The Meaning That Disappeared

1.5K 128 140
                                    


Author : CattleyaLian

Alunan canon d major memenuhi ruangan tersebut, ada sesosok pria berkulit tan tengah berdiri di atas altar pernikahan, menunggu sosok lain yang akan segera datang. Ia mendengar suara mc yang memanggil nama mempelainya, yang ia yakini sekarang berada di depan pintu ruangan ini. Tak lama kemudian pintu terbuka, masuklah sosok pria yang tersenyum manis, pria itu berjalan ke arahnya dengan perlahan. Detak jantungnya beritme tak tenang kini, ia berharap jika kali ini segalanya berjalan lancar untuknya. Semoga kali ini tidak ada kegagalan lagi, seperti dulu.

Singto-nama pria itu menunggu Krist-calon pasangannya untuk datang, tangan lembut itu menggenggamnya, hingga ia mengajak Krist untuk ikut berjalan bersamanya ke tengah altar, menghadap sang Pendeta yang sudah menunggu keduanya sedari tadi.

"Apa kau gugup?"

"Tidak, bagaimana denganmu?"

"Segalanya akan baik-baik saja jika kau bersamaku, Phi."

Kata-kata itu bagaikan penenang untuknya, baginya Krist itu seperti cahaya yang dikirimkan Tuhan padanya disaat Singto berada dalam kegelapan. Pria itu yang menyelamatkan hidupnya dari keterpurukan.

Kedua sudut bibir Singto tertarik membentuk sebuah senyuman, Singto harap langkahnya kali ini tak salah. Dulu sekali sekitar beberapa tahun belakangan, ia juga sempat pernah berdiri di sini, menunggu seseorang yang ingin mengikat janji sehidup semati dengannya, seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya. Hanya saja impian indahnya tak pernah menjadi kenyataan dan justru membawa duka selama bertahun-tahun dan Singto harus menanggungnya sendirian. Namun, kini ia memiliki Krist. Ia bersyukur akan hal itu.

Ia menatap deretan tamu yang tengah memandang ke arahnya, menunggu keduanya mengucapkan janji suci, menunggu acara ini dimulai dan menjadi bagian kebahagiaan Singto. Segalanya baik-baik saja, berjalan lancar sampai Krist ingin mengucapkan kata 'iya' dari bibir tipisnya. Namun, seseorang datang dan mengacaukan segalanya.

"Tunggu!"

Singto berdiri diam, menatap Pamannya yang terlihat penuh amarah, ia menunjuk ke arah Krist dengan tatapan penuh gejolak emosi, Singto tak tahu apa yang terjadi, awalnya hubungan Krist dan keluarganya berjalan baik, tetapi ini benar-benar membuatnya terkejut. Memang Pamannya baru melihat Krist sekarang, karena beliau tinggal di luar negeri selama beberapa tahun belakangan, tetapi menghambat acara pernikahannya itu bukan sesuatu yang baik.

"Kau tidak bisa menikahinya."

"Apa maksud Paman?"

Tangan Singto menggenggam tangan Krist erat, menyembunyikan pria itu di balik punggungnya, meskipun ia tahu Krist seorang pria dan bisa menjaga diri dengan amat sangat baik, tetapi Singto tak mau ada keadaan darurat yang nanti menimpanya, jadi ia melakukan itu untuk melindungi Krist.

"Dia pembunuh, kau tidak bisa menikahi mantan narapidana sepertinya."

"Hah?" Singto terkejut, raut wajahnya memucat. Ia menatap ke arah Krist yang tak kalah terkejut, "Paman, aku mohon jangan membuat situasi ini sulit."

"Ini kenyataannya Singto dan apakah kau tahu siapa yang pembunuh itu bunuh?"

Singto mencoba untuk menenangkan pikirannya dari hal ini, meskipun kenyataan ini menghantamnya dan membuat jiwanya kacau, hanya saja ia mencoba untuk tenang.

Krist pembunuh?

Bagaimana mungkin seseorang terlebih lagi Pamannya, mengatakan jika malaikatnya itu pembunuh tepat di depan matanya?

"Aku tidak tahu apapun tentang itu, tapi itu tidak akan mempengaruhi hubunganku dan Krist. Bukankan itu masa lalu? aku tidak apa-apa dengan hal itu. Setiap orang punya masa lalu dan berhak mendapatkan kesempatan untuk berubah," Singto tersenyum lembut pada Krist, "semuanya akan baik-baik saja, tidak apa-apa."

The Meaning That Disappeared Where stories live. Discover now