung dan meneguknya tanpa berhenti-jelas anak itu dalam keadaan semakin buruk.

Dari pintu yang mengarah ke ruang tengah, si pemilik pestanya datang. Menyapa beberapa orang namun terus berjalan tanpa pernah berhenti karna kekasih kesayangan sedang berada di sampingnya. Tangan melingkar di pinggang berusaha melindungi dari ruangan yang penuh sesak. Mata Jungkook langsung menatap dua orang itu seketika.

"Hyung!" sapa Jimin sambil melambaikan tangannya dengan sengaja. Lalu melirik pada Jungkook dengan khawatir. Dari kesimpulan itu, Jimin tahu alasan Jungkook tidak baik-baik saja ada di sini sekarang.

Jin membalas lambaian tangan Jimin. Berhenti dulu di depan temannya yang memang sangat dekat itu. Wanita di samping Jin langsung memberikan senyum pada teman kekasihnya itu. Jimin tentu langsung membalas dengan manis-kelewat manis dan sedikit menggoda malah. Sementara Jungkook hanya menatap dengan mengintimidasi.

"Aku mengantar Taeri ke kamar dulu ya. Dia baru pulang kerja, jadi harus mandi dan berganti baju," jelas Jin.

Jimin langsung memandang jahil. "Mandi dan ganti baju, hyung?" ulang Jimin dengan sengaja.

Jin memutar bola matanya. Lalu menggeleng-gelengkan kepala dan tertawa. Langsung membawa Taeri pergi dari sana. Jungkook sama sekali tak mengalihkan pandangannya sampai mereka berdua benar-benar hilang. Lalu kembali meneguk minumannya. Lagi dan lagi. Berusaha mengontrol dirinya entah karna apa-Jungkook sendiri bingung.

Namun sepertinya dia tak bisa berdiam seperti sebelumnya terlebih ketika melihat Taeri di depan matanya sendiri. Pun Jungkook langsung bangkit begitu saja. Mengabaikan Jimin yang memanggil dan bertanya. Menerobos kerumunan tanpa harti-hati, membuat tubuhnya harus tertabrak beberapa kali dengan bahu orang lain. Jungkook tak peduli. Yang dia pikirkan adalah segera ke kamar Jin.

Ketika sampai, dia langsung membuka pintu begitu saja. Tentu saja pintu dikunci. Mustahil tidak. "Brengsek!" maki Jungkook. Tak sampai di sana, dia bahkan menggedor berkali-kali tak peduli apa yang sedang mereka lakukan di dalam.

Beruntung pintu segera dibuka. Tanpa basa-basi, Jungkook masuk begitu saja. Padahal Taeri sudah sengaja membuka celah pintu sedikit dan menampakan kepalanya. Taeri bingung ketika Jungkook langsung menatap sekitar setelah menutup pintu.

"Di mana Jin hyung?" tanya Jungkook.

"Bukankah aku yang seharusnya bertanya saat ini? Kau masuk tiba-tiba."

"Apakah kau selalu semurah ini?" Jungkook tak menjawab dan malah dia melempar pertanyaan yang lebih mirip hinaan.

Taeri rasanya ingin menampar pipi Jungkook saat itu juga. "Bisakah kau keluar dari sini sekarang? Aku mau mandi!" kecam Taeri berusaha sabar.

Jungkook terkekeh sinis. "Apa kau selalu akan tidur dengan kekasihmu?"

"Jung-"

"Kalau begitu ayo kita berpacaran, noona. Aku jadi juga juga bisa menyetubuhimu."

Taeri benar-benar kehabisan kata saat ini. Kepalanya rasanya mau pecah. "Jungkook, kau gila? Haruskah aku mengatakan hal ini pada orang tua kita?"

Taeri tahu kalau Jungkook tak pernah menyukainya. Membencinya sejak pernikahan kedua orang tua mereka. Tapi tak pernah menyangka kalau Jungkook akan sebrengsek ini.

[]

STEP LOVE ✓Where stories live. Discover now