The Nymphs Heaven

88 10 28
                                    

Rambut panjang cokelat kemerahan itu berkibas tak beraturan. Napasnya terengah-engah. Langkah kaki yang cepat kini memelan. Tubuh dengan kulit putih susu bak bidadari itu terlihat kusam. Baju oblong biru mudanya basah akibat keringat yang mengucur.

"Apakah ... pria itu sudah tidak mengikutiku lagi?" tanyanya sedikit tersenggal.

"Ya. Dia berhenti di sekitar Arenbergstraat."

Rau wajahnya terlihat lelah. Namun, sebuah garis melengkung seperti huruf U dengan lesung di pipi kiri terukir jelas di wajahnya, membuat dia terlihat manis dan sedikit bugar. Dia memalingkan wajah, melongok ke kanan dan ke kiri, seperti tengah memastikan bahwa pria itu benar-benar tidak mengikuti kami.

"Mari kita pulang, Louise."

Aku mengikuti langkahnya. Menyusuri hutan Hallerbos yang terletak di kotamadya Halle, di Flemish Brabant, Belgia. Menikmati pemandangan bunga bluebell yang tersebar luas menutupi lantai hutan bak karpet permadani biru violet.

Aline menuju sebuah batu besar, memanjatnya dan berdiri di puncak. Dia mendongak dan merentangkan kedua lengan. Mata hazel itu terpejam, sepertinya tengah menikmati embusan angin malam yang begitu tenang di musim semi.

Aku mendekati bunga bluebell dan menghirup dengan kuat. Semerbaknya sungguh membuatku—siapa pun—dibuat mabuk kepayang.

Ekor mataku menangkap sosok dengan paras cantik meninggalkan tempat dia berdiri dan kembali menyusuri hamparan luas bunga bluebell. Kususul cepat dan menyejajarkan diri dengan langkahnya yang lebar.

Dari jarak seratus meter, tampak sebuah rumah mewah yang menjulang tinggi. Bernuansa silver menyala dengan sedikit polesan cat berwarna keemasan.  Rumah itu memiliki empat lantai, enam kamar tidur, delapan kamar mandi, dan beberapa ruang lainnya dengan total luas rumah 715 meter persegi.

Ya, itu adalah rumah Aline dan aku tinggal bersamanya sebagai asisten pribadi. Ada juga beberapa penghuni yang lain. Namun, semuanya sudah memiliki tugas masing-masing.

Ketika sampai di depan rumah, kami disambut oleh Tuan Dirk dengan suaranya yang merdu. Kemeja putih dengan dasi biru tua dan sebuah kaca mata hitam membuatnya terlihat sangat tampan. Apalagi bulu jingga kecoklatan yang lembut itu. Ah, sungguh. Aku jadi ingin memeluk anjing itu.

Di tengah halaman rumah, ada sebuah patung tengah terduduk dengan anggun seperti manusia, tetapi memiliki sayap yang sangat indah berwarna biru berlin.

Aku masih mengikuti langkah Aline sampai di kamarnya yang luas. Dia merebahkan tubuh seraya memejamkan mata dan mencoba menormalkan napas.

"Louise," panggilnya yang sedikit mengejutkanku.

"Ya, Aline."

"Kau kembalikan saja dompet ini, aku tidak membutuhkannya."

Aline meletakkan dompet berwarna hitam itu di tepian tempat tidur. Dia memainkan kuku-kuku almond yang dihias dengan kuteks biru.

Mataku memicing, dahi pun berkerut menatapnya curiga.

"Kenapa kamu tidak memikatnya saja, Aline?"

"Aku hanya ingin bermain-main," jawabnya santai.

"Benarkah?"

Dia bangkit dari tempat tidur. Beralih duduk di depan cermin. Menata rambutnya yang sedikit berantakan setelah berlari menghindar dari pria yang dompetnya dia ambil.

"Tentu saja. Lagi pula, dia tidak suka mempermainkan wanita, lalu bagaimana bisa aku mendekatinya?"

Ah, benar juga. Dari sekian banyaknya pria di negara ini, rata-rata sangat suka berselingkuh. Mungkin dia adalah satu-satunya pria yang tak mau menyakiti wanita. Atau mungkin, belum mau?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 14, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Nymphs Heaven (Cerpen)Where stories live. Discover now