Part 1

8 0 0
                                    

     Bangunan tua tak  berpenghuni yang  seketika tersulap menjadi TKP (Tempat Kejadian Perkara) itu terlihat ramai. Seruan korban selamat, suara kilat lampu kamera, suara desakan wartawan, hingga suara bersahut-sahutan antara petugas kepolisian menggema ke segala penjuru ruangan. Wajah-wajah panik bercampur tegang terlukis jelas di wajah para korban. Bau amis darah korban tak selamat semakin menambah pengap udara sekitar, seakan ventilasi yang ada tak cukup memadai. 

     Seorang petugas kepolisian dengan perawakan tinggi tegap dengan tatapan mata dingin seakan mengintimidasi setiap pergerakan wartawan yang ada. Namun siapa sangka jika sudah mengenalnya, sosok Aiptu  Alkrisma Mahendra termasuk salah satu anggota Polri paling ramah dan humoris.  Yah, anggota dari unit Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis) Polrestabes Surabaya ini memang sangat familiar di kalangan jurnalis. Al sapaan akrabnya, mempunyai ciri khas tersendiri. Dia selalu mengenakan kacamata hitam. Selain dipakai untuk aksesoris agar terlihat keren, kacamata itu sering dipakai untuk mengecoh lawan bicara. Setiap kali tersangka diajak bicara, Al seolah bersikap cuek bahkan memalingkan wajah. Hanya saja matanya diam-diam membaca gerak tubuh tersangka dibalik kacamata hitamnya.

     Pria 26 tahun ini memang terbilang cukup muda untuk bisa menjadi Ajun Inspektur Polisi Satu (AIPTU), namun tidak bisa dipungkiri bahwa bakat dan kecerdasan serta prestasi membanggakan yang dia lakukan selama ini membuatnya menempati posisi pangkat tertinggi Bintara lebih cepat dari umumnya. Keberhasilan mengungkap kasus-kasus besar tidak lantas membuatnamanya moncer,  Al tetap low profile namanya cuma dikenal kalangan internal kepolisian dan jurnalis. 

     Ditengah kesibukannya menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan wartawan, Al terperangah ke arah sosok wanita yang sedang berlarian kecil dari pintu masuk bangunan yang sepertinya menuju arah gerombolan wartawan yang saat ini tengah mewawancarai dirinya. Wanita itu terlihat letih napasnya tak beraturan dan baju yang dikenakannya pun sedikit berantakan karena pergerakannya yang tergesah, dengan menenteng tas kerja di bahu kiri dan note yang tergenggam erat di tangan kanannya tampak sesekali dia juga berusaha merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Wanita yang sedari tadi diamati Al kini tepat berada di depannya, dengan sedikit terkejut Al menahan senyuman.

    "Ya mungkin sementara cukup itu yang bisa kami sampaikan, dikarenakan ini masih dalam tahap penyelidikan jadi kasus ini masih belum bisa dipaparkan jelas kronologisnya dan siapa siapa saja yang terlibat didalamnya?" Al berusaha menjelaskan semampunya kepada para wartawan. Wanita yang baru sampai tadi seketika terkejut mendengar jawaban petugas kepolisian di depannya "Mampus telat, gimana nih" berucap dalam hati wanita itu berusaha tetap tenang dan mengontrol emosinya yang saat ini tengah melonjak ingin marah karena jengkel luar biasa. Tak lama setelah itu gerombolan wartawan yang sedari tadi merapat terlihat mulai lenggang dan bubar, menyisakan satu wanita yang sedari tadi mendumel tidak jelas dengan kepala tertunduk dan tangan yang semakin mencengkram erat note yang dipegangnya.

    "Kamu itu dari dulu tetep aja, dasar tukang telat" diam seketika Diva menelan ludah, otaknya langsung mencerna nada dari pemilik suara yang tengah menginterupsinya saat ini. Al yang gemas dengan wanita didepannya ini sedikit melangkahkan kaki mendekat karena wanita itu hanya diam tidak merespon seruannya. "Lhaa kok malah bengong, jangan bilang kamu mendadak amnesia trus nggak inget sama aku gitu? Yaaa wajar sih akunya makin cakep kaya gini pasti buat pangling" Dengan wajah sumringah Al berujar kembali sambil membenarkan letak kacamatanya.

     "Maaf anda siapa ya? Mungkin salah orang karena kita belum pernah kenal sebelumnya" dengan sinis wanita berkulit sawo matang dengan perawakan tidak begitu tinggi bermata sipit itu menjawab. Diva Putri Tranggana adalah nama dari wanita yang saat ini mendongakan kepala menatap kedua mata Al di balik kacamata. Memang tadi Diva sempat kaget karena mendengar suara orang yang selama ini ingin dia lupakan ada disebelahnya, terlebih karena jawaban menyebalkan dari Al membuat dia semakin jengkel dan memutuskan untuk pura-pura tidak kenal saja.

      "Heleeh ga usah sok pura-pura ga kenal gitu masih aja kaca bocah, sini kamu" Al menarik lengan Diva membawanya menuju luar bangunan tua itu namun sebelum itu dia sempat menoleh untuk mencari rekan kerjannya yang lain dan meminta ijin keluar sebentar. Diva pasrah saja menerima tarikan Al namun bibirnya tetap komat kamit tidak jelas dan raut cemberut tidak lepas dari wajahnya. "Baru aja mau baper gajadi deh, dasar nih cowok satu tetep aja dari dulu gak jelas tingkahnya" dumel Diva dalam hati.

      Sampai di luar bangunan tua mereka duduk di kursi kayu pos kamling warga setempat. "Jadi kamu udah ga mau kenal aku nih? Delapan tahun ga ketemu ga kangen nih? Okeh cukup tau, padahal aku tadi niat baik mau kasih kamu info tentang kasus tadi, karena kamu itu emang dasarnya tukang dan pasti belum nyatet apa apakan di note kamu?" Diva mendadak memasang wajah ceria dan tersenyum penuh paksa karena penjelasan dari Al barusan. Sepertinya memang acara bapernya harus dipending dulu Diva harus profesional demi tugas saat ini. 

       "Eh Al, apakabar? Makin cakep ajanih yaa hehehe" cengengesan tak jelas Diva mencobah bersikap manis. "Sok manis, ga mempan" Al mencoba merajuk untuk membalas dendam kepada Diva yang tadi menjutekinya.


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 01, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Police LineWhere stories live. Discover now