Find You But Feel Like Losing You

1 0 0
                                    

Sedari pagi hingga hari menjelang malam rintik hujan tak henti – hentinya membasahi tiap helai dedaunan di pohon, angin pun tak berhenti bertiup menggugurkan dedaunan dan melambaikan ranting – ranting pepohonan. Musim penghujan telah memasuki waktunya, hampir setiap hari hujan selalu turun membasahi permukaan bumi ini.

Di dalam sebuah kafe kini aku berada dengan secangkir mocha latte panas di hadapanku. Ini bukan merupakan minuman favoritku, bahkan aku tak pernah memesan minuman ini sebelumnya. Hanya saja seseorang yang aq kenal sering kali memesan minuman ini, bukan hanya sering tapi dia selalu memesan minuman ini, dan kali ini aq ingin sekali mencoba merasakannya. Aku ingin mengetahui kenapa ia sangat menyukai minuman ini.

Tapi kini seluruh perhatianku sedang terpusat pada sebuah layar HP yang kini tengah kugenggam. Sebuah room chat tampil d layar HP itu, percakapan yang terakhir yang terekam di room chat itu tertangal setahun yang lalu. Sedangkan percakapan – percakapan lainya yang terekam di room chat itu terjadi tiap harinya. Aku merindukannya, rindu bunyi notifikasi pesan darinya, candanya, pertanyaan - pertanyaan perhatian darinya. Aku baca kembali rekaman perakapan kami di room chat itu dan kemudian aku tersadar bahwa selama ini selalu dialah yang memulai percakapan diroom chat ini. Menyadari itu membuatku merasa bodoh. Selama ini dia selalu ada di dekatku, memperhatikan setiap hal dalam hidpku,mulai dari yang paling besar hingga paling kecil. Ia selalu ada disaat semua orang menjauhiku tanpa pernah aku pinta, dan ia tak pernah sekali pun memintaku untuk membalas semua yang pernah dilakukannya untukku.

Dia adalah seorang selain orang tuaku yang percaya penuh padaku. Percaya pada semua yang kuyakini, walau kadangkala sesuatu yang kuyakini itu salah hingga membuatku terpuruk. Tapi ia tak pernah menyalahkanku. Ia selalu datang padaku dengan senyuman paling lebar di wajahnya dan mengatakan padaku semua akan baik – baik saja. Bahwa semua akan indah ada waktunya. Bahwa semua yang kita lakukan di dunia ini mempunyai resikonya masing – masing. Terlepas dari baik atau buruk hasil yang didapatkan yang terpenting adalah cara kita menyikapinya. Dan ia akan selalu berada di sampingku untuk mencegahku berjalan ke arah yang salah ketika aku berada di sebuah persimpangan.

Tapi apa balasan yang ia terima? Sebuah pengkhianatan. Pengkhianatan atas segala kepercayaan yang ia berikan. Ya, aku membalasnya dengan pengkhianatan terbesar yang kusesali dalam hidupku. Balasan sebuah kepercayaan adalah kepercayaan itu sendiri. Tapi disaat dia memberiku kepercayaan, aku membalasnya dengan keraguan. Dan kini ia pergi meninggalkanku, berlari dariku. Meninggalkanku sendiri dalam gelap ini.

Dering telpon berbunyi membangunkanku dari lamunanku tentangnya. Sebuah nama muncul di layar HP ku. Sebuah nama yang sangat ku kenal. Tanpa berlama – lama langsung kuangkat telpon itu. Terdengar suara seorang wanita di seberang sana. Ia berkata dengan terisak – isak hingga aku tak dapat mendengar jelas apa yang ia katakan. Aku memintanya untuk tenang dan bicara secara perlahan. Sedikit demi sedikit ia mulai dapat mengatur nafasnya walau masih ada suara isak tangis di sana. Ia pun kembali berbicara dengan suara yang lebih jelas dan dapat kudengar. Setelah mendengar apa yang ingin diberitahukan wanita itu aku pun bergegas bangkit. Membuat meja di depanku terangkat sedikit dan membuat cangkir mocha latte yang kupesan jatuh dan pecah di lantai.

Entah bagaimana aku menggambarkannya, tapi perasaanku saat ini sedang tidak karuan. Aku mencoba mengambil nafas dan menenangkan diri dan menghipnotis diriku sendiri bahwa tak ada sesuatu yang buruk terjadi. Aku bergegas meninggalkan sejumlah uang di atas meja untuk membayar secangkir mocha latte yang kupesan dan juga cangkir yang kupecahkan, lalu kuraih kunci mobilku di atas meja itu dan berlari menuju parkiran.

Kupacu kencang sebuah fortuner hitam milikku di atas jalanan yang masih basah dan tergenangi dengan air. Hujan masih turun dengan lebatnya. Menghalangi pandanganku, tapi tak memperlambat laju mobilku. Saat ini tak ada lagi yang kuperdulikan selain segera sampai ke tempat tujuan. Berita yang tadi kuterima seketika membuat jantungku berdetak sangat kencang. Keringat dingin pun terkujur di seluruh tubuhku.

