PROLOG

45 3 0
                                    

- Humaira POV

Humaira, adalah nama yang diwariskan abah saat aku dilahirkan. Sesuai dengan nama, aku memiliki pipi kemerahan yang apabila aku merasa malu ataupun marah, orang-orang akan langsung mengetahui suasana hatiku yang tergambar dari pipi kemerahanku ini. Hal ini cukup menggangguku karena aku tidak bisa menyembunyikan keadaan hatiku dari orang lain. Namun terlepas dari itu, aku sangat bersyukur karena Tuhan telah menganugerahiku hal itu sehingga aku tak perlu mengeluarkan banyak uang untuk membeli blush on jika aku mau meronai pipiku, karena Allah telah merias wajahku dengan kuasaNya.

Tumbuh dan besar di tangan abah tidak membuatku merasa kekurangan kasih sayang, karena abah merawatku dengan sangat telaten, beliau bisa berperan sebagai ayah sekaligus sebagai Umi. Umi-ku sudah meninggal beberapa waktu yang lalu, tepatnya sewaktu aku dilahirkan.

Saat ini usiaku 23 tahun, aku baru saja menyandang gelar Lc. dari salah satu perguruan tinggi di Kairo, Mesir. Abah memintaku untuk segera kembali ke kampung halaman untuk membantunya mengelola pesantren. Kebetulan pesantren ini didaulat menjadi salah satu rujukan pusat rehabilitasi yang bekerjasama dengan Kepolisian tanah air. Dengan Kuasa Tuhan, ratusan bahkan ribuan pecandu obatan-obatan terlarang dan minuman keras sembuh di tangan abah. Tak hanya itu, ratusan orang kriminalpun berhasil mengalami perubahan yang signifikan melalui metode pembinaan yang abah terapkan. Untuk itu, aku ingin mengabdikan hidupku membantu kesibukan abah diusianya menjelang senja dengan ilmu dan pengetahuan yang aku miliki.

- Jamal POV

Muhammad Jamal El Fattah adalah nama lengkapku, tapi aku lebih suka dipanggil EL, biar terdengar lebih kekinian gitu 😁

Aku paling benci dengan yang namanya “ATURAN”, bagiku aturan diciptakan untuk dilanggar.

Orang-orang mengenalku sebagai anak broken home. Aku menjadi korban keegoisan kedua orang tua yang sama-sama bersikeras mempertahakan pendiriannya.

Aku mulai merasakan perubahan dalam hidupku semenjak aku duduk di bangku SMA. Orang tuaku kerap bertengkar yang akupun tidak tahu alasan dibalik semua itu. Hingga merekapun akhirnya berpisah dan aku lebih memilih tinggal bersama papa karena aku benci mama yang lebih dulu memilih untuk mengakhiri kesendiriannya dengan pria lain.

Sejak saat itulah aku mulai melampiaskan kemarahan terpendamku dengan coba-coba mencicipi minuman beralkohol untuk sekedar menghilangkan stress di kepala. Hal itu semakin lama kian berlanjut, dan aku mulai tertarik untuk mencicipi obat-obatan yang diharamkan agama dan negara hingga aku tak bisa lepas darinya.

Hal itu tentunya aku lakukan tanpa sepengetahuan papaku, meskipun pada akhirnya beliaupun tahu. Hingga pada suatu hari beliau berencana menghentikan kuliahku yang gak kelar-kelar dan berniat memindahkanku ke sebuah pesantren yang membuatku alergi untuk sekedar mendengarnya. Akupun menolak keras rencananya itu. Aku berjanji pada papaku untuk menghentikan kegilaanku, walaupun sebenarnya hal itu hanya kulakukan saat di depannya saja.

Aku benci orang-orang yang terlalu usil dan fanatik dengan apa yang kulakukan, karena bagiku itulah caraku untuk bahagia. Tapi aku berjanji pada diriku sendiri, suatu saat aku akan berubah saat aku menginginkannya. Dan aku akan memberikan posisi istimewa dalam hidupku pada siapa saja yang mampu mengubahku. Jika dia laki-laki, akan kujadikan saudara, dan jika dia perempuan, akan kujadikan sebagai istri. Tapi... itupun kalau dia muda dan cantik. Kalau enggak, cukup jadi teman saja 😁 Itulah janjiku.

MAHAR (Original Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang