Acta Est Fabula

95 4 2
                                    

.

.

Bulan bersinar terang di atas kepalanya. Bayangannya merambat pelan di atas jalan setapak yang dipenuhi lembar-lembar daun berwarna kuning. Ia tersenyum sambil melihat ke kanan dan kirinya. Sudah berapa tahun ia tidak melihat tempat ini? Tempat ini sudah banyak berubah, tapi ia harap perempuan itu, pujaan hatinya, tidak berubah.

Hatinya berdegub kencang, tidak sabar untuk bertemu dengan pujaan hatinya. Seorang perempuan berambut pirang yang ceria dan selalu penuh energi, Cagalli Yula Athha.

Athha, mereka memanggilnya begitu.

Ketika ia mendengar namanya disebut, ia akan mulai mengoceh untuk tidak memanggilnya begitu. Tapi tentu saja mereka tidak akan mengikuti ocehan Cagalli dan malah terus membuatnya kesal. Mereka senang melihatnya seperti itu, tapi bukan dalam artian buruk.

Kalau dipikir, ia juga sudah lama tidak bertemu dengan mereka; Yzak, Dearka, Miriallia, Lacus, dan Kira. Bagaimana keadaan mereka sekarang? Ah, ia bisa bertemu dengan mereka setelah ia bertemu dengan Cagalli.

Di ujung jalan, ia menghentikan langkahnya. Di sana ia bisa melihat sebuah rumah sederhana dengan taman yang luas. Dan dari sana juga ia melihat pujaan hatinya, duduk sambil memejamkan matanya, menikmati malam bersama udara dingin yang menusuk.

Seorang anak kecil keluar dari rumah itu sambil menyeret sebuah selimut. Ia merapihkan selimut itu di atas paha Cagalli agar ia tidak kedinginan. Wajahnya begitu ceria setelah berhasil menyelesaikan tugasnya.

Dirinya tersenyum kecil.

'Ah ... mirip.'

Tanpa sadar, anak itu terus memperhatikan dirinya. Matanya berkaca-kaca lalu berlari masuk ke dalam rumah.

Ia kembali melangkahkan kakinya dan berhenti tepat di depan Cagalli. Ia tidak ingin membangunkannya, tapi ia sangat ingin menyentuhnya. Membelai rambut pirangnya yang lembut. Mengecup pipinya dan memeluk tubuhnya yang kecil.

Ia terperanjat. Saat matanya masih memperhatikan raut wajah Cagalli yang tidak pernah berubah, mata perempuan itu terbuka, menatapnya, lalu tersenyum. Air matanya pun mulai menggenangi mata emasnya.

Cagalli berdiri dan memeluk dirinya. Ia menangis pelan, tanpa suara.

"Athrun..." bisiknya pelan.

Athrun tersenyum, "Cagalli, aku pulang."

----

A/N:

Ditulis tanggal 16 November 2015.

Lagi beberes tumblr, ketemu cerita ini di draft. Cerita yang kutulis 4 tahun yang lalu. Ga pernah dipublish dan terlupakan. Nulis ini karena iseng, lagi pengen nulis angsty asucaga, my ultimate OTP. Udah 10 tahun lebih ngeship ini, dari aku SD kelas 4 (sampe sekarang aku masih mau nangis liat endingnya). Dan udah banyak asucaga shipper yang menyerah, because life happens.

Mungkin aku akan post ini di FFn juga. Tapi mau menyelesaikan ceritaku yang belum selesai di sana. Rasanya kayak punya utang. Nanti yang itu selesai, baru update yang ini. Ini disimpen dulu di sini. :))

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 24, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Acta Est FabulaWhere stories live. Discover now