#1

38 18 2
                                    

Matahari masih malu-malu menampakan wujudnya, namun gadis ini sudah terlihat rapi dengan dress selututnya yang berwarna peach.

Gadis itu nampak melihat kearah jam tangan berwarna senada, kening gadis itu berkerut, dia mengambil hpnya yang tergeletak sembarangan diatas kasur, dengan lincahnya gadis itu mengetik pesan singkat dan langsung mengirimkannya secara bertubi-tubi.

"Ck, kenapa belum datang sih, udah jam berapa ini," gerutu gadis itu.

Selang beberapa menit, gadis itu mendengar gedoran keras dipintu rumahnya, dengan kesal gadis itu membukan pintu rumah.

Gadis yang bernama Magdalena yang sering dipanggil Lena ini menatap kesal kearah sahabatnya, sahabatnya itu terlihat acak-acakan, disertai dengan keringat yang bercucuran didahi sang gadis.

"Meta!!!" Bentak Lena terhadap Meta "Aduh Lena, sorry ya kemarin tuh aku tidur kemalaman diajakin main Dark Soul III sama Kak Dee, itu aja belum selesai," jelas Meta masih dengan suara yang terengah-engah.

Kadang Lena iri dengan hubungan Meta dan Kakaknya yang tak seperti dirinya, namun saat ini belum saatnya memikirkan hal itu, mereka
harus buru-buru, hanya tersisa waktu 30 menit lagi.

"Ayo cepat, sebentar lagi matahari akan bersinar, kamu tau kan berapa pentingnya ini!!" ucap Lena dengan nada tergesa-gesa.

Lena melemparkan kunci mobil kearah Meta yang menangkapnya dengan segap, namun, suara berat seorang laki-laki menghentikan langkah kaki Lena,

"Mau kemana kamu?" Tanyanya, Lena hanya menoleh sekejap dan melanjutkan langkah kakinya, Meta juga melihat kearah laki-laki itu, Meta berkata setengah teriak, "Keluar bentar Om!" Meta segera mempercepatkan langkah kakinya menuju kearah mobil yang sedang terparkir didepan rumah Lena.

Mobil berwarna silver itu melaju kencang kearah jalan raya  yang masih sepi, sepanjang jalan Lena terus mengoceh tentang kebiasaan Meta, sudah biasa akan hal itu Meta hanya memutar bola matanya, dan kembali fokus menatap kedepan.

Kini Lena dan Meta sedang berdiri didepan pintu masuk yang megah, mereka menghela nafas panjang, tak lupa Meta menepuk dahinya dan Lena menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Sudah kuduga, kalian akan terlihat mempesona saat sudah remaja," ucap seorang laki-laki sambil mengedipkan matanya, Meta hanya mendengus kesal, sedangkan Lena? Dia menatap lelaki itu dengan penuh sebal, merasakan pandangan kesal dari Lena dan Meta, lelaki itu menggeleng, "Ayo masuk saja," ucap lelaki itu, lelaki yang bernama Matt tersebut memasuki bangunan yang megah tersebut, diikuti oleh Lena dan Meta.

Bagian dalam dari gedung itu, nampak seperti kastil kuno, sepasang sahabat itu, hanya mengikuti Matt tanpa melihat sekeliling tempat itu.

Tak lama mereka sampai didepan sebuah Pintu besar, Matt berhenti, "Kalian masih ingat dengan peraturannya kan?" Bisiknya yang mendapat anggukan dari kedua gadis itu.

Matt membisikkan beberapa kata lagi, yang tak dapat didengar oleh kedua gadis itu, dan mereka tidak berharap untuk mendengarnya.

Pintu itu terbuka pelan dengan suara decitan yang nyaring diruang sepi ini,  didalamnya terdapat sebuah kursi megah yang sedang membelakangi Lena dan Meta, orang itu terbatuk pelan, dan memutar kursinya agar menghadap mereka.
Lena dan Meta tak berani menatap orang itu, mereka melihat kebawah, susana berubah menjadi tegang, Matt dengan perlahan keluar dari ruangan itu, tak lupa ia menutup pintunya.

