13. Last Autumn

43 4 0
                                    

Aku menuntun Miji menuju jalan setapak, di kanan kirinya banyak pohon maple yang sudah mulai memerah. Dia tidak ingin ku gendong jadi aku memapahnya pelan pelan.

"Belum ada daun yang gugur, mungkin kita terlalu cepat "  kata Miji sambil tersenyum melihatku yang bahkan merasa berat untuk membalas senyumnya.

" beberapa hari lagi, kau harus sabar "  jawab ku sekenanya, Miji tersenyum lagi lagi.

" kita yang terlalu cepat atau memang musim gugur datang terlambat "   selorohnya.

" jangan banyak bicara jika sedang berjalan nanti kau lelah "

                           .......

Kami duduk di kursi taman di kelilingi pohon maple. Benar kata Miji daunnya belum banyak yang gugur, kicauan burung yang meloncat  di ranting pohon bersautan. Burung burung itu loncat dari ranting satu ke ranting lainnya membuat beberapa daun jatuh dengan terpaksa.

" kita datang di waktu yang tepat "  ketika sehelai daun maple berwarna merah jatuh di depan kami.

" yaa! Itu karna angin " Miji tertawa melihatku mengambil daun tersebut.

" memangya kenapa? Daunnya jatuh dari pohon, apa bedanya? Ini daun keberuntungan. Kau bisa dapat keberuntungan jika bisa menangkap daunnya " aku berkata panjang lebar sambil berjongkok mengambil beberapa daun yang terjatuh.

Aku melihat ke arah Miji, dia memejamkan matanya. Aku segera berdiri dan menghampirinya. Aku memegang tangannya, terasa dingin.

Dia membuka matanya berat, aku duduk di sampingnya. Miji menyandarkan kepalanya di bahuku.

" aku rasa aku ingin tidur, kau tau arti namaku? "

Aku mengangguk menanggapi pertanyaan Miji, aku mati matian menahan tangisku.

" jangan ngawur, Aku tidak pernah memberitahu tentang arti namaku ke orang lain, tapi kali ini aku akan memberitahumu. Jangan salah faham, bukan karna aku menyukaimu "  perkataan Miji semakin lama semakin lirih dan samar. Aku tidak mampu mengatakan apapun.

" aku bersyukur mempunyai teman sepertimu seperti Felix. Di saat hidupku bisa dihitung dengan hitungan jari. Kalian selalu ada untuk ku. Beberapa kali aku merasa bahwa aku bisa saja menyukaimu, tapi itu tidak akan terjadi. Aku adalah orang yang tidak memiliki masa depan untuk memikirkan hari esok pun aku merasa takut" perkataan Miji terputus tepat ketika air mataku jatuh. Aku berusaha menahan tapi aku terlalu sedih. Aku merasa hidupnya tidak adil.

" terlepas dari itu kau harus punya masa depan. Karna aku menyukaimu, jika waktu bisa diputar pun aku tidak akan menyesal memiliki hidup seperti ini. Ada Eomma, kau, Felix dan aku memiliki banyak saudara yang menyayangiku. Aku tidak berhak merasa menyesal walaupun aku tidak bisa bertemu musim gugur, lagipula kau ada. Kau bisa mewakiliku untuk bertemu puluhan musim gugur kedepannya "

Miji mulai menggigil, aku semakin erat menggenggam tangannya. Aku meniup telapak tangannya supaya dia merasa hangat.

" Renjun ah...aku ingin tidur " katanya lirih

" aku kedinginan, aku ingin tidur" Miji memejamkan mata di bahuku, aku merasa ribuan salju menghujam di hatiku. Aku merasa sakit, aku ingin berteriak tapi aku takut Miji mengomeliku. Hembusan angin bertiup membelai tubuh ku yang terisak memeluk Miji. Aku merasa dingin sekali, aku melihat Miji dia tidur dengan damai. Aku harap dia tetap damai dimanapun dia berada, aku harap dia tidak merasakan kesakitan seperti yang dia rasakan disini. Aku yakin dia bisa bertemu musim gugur di tempatnya yang baru.

Ketika dia menutup mata, kegelapan menyelimutinya. Tapi aku yakin tempatnya sekarang akan lebih cerah dan lebih hangat dari tempat ini. Aku terisak tanpa suara, angin beberapa kali menggoyangkan ranting pohon maple membuat suara gemerisik. Beberapa daun jatuh mengenai tubuh kami. Mengenai tubuh Miji yang merindukan musim gugur.

                         .......

" Appa aku pergi bermain kano? Appa baik baik saja kan sendirian?"   seorang anak gadis berteriak dari beranda kabin memanggil Ayahnya yang sedang duduk menikmati cuaca musim gugur. Hamparan daun maple yang berguguran membingkai dirinya.

" hati hati " jawabnya sambil melambaikan tangan

" Miji ah...kau sudah siap?" tanya pria paruh baya di samping kabin tersenyum pada gadis tersebut.

" Appa aku pergi?" teriaknya

" Renjun ah...Miji ikut denganku " teriak Felix

" hati hati, kau harus menjaga putriku awasi dia. Dia belum pandai berenang " balasnya tersenyum sambil melambaikan tangan pada sahabatnya.

Bagaimanapun juga Miji tetap ada disini bersama kita, tetap tersimpan di hati kami yang hangat. Semoga musim gugurmu indah Momiji.

                        -End-

Last Autumn: Huang Renjun ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang