Layaknya daun musim gugur yang keluar dari rindangnya sang pokok. Tak berdaya diterpa maut, melawan hanyalah usaha konyol. Menari-nari dan menikmati momen akhir kenyataan.
Si pengecoh ingin menindas daun seperti halnya seorang pengecut, ia hanya perlu mendesir. Daun yang pasrah hanya menari bersamanya, tanpa mengetahui kemanakah ia akan dibawa.
Daun yang gugur menuruti segala kemauan dunia. Karna sang pokok enggan menerimanya. Dia akan terus menghempaskan daun yang sakit untuk melindungi sisanya.
Daun yang menari-nari diatas kemauan si pengecoh, akhirnya menyadari sesuatu yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Di detik ini, walaupun sesaat, ia bisa terbang. Waktu terasa luput. Ia ingin mengunjungi negeri seberang, ia mau mengangkasa di siang dan kala malam, ia mau mengudara bersama ahlinya langit.
Namun, keputusasaan tertarik menjumpai anak yang berlarian menuju dirinya. Demgan kemampuannya, ia bersama dengan si pengecoh berusaha meraih anak malang itu.
Kau tahu aku tidak bisa selamanya meniupmu, kau bisa jatuh kapan saja.
Daun yang sedang mengagumi segala pemandangan dari atas hutan tiba-tiba mengingat alasan ia dia jatuh dari sang pokok. Tanpa disadarinya, ia telah berubah warna menjadi cokelat yang sangat kering.
Sejak Kapan!
Sejak Kapan! Kenapa aku berubah secepat ini?!
Tiba-tiba saja sebuah suara lembut mengudara persis dibawahnya.
Kau pernah diberi kesempatan untuk hidup bersama Sang Pokok. Kau akan melakukan apapun untuk lepas dari sumber hanya demi kesenangan bodoh.
Coba lihat, berapa banyak daun sepertimu yang gugur hanya untuk memuaskan keinginannya sendiri. Dimakan, Terinjak, menderita selamanya.
Itu hanyalah 10 detik yang singkat. Melegakan namun beracun.
Akhirnya, Sang pengecoh berhenti meniup. Si daun yang tadinya merasa sangat hidup, perlahan-lahan luruh bersama ribuan daun lainnya.
Ingin mengulang namun tiada kehidupan lagi menjelang musim gugur.
•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
