Gadis berbusur

42 2 2
                                    

Matanya tajam setajam ujung panah yang baru dilepaskannya. Panah Radha mengenai garis pada papan taget. Hati dan perilaku tenangnya sebenarnya sedang tak seirama. Ia masih gamang memikirkan laki-laki kurang sopan yang ia temui beberapa hari lalu. Huh.. nggak ganteng-ganteng amat. Tapi sok nya minta kuaah gk minta ampun lagi.

Radha jadi teringat saat jari telunjuk pria itu menyentuh dahinya. "Minggir". Ia hanya mematung, terlambat sadar apa yang baru saja terjadi.

Muncul Gendhis dari balik pagar Kayu membawa kresek berisi sekotak nasi. Gendhis duduk di Rest area di samping lapangan Panah

"Walaah Radhaaa... panas-panas gini kamu kok masih aja latihan siihh. Udah Dha kesinio dulu, katamu minta tak bawain pecel" Radha menghela napas. Menurunkan busurnya perlahan lalu berjalan duduk di sebelah Gendhis.

"Turnamen sebentar lagi, Ndis.. Kalau aku nggak latihan nanti ya malu-maluin Sekolah"

Turnamen antar SMA sederajat se-kabupaten memang akan dilaksanakan beberapa hari lagi. Tiga hari lagi tepatnya. Radha terpilih sebagai perwakilan sekolah mengkuti Archery Tournament High School 2020 bersama dua anak lain.

Ngapain juga aku masih mikirin cowo songong macam dia, kenal aja enggak. Aduh belum kenal aja udah songong apalagi kalau udah.. Eh, tapi emang siapa juga yang mau kenalan. Gak lah. Sekalipun dia lumayan ganteng tapi aku nggak mau kenal. Tinggi, putih gitu apa gunanya coba kalau perilakunya nggak sopan. Ya, matanya memang bagus sih menawan gitu.. Aduh Radha kamu mikir apa sihhh !!

"Heyyh.." menepuk bahu Radha

"Apasih Al !!" Gendhis menaikkan alis. Radha refleks menutup mulut. Gendhis mulai agak paham sitkon  "Enggak seperti yang kamu pikir Ndis !!" menggeleng keras.

"Apanya yg enggak? -_-"

"Ya ituuu..."

"Emang Aku mikir apa? Wkwkwkk" Gendhis tersenyum menang "Hwehwee.. Ngakuo kamu Ndis, kamu mikirin Cah itu to?"

"Cah sopo? Ojok ngawur kamu !"

"Cah itu too... yang kamu ketemu di Sekolahan."

Radha tidak menggubris perkataan Gendhis. Melanjutkan latihan.

Empat puluh lima menit berlalu. Gendhis mengipas-ngipasi wajahnya.

"Raa, ayo to makan dulu ra.."

"Bentar Ndis, masih kurang latihannya." Melesatkan panahnya pada target. Panah melesat dan tertancap nyaris di tepat pada bagian tengahnya.

"Kamu kurang latihan apa to Raa -_- siang sampai ashar mainnya ke lapangan sini terus, minggu yang lain ke pantai, ke cafe, kamu masih mangkal aja di lapangan ini, sampai mau aku buatkan kamar kos disini kan ya parah to berarti latihanmu. Udah kamu pasti juara deh.. Hasilnya pasti sesuai kok" *puk-puk*. Mata Gendhis menyipit tidak terima.

"Katanya, tidak ada hasil yang tega menghianati proses. Hanya katanya sih. Menurutku, bisa jadi 'iya' bisa jadi 'tidak'. Ya kalau nggak pas si 'hasil' lagi 'khilaf, terus berkhianat wkwk.."

"Walah Ra, kamu kok ngomongnya gitu toh.. ndak boleh negthink gitu haddee.."

"Lah emang gitu Ndis.. nggak usah kebanyakan mimpi sudah, gk usah kebanyakan cita-cita. Jatohnya perih Ndis !"

Gendhis cuma bisa menggeleng mendengar Radha yang insecure.

"Hus udah ah, kamu mau ndak ini nasi pecelnya? Kalau ndak mau tak habisin aku laper Raa..". Membuka bungkusan daun pisang yang isinya Nasi pecel. Tidak ada uap mengepul karena nasi sudah dingin ditinggal Radha latihan.

"Ndis.. ojo dihabisin toh Ndis aku juga laper ee.... Kamu tuh niat gk sih bawain aku makan siang kok malah dimakan sendiri -_-"

"Lah kamu nggak makan-makan ndis malah ngutak ngutik busur terus jadinya kan aku yang laper heuh.." -_-.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 10, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Al DhaWhere stories live. Discover now