Ku tancap pedal gas mobil ini dengan maksimal, memaksa mobil ini melaju di batas kecepatan maksimal tanpa memperdulikan licinnya jalan yang kulalui. Yang ada dalam pikiranku saat ini bahwa semuanya akan baik – baik saja, tak kan terjadi apa – apa. Berulang – ulang kali kalimat itu aku ucapkan.

Aku hentikan fortuner hitamku tepat didepan sebuah pintu otomatis, bunyi decit rem pun terdengar keras sehingga membuat orang – orang di sekitarku terkejut bahkan hingga memakiku. Aku keluar dari mobilku dan bergegas berlari menuju pintu otomatis itu tanpa sempat menutup kembali pintu mobilku. Sungguh tak ada lagi yang kuhiraukan saat ini.

Kulewati pintu otomatis itu dan dalam kebingungan aku mencari penanda arah. Seketika aku merasa dunia di sekelilingku berputar, aku tak dapat menemukan arah mana yang akan kutuju. Aku harus memfokuskan diriku. Menenangkan diriku sendiri, lalu aku pun melihat pertanda arah yang ingin kutuju. Aku berlari melewati lorong yang satu menuju lorong yang lain tanpa memperdulikan lagi apa yang terjadi di sekelilingku.

Hingga aku sampai di hadapan sebuah pintu besar berwarna putih dan seketika itu pula langkah kakiku terhenti. Dan kemudian kembali melangkah perlahan menuju pintu yang tertutup dengan rapatnya itu. Sebuah pintu dengan lampu berwarna merah di atasnya. Aku berjalan seolah hanya akulah satu – satunya orang dihadapan pintu itu. Meminta izin agar pintu itu membuka dan mengizinkanku masuk kedalamnya. Tetapi aku dapat mendengar samar – samar bahwa orang di sekelilingku memanggil namaku, bahkan beberapa diantara mereka memegangi tanganku, memeluk tubuhku, melarangku tuk melangkah lebih jauh. Aku sudah tak menyadari apa – apa lagi. Aku hanya berharap semua ini hanyalah mimpi dan aku segera terbangun dari mimpi ini. Mimpi terburuk yang pernah menjadi kenyataan.

Ruangan putih itu begitu sunyi tak ada sedikit pun suara yang bergeming di dalamnya. Hanya ada desahan nafas yang terdengar. Di ruangan itu ia terbaring tanpa senyuman. Ia tertidur dengan sangat pulas di atas ranjang putih itu. Sebuah selang tergantung mengalir ke dalam nadinya. Wajah itu adalah wajah paling indah yang pernah kulihat. Sayangnya ketika kusadari itu, wajah itu tak lagi menampakkan senyumnya. Wajah itu pun tak menampakkan kesakitan.

Aku perlahan mendekati ranjangnya, takut suara langkah kakiku akan membuatnya terbangun. Tapi sepertinya ia sama sekali tak terganggu dengan suara – suara di sekitarnya. Ia tetap tertidur tanpa bergerak sedikitpun. Aku disini, disampingnya, menemaninya, menunggunya terbangun dan tersenyum kembali padaku. Menunggu bibir yang telah mengering itu memanggil namaku. Menunggu mata itu terbuka dan memperlihatkan kedua bola matanya yang indah itu padaku. Aku genggam tangannya, kubelai lembut rambutnya, berharap ia akan terbangun karenanya. Tapi sepertinya semua itu tak mempengaruhi tidurnya yang lelap. Membuatku bertanya seindah apa mimpinya hingga ia tak ingin terbangun dari tidurnya itu. Adakah aku dalam mimpi indahnya itu?

Pipiku terasa basah, tanpa kusadari air mata jatuh membasahi pipiku. Ia di depanku, ia dihadapanku, aq menggenggam tangannya, aku membelai rambutnya. Tapi semua itu terasa kosong tanpa senyumnya. Oh Tuhan, inikah hukuman untukku? Hukuman atas apa yang telah kulakukan padanya? Apakah saat ini ia sedang menghukumku? Menghukumku dengan diamnya? Karena ia tahu satu – satunya yang paling kutakuti adalah tak dihiraukan olehnya. Aku menyesal! Aku sungguh menyesal! Aku adalah orang paling brengsek di dunia ini! Aku mohon maafkan aku... maafkan keegoisanku, maafkan segala keraguan yang kumiliki padamu. Tak bisakah kau cabut hukuman ini dariku? Sungguh aku merasa tak bisa bernafas melihatmu mendiamkanku seperti ini. Pukul aku! Tampar aku! Maki aku! Aku lebih rela kau melukaiku secara fisik.

Tak pernah kubayangkan aku akan berada disini, menggenggam tanganmu tanpa melihat senyumanmu, tanpa mendengar suaramu. Tanpa kusadari air mata ini telah menjadi begitu besar. Hatiku sakit. Kumohon bangunlah! Akan kulakukan apa pun maumu! Aku mohon! Aku berlutut di depanmu, memohon padamu.

Cukup sekali aku merasakan kehilanganmu,

Aq tak akan membiarkanmu pergi untuk yang kedua kalinya dari hidupku

Tak tahukah kau seberapa perihnya luka itu

Sakitnya aq ketika kau pergi

Sakit yang tak akan pernah mau kuulangi lagi

Jangan pergi

Aku mohon padamu

Tetaplah disisiku 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 10, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Never Know It Hurt Me Too When You HurtWhere stories live. Discover now