AKHIR KISAH KITA

73 4 2
                                    

SEMBURAT jingga samar-samar tertutup oleh kelabu. Kebahagiaan langit senja seakan sirna tenggelam oleh sendu. Sama dengan seorang gadis yang kebahagiaannya telah sirna dipermainkan oleh semesta. Nama gadis itu Rinai. Seorang gadis yang suka dengan rintik hujan dan merasa bahwa hujan adalah temannya untuk berbagi. Namun dalam beberapa waktu ini, hujan tak lagi membawa lengkungan manis pada bibirnya. Hujan hanya membawa sendu datang kepada dirinya sendiri. Memeluknya terlalu erat hingga lupa untuk bangkit.

Lalu, saat gadis itu sedang tenggelam di dalam pikirannya, ia kembali teringat dengan seseorang yang mengisi hatinya dalam setahun belakangan ini. Perlahan, Rinai menatap foto yang menjadi latar layar pada ponselnya. Sebuah senyuman melengkung pada bibirnya, senyuman tipis yang perlahan memudar menjadi tangis sendu.

Langit.

Nama itu terlintas dalam benaknya. Seorang lelaki yang menjadi Tuan Teduhnya, karena sorot matanya yang meneduhkan hati. Seorang lelaki jahil nan jenaka yang hadir dalam hidupnya dan merubah dirinya menjadi Rinai yang lebih percaya diri. Seorang laki-laki yang mampu menenangkannya selain Ayah dan kedua kakak lelakinya. Seorang laki-laki yang mampu menghipnotis dirinya untuk berada di sebuah atmosfer yang berbeda. Seorang laki-laki yang merupakan kelemahan dan kekuatan terbesar dalam hidup seorang Rinai. Pada mulanya, Langit segalanya untuk gadis itu. Perlahan, semesta merubah segalanya.

***

Pagi itu, saat mentari terik menyambut hari Seninnya, Rinai melangkahkan kaki ke sebuah bangunan bertingkat yang membawa gadis itu kepada sebuah pertemuan manis dengan seseorang yang mampu mengubah hidupnya. Ia sesekali tersenyum, menyambut orang-orang yang melihatnya di pintu gerbang sekolah. Ia memijakan kaki pada sebuah kelas barunya. Melihat daftar nama kelas yang bertambah 2 nama asing. Matanya terfokus pada salah satu nama.

Langit Mahatma.

Tak lama setelahnya, Rinai melihat seseorang berperawakan tinggi yang berjalan ke arah kelasnya. Menatap sekelilingnya seperti orang linglung. Kemudian, ia berdiri di sebelah Rinai, menatap daftar nama yang terpampang pada jendela kelas. Pada pandangan pertama, penampilan lelaki itu sukses mengundang beberapa lirikan mata kaum hawa. Rinai menoleh sejenak, menatap nama dada yang tertera pada seragam lelaki itu, Rinai bergumam pada batinnya sendiri.

Lelaki yang ada di hadapannya ini adalah seorang Langit Mahatma yang namanya menjadi pusat perhatian Rinai beberapa detik lalu. Keduanya sempat bertatap mata selama beberapa detik. Tuan teduh, batin Rinai sebelum akhirnya ia tersenyum kepada lelaki itu, hanya sekedar memberi sambutan hangat kepada si murid baru yang dibalas anggukan kikuk. Rinai terkekeh sejenak sebelum akhirnya ia masuk ke dalam kelasnya, mendahului Langit si tuan teduh.

Tak ada yang menyangka, bahwa pertemuan sederhana itu, menimbulkan secercah rasa ingin mendekati dan memiliki pada diri Langit. Langit jatuh ke dalam senyuman singkat Rinai pagi itu.

Langit dibuat memandangi gadis itu setiap saat. Langit diam-diam tertawa dengan hal konyol yang Rinai lakukan di kelas. Kemudian, Langit baru menyadari bahwa dirinya sudah jatuh ke dalam pesona yang ada di diri seorang Rinai.

Langit Mahatma : rinai

Hanya sebuah kata, mampu menggetarkan perasaan Rinai. Sebuah kata mampu membuat dunia keduanya berubah. Berawal dari hal-hal sederhana, mereka merasakan manisnya jatuh cinta.

***

Hiasan warna-warni membentang dari sudut ke sudut sekolah. Hiruk pikuknya melebihi hari-hari biasa. Orang-orang berkumpul pada satu titik yang sama. Pandangan mereka tertuju pada seseorang yang berada di atas panggung. Mereka menyanyi bersama, menghibur hati secara bersama-sama sehingga tercipta tawa diantara orang-orang yang sedang menyembunyikan sedih pada hatinya. Kemudian, potongan kertas warna-warni berterbangan, menghujani para penontonnya yang dipenuhi rasa gembira.

Akhir Kisah Kita [ short story ]Where stories live. Discover now