Part 1: Gerbang

272 17 1
                                    


"Jika hakikat manusia itu diartikan sebagai individu yang selalu mengharapkan kebahagiaan di dunia, maka aku bukanlah golongan darinya. Jika syarat menjadi manusia seutuhnya adalah harus hidup di sekeliling orang-orang terkasihnya, maka aku lebih baik mengundurkan diri dari jabatan sebagai manusia. Jika definisi dari neraka dunia ialah sebuah kehidupan yang dipenuhi penderitaan dan cobaan, maka itulah hidupku".

Kamu tau pemandangan jenis apa yang paing aku suka? Jikalau perempuan pada umumnya lebih menyukai pemandangan alam beserta bunga-bunga yang mulai bangun dari kuncupnya, maka aku jauh dari semua itu. Aku lebih suka melihat sekumpulan manusia yang nampak tertawa lepas bersama orang-orang terkasihnya. Sungguh tiada hal yang lebih indah dari pemandangan tersebut. Mata yang memancarkan kebahagiaan, bibir yang mengeluarkan candaan hangan nan manis, pipi yang nampak berkerut oleh tarikan otot-otot pipi karena tawa. Aaah... alangkah indahnya pemandangan tersebut. Bahkan aku dengan sendirinya akan ikut merasa tentram bahkan hanya dengan memandangnya.

Tidak heran tiap kali usai melihat pemandangan seperti ini aku akan ikut tertawa dengan sendirinya. Pemandangan itu seakan menghipnotisku untuk ikut tersenyum merasakan kebahagiaan tersebut. Padahal aku sendiri lupa apa arti kebahagiaan sesungguhnya. Entah sudah berapa lama istilah itu berpalig dariku, aku sampai lupa menghitungnya. Aku selalu bertanya-tanya mungkinkah dosaku terlampau besar sehingga ia menjauhiku? Ataukah mungkin aku memang terlalu hina untuk bersanding dengan kebahagiaan tersebut? Entahlah, aku pun tak mengerti, yang jelas aku sudah mulai terlatih berjauhan darinya.

Orang bijak bilang bahwa tuhan tidak akan menguji hambanya di luar batas kemampuannya dan segala sesuatu yang ditetapkan olehNya ialah yang terbaik bagi sang hamba. Awalnya aku yakin, sangat yakin pada ungkapan tersebut. Namun, waku dan kenyataan memaksaku untuk tidak memepercayainya lagi. Mungkin bukan dalam artian tidak percaya, namun lebih ke meragukan dan entah kapan aku bisa percaya lagi pada kalimat tersebut. 

Assalamu'alaikum Calon MakmumWhere stories live. Discover now