3. Cara Yang Salah Dalam Berjuang

111 22 10
                                    

Kehadiran Nadira yang tiba-tiba membuat Argi merinding. Ternyata gadis itu benar-benar menyukainya, bukan hanya rumor semata.
Setelah kejadian itu Argi pikir Nadira akan merasa malu dan menghilang beberapa hari dari pandangannya, namun ia salah. Di mana pun ia berada, Nadira ada di dekatnya. Ia merasa seperti buronan sampai akhirnya keduanya resmi bertemu. Ia mengirim pesan singkat ke gadis itu untuk bertemu di kelasnya sepulang sekolah. Saat mendapat pesan itu, Nadira senang bukan main. Setiap saat melirik jam, memasang telinga baik-baik, berharap bel pulang segera berbunyi.

Seusai sekolah sepi Nadira bergegas menemui Argi, tetapi ia tidak sendiri. Ia meminta Mika menemaninya dan menunggunya di kelas sebelah.
Waktu yang ditunggu-tunggu tiba, Nadira masuk ke kelas Argi dan mendapatkan pria itu tengah duduk di kursi guru. Tatapannya lurus, sama sekali tidak menoleh untuk melihat kedatangan Nadira.

Tidak ada siapapun sekarang, hanya mereka berdua. Nadira sedari tadi berdiri di dekat Argi sembari tersipu sebab pria idamannya mengajaknya untuk bertemu.

"Lo suka sama gue?" tanya Argi tanpa basa-basi.

"Iya. Kenapa? Kamu juga suka sama aku?" tanya Nadir penuh percaya diri.

"Kebalikannya."

"Terus kenapa aku dipanggil ke sini? Aku pikir kamu juga punya perasaan yang sama-"

"Mimpi," sambar Argi, memotong ucapan Nadira. Satu kata yang ia lontarkan benar-benar membuat gadis itu bungkam. Nadira mengernyit sembari mencengkram roknya akibat rasa sakit di ujung-ujung jari.

"Tapi mimpi bisa jadi kenyataan," jawab Nadira berusaha menguatkan diri.

"Mimpi lo ketinggian. Gue gak suka dengan-"

"Ayo pacaran." Teriak Nadira sembari memjamkan matanya. Teriakan yang cukup keras itu terdengar hingga ke telinga Mika. Cepat-cepat gadis itu berlari ke belakang kelas dan menempelkan kupingnya ke dinding hendak menguping jawaban Argi.

Di sisi lain Argi menoleh dan menatap adik kelasnya dengan heran. Banyak yang mengangumi dan menyukainya tapi tidak pernah satu pun mengajaknya untuk berpacaran, lebih tepatnya tidak ada yang berani. Tetapi yang diucapkan Nadira benar-benar di luar akal pikiran. Argi tidak tahu jika gadis itu sangat berani.

Nadira membuka mata sebab pria di hadapannya hanya diam. Ditatapnya wajah Argi, air muka pria itu sangat sulit ditebak membuat Nadira penasaran.

"Mau?" tanya Nadira setelah lama menunggu.

"Gue gak suka cewe jelek."

"Maksudnya?"

"Gue gak bisa pacaran sama orang gendut, hitam, bau, dan jerawatan kaya lo. Kubur semua mimpi lo dan berhenti berharap," kata Argi lalu angkat kaki dari sana, meninggalkan kalimat yang menyakiti telinga sekaligus hati Nadira bahkan membuat gadis itu tak sanggup untuk berdiri. Kekuatannya seketika hilang, Nadira terduduk di lantai dan mengingat kembali apa yang diucapkan Argi. Begitu jelas, melekat dalam pikiran.

Gendut, hitam, bau dan jerawatan.

Gendut.

Hitam.

Bau.

Jerawatan.

Tidak pernah ada yang mengatainya seperti itu. Empat kata serupa ratusan pisau, menyerbu hatinya, menusuk, membelah, hancur tanpa sisa. Nadira berusaha bangkit, namun tidak bisa. Ia berteriak sangat kencang, meluapkan sakit hatinya. Teriakan itu berhasil mengundang Mika yang sedari tadi menguping di kelas sebelah.

Ternyata ada benarnya Mika menemani. Betapa terkejutnya ia saat melihat Nadira terduduk di lantai. Segera ia memeluk pundak Nadira tanpa bertanya apa yang terjadi sebab air mata yang tak berhenti mengalir itu membuat Mika paham, Nadira di tolak. Ia berusaha membantu Nadira untuk bangkit dan mengantar sahabatnya pulang.

Waiting For You [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang