// BREAKAWAY //

15 1 0
                                    

Bulan November masuk ke dalam kategori bulan yang tidak aku sukai, dan kalian pasti tahu kenapa. Hujan. Bulan November, Bulan hujan. Bulan yang akan menghadirkan lembab, basah, dan dingin. Seperti petang ini, aku yang duduk termangu sembari menopang dagu menyaksikan turunnya rintikan air. Aku menghentikan aktivitasku 'menonton hujan' ketika suara teriakan ibu menggema ke seluruh bagian rumah.

"RINDI TOLONG BANTU IBU! RUMAH KITA BOCOR SEMUA!"

Aku segera beranjak dari jendela kamarku dan menyusul ibu di dapur. Ember dan panci sudah berada di lantai, beberapa diantaranya sudah berinteraksi dengan tetesan air hujan dan menghasilkan bunyi tak, tak, tak. Aku sebenarnya sudah tidak kaget melihat pemandangan seperti ini di rumahku, namun entah kenapa, selalu ada perasaan sedih dan nelangsa melihat keadaan rumahku yang seperti ini. Setiap musim hujan tiba, aku dan Ibu selalu berlomba dengan waktu dan air hujan untuk menaruh ember-ember dan panci di titik kebocoran agar rumah kami setidaknya tidak terlalu 'basah'. Rumahku berada di kampung terpencil yang kebetulan juga berada di kota kecil di Indonesia. Aku hidup berdua dengan ibuku. Ayahku sudah meninggal sejak aku berumur sembilan tahun. Ayahku dulunya tulang punggung keluargaku, namun saat ini Ibu yang menggantikannya. Setiap malam ketika beranjak tidur, aku selalu membayangkan, bagaimana rasanya menjadi orang kaya? Bagaimana rasanya hidup serba berkecukupan? Bagaimana rasanya hidup di rumah yang bebas dari bocor? Bagaimana rasanya hidup di kota besar? Ya, aku hanya bisa membayangkan.

Saat ini, aku masih duduk di bangku SMA kelas tiga. Beberapa bulan lagi, aku akan lulus dari sekolahku. Ada perasaan senang dan sedih ketika aku membayangkan kelulusanku. Aku senang, karena semua beban pikiran tentang PR dan tugas yang menumpuk akan hilang. Namun di sisi lain, aku merasa sedih karena aku mungkin akan berpisah dengan teman-temanku. Beberapa diantara mereka memutuskan untuk mencari pekerjaan, beberapa diantaranya berencana untuk meneruskan pendidikan mereka ke jenjang kuliah. Kuliah. Satu kata yang membuatku sering melamun di sekolah. Aku juga sebenarnya ingin kuliah. Nilai akademisku sangat memuaskan, guru-guruku juga menyarankan untuk meneruskan pendidikanku. Namun kondisi ekonomi keluargaku berpendapat lain. Ibuku bekerja sebagai asisten rumah tangga di salah satu rumah di desa sebelah. Gajinya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari kami, termasuk uang sakuku yang nominalnya jauh dibawah teman-temanku. Meskipun begitu, aku tidak tinggal diam. Aku juga bekerja, menjadi penjual gorengan di sekolahku. Sebelum adzan subuh berkumandang, aku dan Ibu sudah berkutat di dapur, memasak beberapa macam gorengan. Uang dari hasil penjualan gorengan tersebut ku gunakan sebagai uang cadangan, apabila ada keperluan mendesak.

"Bu, aku ingin kuliah." Gumamku malam itu, ketika aku dan Ibu sedang asyik menonton sinetron kesukaan ibu. Ibu tidak menjawab, hanya mengalihkan pandangannya dari layar televisi ke remote tv di genggamannya.

"Pakai uang apa nak?" Ibu menjawab lirih.

"Kan ada beasiswa bu. Rindi bisa mengajukan beasiswa."

"Lalu, kamu hidup di perantauan kan juga butuh uang." Ibu mendongak, kembali fokus menonton televisi. Giliran aku yang terdiam. Aku memutar otak, mencari penjelasan yang sekiranya bisa meyakinkan ibu.

"Rindi bisa kerja sampingan bu. Kalau Rindi punya gelar sarjana, peluang untuk cari kerja yang enak bisa jadi lebih mudah bu." Tegasku. Ibu diam lagi.

"Kita pikir besok lagi ya. Yang penting kamu lulus dulu." Jawab ibu. Aku sebenarnya tidak puas dengan jawaban ibu, namun ya sudahlah. Mungkin ibu sebenarnya berfikiran yang sama denganku, namun sekali lagi, keuangan kami berkata lain. Aku berpamitan pada Ibu untuk tidur lebih awal. Dan seperti malam-malam sebelumnya, aku membayangkan bagaimana rasanya jadi orang yang sukses dan mapan.

.

Aku berangkat sekolah seperti biasa. Aku menyapa teman-teman yang kutemui di lorong sekolah. Aku melihat sekelompok siswa mengerumuni papan pengumuman sekolah.

BREAKAWAY // Song FictionWhere stories live. Discover now