SATU.

5.9K 509 91
                                    

Hermione pertama kali melihatnya ketika orang tuanya mengantarnya ke Hogwarts Express. Pria itu di sana. Tampak mencolok dengan rambut pirang platinanya. Juga kulit pucat dan senyum sombongnya. Awalnya, Hermione pikir tidak baik menilai seseorang dari luarnya. Tapi setelah mendengar pria itu berbicara kepada si-anak-yang-bertahan-hidup dan seorang Weasley yang seangkatan dengannya, Hermione sadar jika pria itu memanglah sombong. Pria itu juga menyebalkan karena dengan sengaja melaporkannya beserta dua sahabatnya kepada kepala asrama Gryffindor―Minerva McGonagall―ketika ia dan dua sahabatnya tersebut kembali dari pondok Hagrid.

Ditahun kedua, pria itu menghinanya. Mata abu-abunya menatap tepat ke mata cokelatnya, lalu memanggilnya 'Mudblood'. Membuat keberanian dan kepercayaan dirinya luntur saat itu juga. Bayangkan saja, bagaimana rasanya jika kalian dihina oleh pria yang kalian sukai? Oh, Hermione tak ingin munafik. Ia memang sempat menyukai―lebih tepatnya mengaguminya. Mengagumi Draco Malfoy. Karena orang bodoh pun tahu kalau Draco Malfoy punya daya tarik tersendiri terlepas dari sikap sombong, manja, dan kekanakannya. Tapi hari itu apa yang dikatakan pemuda itu cukup untuk membuatnya sadar jika pria itu tak akan pernah melihatnya. Melihatnya sebagai seorang gadis. Sekalipun Hagrid mengatakan padanya untuk tidak memikirkannya―Hermione tetap memikirkannya hingga ia tidak bisa tidur semalaman.

Ditahun ketiga, Hermione tidak tahu bermimpi apa hingga bertemu dengan Draco Malfoy ditempat favoritnya. Padang rumput kecil di Hutan Terlarang, tak jauh dari Danau Hitam yang hanya diketahui oleh dirinya sebelumnya. Dan terjadilah perdebatan kecil diantara mereka.

"Apa yang kau lakukan disini, Mudblood?"

"Aku yang harusnya bertanya begitu, Malfoy. Ini tempatku."

Draco tersenyum mengejek. "Kurasa tak ada tempat yang cukup kotor di dunia sihir ini yang bisa kau klaim, Mudblood." Kemudian, tersenyum puas melihat perubahan ekspresi Hermione―dari keras menjadi sedih.

Namun hal itu tak berlangsung lama. Hermione langsung merubah ekspresinya setelah menghela napas, lalu gadis itu dengan acuh mendudukan tubuhnya di padang rumput favoritnya itu sambil mulai membuka buku yang dibawanya.

"Siapa yang mengijinkanmu duduk disitu, Mudblood?" geram Draco. Dan Hermione balas menatap pria itu sengit.

"Maaf sekali, Mr. Malfoy. Tapi sepertinya disini tidak ada tulisan 'Ijin terlebih dahulu jika ingin duduk'. Jadi, kurasa aku berhak duduk dimanapun yang ku mau tanpa memerlukan ijin."

"Tapi aku tidak sudi duduk didekatmu, Mudblood!"

"Kalau begitu, sana pergi!"

"Oh, kau berani mengusirku? Mudblood tidak tahu diri!" bentaknya. Lalu, mengambil tongkatnya dari balik juba.

"Expelliarmus." Hermione lebih cepat. Gadis itu berhasil membuat tongkat Draco terpental ke belakang. Dia kemudian menatap Draco menantang dengan tongkatnya teracung di depan wajah pria itu.

Draco mendengus, lalu mengambil tongkatnya yang terpental dan pergi dari tempat itu dengan tampang jengkelnya. Awas kau, Mudblood sialan. Batinnya.

Sedikit banyak Hermione merasa menyesal pernah mengagumi pria itu. Terpelas dari pria itu semakin tampan dengan rambutnya yang tidak klimis lagi, pria itu juga semakin kasar. Kata-katanya yang sekeras apapun tidak ingin ia pikirkan pada akhirnya tetap saja melukai hatinya.

Dan hari itu Hermione menghabiskan sisa waktunya dipadang rumput itu dengan perasaan kacau. Diam-diam setetes air mata jatuh dari kelopak matanya. Oh, betapa inginnya ia mencekik pria pirang itu sekarang.

Pertemuan seterusnya mereka di padang rumput itu semakin buruk. Tak jarang mereka saling melempar mantra hingga salah seorang dari mereka ataupun keduanya terluka. Namun pada akhirnya selalu Draco yang terlebih dahulu meninggalkan tempat itu. Baik ketika ia terluka ataupun ia yang melukai.

[1] Our Story ✅Where stories live. Discover now