i. when we met

701 100 49
                                    

Ketika Minhee berusia delapan tahun, ibunya kerap kali mengajaknya keluar. Pergi menuju sejumlah tempat; bercerita ria sembari berbagi nostalgia lampau, mengenai betapa sering dirinya menghabiskan masa-masa mudanya dulu bersama sang ayah untuk sekedar menikmati waktu santai bersama. Mendiktekan bagaimana indahnya setiap inchi tempat yang mereka datangi, serta bagaimana sejumlah warna dapat saling berharmonisasi dengan damai. Minhee masih berusia delapan kala itu; belum banyak mengerti tentang arti perjalanan hidup dari setiap kisah yang dipaparkan ibunya. Terkadang ia hanya mendengarkan tanpa paham maksudnya–lebih sering lagi ia jatuh tertidur ketika ibunya tengah asik bercerita.

Minhee tak mengerti; bukan hanya sekedar ia masih berumur delapan. Tapi kala ibunya mencoba meyakinkan bahwa apa yang tengah mereka hadapi begitu indah dan cantik–segalanya hanyalah hitam bagi Minhee.

"Daunnya sudah menguning karena mulai memasuki musim gugur. Rasanya kemarin masih hijau."

Apa? Apa yang menguning dan apa yang hijau? Minhee bahkan tak tahu bagaimana kuning dan hijau sesungguhnya; ia bahkan tak tahu daun mana yang dimaksud oleh ibunya. Segalanya hitam–tak ada indah seperti yang dimaksud oleh ibunya. Bunganya cantik; secantik itu kah? Apa yang cantik dari warna hitam yang tak kunjung melangkah pergi dari pandangan Minhee?

Minhee tak mengerti.

.

.

.

Antares

"Because you are my star, you are my Antares."

Proudly present, haenamicchi
Hwang Yunseong/Kang Minhee

.

.

.

"Kau yakin?"

Minhee berdecak kesal kala Hyeongjun di sebelahnya kembali mengajukan pertanyaan. Bukan perihal temperamennya yang mudah meledak–ia bahkan sangat menyayangi Hyeongjun dan tak pernah bisa meluapkan emosinya pada teman sejak kecilnya tersebut. Namun pada pasalnya, ia sudah menghujani Minhee dengan pertanyaan yang serupa sejak setengah jam yang lalu. Meski Minhee sudah menjawab sebanyak Hyeongjun bertanya, mencoba meyakinkannya dengan sepenuh hati, pada persekon setelahnya Hyeongjun akan kembali membuka suara untuk memberikannya pertanyaan yang sama.

"Hyeongjun, meski nanti aku akan menjawab tidak, hal tersebut tidak dapat mengubah apa-apa. Astaga. Kita hanya perlu menunggu selama beberapa menit lagi sampai supirku siap dan mengantar kita. Menurutmu jika nanti aku mengatakan bahwa aku merubah pikiranku, aku dapat mengundurkan diri dari sekolah semudah itu?"

Mendengar jawaban Minhee yang nampak lelah, Hyeongjun hanya dapat menundukkan kepalanya. Ia tak dapat berbohong bahwa rasa gelisah dan khawatir terus menghujani dirinya semenjak Minhee mengatakan bahwa dirinya memutuskan untuk mendaftar pada sekolah reguler. Ia pikir Minhee hanya bercanda–setidaknya, sekali pun Minhee tak bercanda, orangtuanya mungkin tak akan memberikan izin pada anak semata wayang mereka. Namun kala Minhee mengatakan bahwa ia akan segera mendaftarkan dirinya pada sekolah reguler; kala ia mengatakan bahwa ia diberikan izin semudah membalikkan telapak tangan oleh kedua orangtuanya, Hyeongjun rasa ia tak cukup mampu untuk mengontrol rasa cemasnya yang berlebih.

"Hyeongjun, aku paham kau khawatir, tapi aku melakukan ini atas keputusanku sendiri. Aku akan baik-baik saja, jadi tidak ada yang perlu kau cemaskan, oke? Kita bahkan masih satu sekolah, kalau sesuatu terjadi atau aku mengalami kesulitan, aku akan segera melaporkannya padamu."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 19, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Antares | hwangminiWhere stories live. Discover now