"Magdalena Swane, Metania Sendana, tak kusangka kalian akan memenuhi janji itu, janji yang terjadi 12 tahun yang lalu," ucap orang itu, dia ingin melihat reaksi dari kedua gadi itu, saat diingatkan dengan janji mereka, 12 tahun lalu saat mereka masih kanak-kanak.

"Tak mungkin kami lupa, kau yang menyebabkan kami membuat janji itu, kau yang menculiknya, dan sekarang kami disini sudah memenuhi janji itu, Kembalikan Mirtha sekarang!!" Ucap Lena setengah berteriak, menekankan setiap kata yang keluar dari mulut gadis itu, Meta menggenggam tangan Lena, mencegah gadis itu agar tidak melakukan aksi bodoh yang bisa menggagalkan rencana mereka.

"HAHAHAHAHHAHA," tawa orang itu bergema diruangan kuno ini, Lena dan Meta berpegengan tangan dengan erat, mereka sedang menahan amarah yang rasanya sudah memuncak ketika diingatkan dengan peristiwa 12 tahun lalu, yang sampai saat ini keluarga Lena dan Meta tidak ada yang tau tentang rahasia itu. Rahasia yang mereka sembunyikan rapat-rapat.

"Ohh, tentu saja Tuan ini akan mengebalikan mainan itu, setelah 12 tahun, bosan sudah bermain dengannya," ucapnya sambil mengetuk - ngetuk meja, tiba- tiba dirinya menyeringai sambil melihat kearah Lena dan Meta.

"Tuan ini akan mengembalikannya jika kalian berhasil memenangkan game yang Tuan ini berikan, siapa yang ingin menjadi taruhan kali ini," lanjut orang itu, Meta dan Lena menatap mata masing-masing, Lena menganggukan kepalanya, tanpa bisa mencerna kejadian berikutnya, Lena melepaskan genggaman tangannya dari Meta.

"Saya yang akan menjadi taruhannya." Meta tertegun, dia menggelengkan kepalanya, "Ti...tidak Len, biar aku yang pergi, tolong Len, ja...jangan seperti ini," ucap Meta terbata-bata, Lena menggeleng pelan, "Meta, kamu masih punya orang yang menyayangimu disini, berbeda denganku, walaupun aku hilang, mereka tidak akan peduli, tidak ada yang peduli!" Kata Lena pelan, "Tidak Len, aku peduli, aku peduli denganmu," ucap Meta dengan airmata yang mengalir deras dari matanya.

"Itu berbeda Met, tapi jika kamu tidak ingin aku hilang, kembalikanlah kami, Aku dan Mirtha, ini semua berasal dari kesalahanku, kini biarlah aku yang menanggungnya, selamat berjuang Met, kuharap kita dapat bertemu kembali."

Tubuh Lena perlahan-lahan menjadi transparan, Meta berusaha menggapai-gapai tubuh Lena walau sudah hilang, tidak ada siapapun disana kecuali dirinya dan Orang itu, pemilik dari Kastil Mimpi.

"Sungguh mengaharukan, dua orang sahabat yang sedang berjuang melawan makhluk jahat," ucap pria itu, bunyi tepukan tangan yang dibuat olehnya menggema diruangan itu.

"Sekarang, cukup bermain-mainnya, mari kita mulai game yang sudah Tuan ini nanti sejak dulu." Badan Meta bergetar, dia takut sekaligus marah dengan orang ini, Meta bertanya-tanya apakah sahabatnya itu baik-baik saja? Atau dia disiksa oleh orang ini. Suara decitan pintu membuyarkan pikiran Meta, dia melihat kearah mana suara itu berasal, itu berasal dari pintu yang ia lihat dan masuki pertama kali, kini pintu itu tidak menampilkan kastil kuno yang dilihatnya pertama kali, didalam pintu hanya terlihat kegelapan.

"Baiklah, masuklah kesana jika kau berhasil kau keluar dari tempat itu, kau akan mendapatkan 2 temanmu itu, hehehe itu pun jika kau berhasil." Seperti ada dorongan dari belakang membuat tubuh Meta terdorong kearah pintu itu.

Brakk

Pintu itu tertutup, inilah yang akan dilalui Meta, permainan yang membuatnya mengenang masa lalunya kembali, mengingat yang ingin ia lupakan untuk selamanya.

To be continue...

BloodlyOrchid

The Promise That We KeepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang