Bab 1

4.9K 295 12
                                    

Awalnya gelap, sampai sebuah lampu menyoroti sebuah kanvas besar dengan lukisan yang tidak asing. Haru tertegun, pakaiannya berubah, dari piyama hitam polos menjadi gaun putih selutut penuh cat. Dia memegang kuas, perlahan suasananya berubah, lukisan yang terlihat indah berubah mengerikan, gambarnya tidak terlihat, tertutupi darah merah. Melirik ke atas, Haru melihat sosok tergantung di atas kanvas itu.

"Haru, kenapa kamu melakukan itu?"

Haru berteriak, tubuhnya membeku.

"NEECHANNNNN¹!!"

Haru terbangun pukul 3 pagi, dibanjiri keringat dengan air mata.

Mimpi buruk lagi.

Tidak, kenapa itu datang lagi? Haru bergetar, setelah 4 bulan, mimpi itu kembali lagi.

Haru memeluk tubuhnya dan menutup telinganya bergantian. "Maaf." Lirihnya.

" Lirihnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.

Brukh!

Daren panik, orang-orang di sekitarnya juga panik. Seorang perempuan tiba-tiba jatuh ambruk di depan ruang seni di lantai tiga.

"HARU!"

Perempuan itu, namanya Haru Kazumi, Daren jelas mengenalnya, mereka berada di kelas yang sama selama 1 bulan terakhir, dan fakta bahwa mereka bertetangga menjadi alasan mereka saling mengenal walau tidak akrab.

Tanpa basa-basi, Daren langsung meraih Haru yang tubuhnya bergetar hebat. Orang-orang di dalam ruangan itu keluar, melihat apa yang terjadi.

"Haru, sadar, Haru...,"

Haru tidak menjawab, tatapannya kosong, keringat mengucur di seluruh tubuhnya. Daren memeluknya, tubuh Haru terasa sangat panas, mulutnya terbuka setengah, tidak mengeluarkan suara.

Sial, dia kesulitan bernapas juga.

Sejak pagi, Daren merasa Haru terlihat berbeda dari biasanya. Teman sekelas sekaligus tetangganya itu selalu menatap waspada, gampang terkejut mendengar suara sekecil apapun, terkadang dia menutup telinga dan matanya dalam berbagai situasi.

Aneh.

Tepat di depan ruangan seni, tubuhnya ambruk. Daren yang berjalan di belakangnya bersama dua temannya sontak terkejut. Teman-temannya yang sudah berada di dalam ruang seni ikut keluar melihat apa yang terjadi, mengerumuni Daren yang sudah memeluk Haru yang hampir kehilangan kesadaran.

"Haru."

Haru menutup telinganya dengan tangannya. Daren melepas jas almamaternya dan menggunakannya untuk menutupi sebagian tubuh perempuan itu.

Daren mengatur napas dan berbicara dengan lembut, dan pelan. "Haru, coba fokus sama suara gue." Daren berbisik tepat di telinga Haru.

"Lo perlu napas pelan-pelan."

Elegy HaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang