The Autumn Melody

12 3 3
                                    

Musim gugur membuat orang-orang merasa enggan untuk keluar rumah karena udaranya yang dingin itu. Walaupun sebenarnya, saat musim gugur pemandangan yang tercipta sangat indah.

Dengan hamparan pohon-pohon momiji, oak, dan ginkgo, yang memancarkan warna kuning kecoklatan bahkan ada juga yang berwarna kuning kemerahan. Langit pada musim itu juga dapat dikatakan indah. Dengan latar pohon-pohon khas musim gugur dan angin yang menerbangkan guguran daun-daun ke langit biru yang menawan. Membuat orang-orang yang merasa kedinginan itu sedikit terhibur dengan warna indah yang tersaji di musim ini.

Tapi, bagi seorang Namida Ryu, tidak. Musim gugur adalah musim yang hampa baginya. Musim di mana daun-daun berguguran. Musim di mana orang-orang merasa kehilangan, seperti dirinya.

Ia tidak membenci musim gugur, ia juga tidak menyukai musim gugur. Hanya saja.. Ya, hanya saja.. Musim gugur membuatnya sakit. Sakit yang hanya bisa disembuhkan dengan berjalannya waktu. Sakit yang tidak tampak di mata, tapi bisa dirasakan olehnya.

Berbeda dengan Kurosaki Mika. Musim gugur adalah musim di mana ia bisa membuat lagu dari apa yang dirasakannya. Musim gugur.. Musim di mana ia bisa mendengarkan nyanyian pohon-pohon dari hembusan angin.

Ia suka musim gugur, tapi ia tidak suka jika harus melihat pohon-pohon kehilangan daun-daunnya. Aneh bukan? Tapi, itu semua adalah hukum alam. Di mana yang muda akan menggantikan tugas yang tua, dan yang tua perlahan-lahan akan pergi.

Pendapat setiap orang berbeda-beda tentang musim gugur. Ada yang tak bisa mendefinisikannya dengan jelas, ada yang menyukainya karena keindahannya, dan ada juga yang membencinya karena alasan tertentu. Tapi, karena musim gugur pulalah mereka dapat bertemu dan berteman baik.

.

.

Saat itu, hari kesepuluh musim gugur di mulai, Namida Ryu berjalan di tengah orang-orang yang berlalu-lalang karena desakan waktu.

Kota Tokyo sama seperti sebelumnya, sibuk tanpa mengenal kata lelah. Ryu yang memakai seragam Sora High School, berjalan dengan wajah datar. Ia yang saat itu memakai jaket tebal berwarna merah marun, tiba-tiba menghentikan langkahnya.

Entah kenapa ia mendengar sebuah dentingan lagu yang entah berasal dari mana. Ia mendongakkan kepala ke kanan dan ke kiri seraya mencari asal suara tersebut. Tapi, yang ia temukan hanya orang-orang yang berlalu-lalang di dekatnya.

"Piano.." gumamnya lirih.

Setelah itu ia kembali melangkahkan kakinya menuju sebuah taman. Taman yang penuh dengan pohon-pohon khas musim gugur—oak, momiji, dan ginkgo. Ia duduk di sebuah kursi panjang yang disediakan di taman itu, di bawah salah satu pohon momiji terbesar di taman itu.

Ia memejamkan matanya dan mulai mendengarkan suara-suara di sekitarnya. Ia dapat mendengar suara seorang gadis kecil yang tertawa, ramainya sebuah keluarga yang sedang piknik, gesekan daun-daun momiji yang tertiup angin, dan.. Piano.

Piano?! Ryu langsung membuka kembali matanya yang tertutup. Ia kembali menatap sekeliling, ia mencari asal suara nada piano itu lagi. Tapi, hasilnya kembali nihil.

Hei, sebenarnya ini apa? Kenapa aku terus mendengar lagu itu terus, pikirnya.

Karena hal-hal aneh terus berdatangan padanya, ia pun memilih untuk pergi dari taman, menuju sekolahnya yang dekat dengan taman itu. Sesampainya di sekolah, ia langsung berjalan menuju kelasnya dengan wajah datar dan sesekali menjawab teguran orang yang di kenalnya.

.

.

Gadis bersurai panjang itu berlari terburu-buru sambil terus menatap jam tangannya.

The Autumn MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang