a black robed-man

712 172 112
                                    

terinspirasi dari novela Ernest Hemingway - The Old Man and the Sea

---

- A BLACK ROBED-MAN -

Dor! Dor! Dor!

Suara peluru terlontar. Tiga kali, dan tahu-tahu aku mendapati diriku sendiri menjatuhkan tubuhku lunglai, terduduk layu di atas geladak kapal, seolah-olah ajal akan datang menjemputku beberapa detik lagi.

Namun, tidak. Aku tidak mati. Aku bukanlah korban yang ditembak.

Akulah, si penembak.

Seseorang di sisi lain geladak kapal yang menghadap ke arahku perlahan ambruk, mengikuti gerakan ambrukku. Bedanya, ia tidak terduduk, melainkan telentang tak berdaya.

Akulah yang membunuhnya.

Ada beberapa latar belakang mengapa aku akhirnya memutuskan menarik pelatuk dan membiarkan peluru menembus tengkorak pria yang telah mati di sebelah sana. Pertama karena, dua hari ini, pria itu tanpa diduga-duga muncul di atas kapalku. Leluasa berkeliling kapal tanpa permisi dan tanpa ragu, seakan-akan ialah satu-satunya yang berkuasa. Penampilan pria itu amat misterius, mengenakan pakaian berjubah hitam serta serba panjang.

Semenjak kedatangannya pertama kali ke sini, aku sudah menaruh curiga. Bisa jadi ia perampok—yang diam-diam akan mengambil hasil buruanku di laut selama dua hari terakhir. Ya, memang, selama dua hari ini aku tidak pulang karena arus laut sedang tenang-tenangnya dan kukira akan banyak ikan muncul ke permukaan selama beberapa hari ke depan.

Setiap kali pria itu muncul tiba-tiba, aku hanya bisa bersembunyi di kabin kemudi seraya mengamatinya mondar-mandir mengelilingi kapal. Dia tidak melihatku dan aku yakin itu. Aku berasumsi bahwa pria itu mungkin sedang mencari-cari sesuatu. Semacam harta, atau sesuatu berharga lainnya yang bisa diambil.

Atau apakah ... dia mencari seseorang? Seseorang seperti nelayan sepertiku?

Aku selalu membawa senjata setiap kali pergi melaut—entah itu senjata tajam atau senapan. Ya, nelayan selalu membawanya. Untuk membunuh ikan-ikan. Tidak, maksudku, untuk berjaga-jaga saja kalau nanti ikannya bisa berukuran lebih besar dari tubuh manusia.

Pagi ini, hari di mana pertama kali aku melontarkan peluru ke arah seseorang dan bukannya ikan-ikan, aku telah membunuh seseorang. Entah mengapa hal itu sama sekali tidak membuatku takut. Sesuatu yang kutakutkan adalah apabila aku tidak mendapatkan banyak ikan besar untuk persediaan makan, serta apabila pria ini mencuri hasil tangkapanku.

Maka aku membuangnya ke laut. Jasad pria itu, kujatuhkan ke air, tenggelam dalam air yang memantulkan warna kebiruan langit.

Ada sepercik rasa bersalah ketika aku melihat jasad itu perlahan tenggelam dan kemudian menghilang di dalam sana. Namun kemudian perasaan itu sirna seiring hari menjelang malam dan aku kembali disibukkan dengan pekerjaan menangkap ikan.

Aku merentangkan jala dan melontarkannya ke laut. Kupasang juga beberapa perangkap berbahan peledak yang kusebar di sekitar kapal. Setelah itu aku membiarkan jala dan perangkap ikan itu semalaman sembari membiarkan tubuhku terlelap di kabin kecil yang cukup memadai untuk dijadikan sebuah kamar.

Pagi harinya, aku kembali dikejutkan oleh suara derak langkah kaki yang mengenai permukaan kayu geladak kapal. Ketika aku berusaha menyadarkan kedua indera mataku untuk melihat dengan jelas ada siapa dan ada apa di luar kabin melalui sebuah celah kayu, tiba-tiba saja aku melihat pria itu.

Pria berjubah hitam itu lagi.

Sedang berjalan menyusuri pinggiran sisi kapal, seolah ia melakukan patroli pagi seorang tentara. Kala kusipitkan mataku ke arah wajahnya, rupanya kedua bola matanya menelusuri seluruh bagian kapal, seperti mencari-cari sesuatu.

a black robed-manWhere stories live. Discover now