PROLOG: Apel dan Dugong

66 7 4
                                    

Siang hari datang seperti biasa---tidak ada hujan seperti kemarin. Burung-burung bernyanyi seolah mereka tidak punya masalah---memang tidak punya masalah, sih. 

Hikaru Yaotome duduk di teras rumah--sedang menikmati apel mahal yang didapatkannya dari seorang nenek tak dikenal di hutan--rupanya dia tidak belajar dari cerita Putri Salju, bagi Hikaru, makanan tetap makanan meski sudah diracuni nenek sihir.  Untung anak yang baru berusia 16 tahun ini sudah kebal terhadap maut karena konon kakeknya pernah memasangkannya ilmu kebal.

"Hikaru!" Terdengar suara menyebalkan yang sedang tidak ingin Hikaru dengar, tapi Hikaru terpaksa menoleh dan membalas dengan sapaan sok keren, "oi."

Takaki Yuya, anak pantai yang kulitnya berwarna eksotis berdiri di hadapan Hikaru. Dia tidak mengenakan atasan dan membiarkan tubuh bagian atasnya ditonton om-om yang kebetulan main gundu depan rumah Hikaru. Konon, hanya dengan bermodalkan celana pendek bermotif Shaun The Sheep, Yuya sudah cukup ganteng--maka itu dia tidak ingin menambahkan bumbu-bumbu yang bakal bikin dirinya makin ganteng. 

"Kenapa sih?" tanya Hikaru, dahinya berkerut.

"Tadi aku lihat cewek cantik." Yuya bilang, matanya berbinar-binar. 

Hikaru pura-pura tidak dengar. Meski terkenal ganteng, Yuya juga terkenal bloon karena sejak kecil dia dipelihara oleh ikan paus. Dia bahkan tidak bisa membedakan dugong dengan cewek cantik. 

"Seriusan, tadi aku lihat ada cewek cantik di gerombolan anak SMA Midorikawa lagi tur di pantai." Jelas Yuya.

"SMA Midorikawa mah sekolah khusus cowok!" seru Hikaru, capek. Padahal jarang-jarang Hikaru bisa santai di Minggu siang kayak gini, biasanya dia sering disuruh neneknya jualan foto kakeknya yang lagi pakai celana jins dan dagangannya sering tidak laku karena tidak penting. 

"Jadi orang itu cowok dong?" tanya Yuya polos. 

"Kau tahu kan di kampung kita populasi pria dan wanitanya itu 90 banding 10? Makanya 90% warga sini masih jomblo." Hikaru menjelaskan sembari menggigit besar apelnya.

"Emang aku nggak boleh pacaran sama cowok aja?" tanya Yuya lagi.

Hikaru menatap kosong apelnya.

"Hikaru...?" 

"Bodo!"

Beberapa menit kemudian, nenek Hikaru pulang sambil membawa dua anak magang. Ryosuke dan Yuri.  Nenek Hikaru mengusir Yuya dengan air dingin sebelum masuk ke rumah bersama anak magang.  Yuya berlari kecil menghindari serangan air dingin, tetapi terjatuh di tanah. Yuya merasakan jika kepalanya terantuk sesuatu yang keras dan panjang. 

Ketika menoleh, Yuya menemukan sosok cantik yang tadi dia maksud. Memang, dia bukan perempuan seperti yang awalnya dia kira, tapi tetap--dia cantik. 

"Namaku Inoo Kei, kau pasti Takaki Yuya." kata Si Laki-laki Cantik. "Akhirnya aku menemukanmu setelah mencari di semak-semak selama dua tahun!"

"Kau kenal Yuya?" tanya Hikaru, kebingungan. 

"Tentu saja, Yuya yang menyelamatkan hidupku waktu aku tenggelam di kolam ikan dulu." kata Kei pede. 

"Emang iya?" Yuya menggaruk-garuk kepala Hikaru. 

"Garuk kepala sendiri dong!" Hikaru menepis tangan Yuya.

"Maka dari itu, Yuya adalah orang yang sudah ditakdirkan untukku." kata Kei lagi. Dia menyeringai mesum. "Aku sudah bisa membayangkan akan melahirkan bayi-bayi mungil dengan Yuya." Orang ini pikirannya terlalu maju. 

Hikaru terdiam, bibirnya terbuka sedikit. Yuya palingan enggak tahu caranya bikin anak. 

"Aku mau berenang dulu deh," kata Yuya. 

"Tunggu, Yuya! Bawa aku kemana pun, kau dan aku sudah tidak bisa terpisahkan lagi!" seru Kei sembari berlari kecil manja. 

Hikaru bergidik jijik, dia memutuskan untuk masuk ke rumah sebelum isi perutnya keluar semua. 

.

.

To be continued~










You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 10, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Yuya Si Anak PantaiWhere stories live. Discover now