SEPARATIS

44 6 4
                                    

Butir-butir embun menyapu wajahku pagi ini kembali aku menuju rumah seorang yang berharga dalam kehidupanku, aku tak tahu siapa yang akan aku temui pagi ini entah ia pribadi perfeksionis atau remaja kekinian aku berharap hari ini menyenangkan, rumahnya tidak jauh dari tempatku tinggal sepertinya sebentar lagi aku akan sampai pagar coklat rumahnya sudah terlihat jelas aku akan mencoba masuk semoga saja ia tidak kemana-mana.

“Hai” sapanya setiba aku di rumahnya

“Hai, apa kabar?” Balasku

“Aku baik, ayo masuk kau terlihat seperti orang asing saja”

Aku melihat banyak buku berserakan di atas meja aku tak tahu siapa yang suka membaca diantara mereka.

“Kenapa banyak buku berserakan? Siapa yang membacanya?”

“Kamu tahu kenapa kita harus membayar listrik di dunia ini sayang?”

“Tidak, memang kenapa?”

“Dahulu, ada seorang ilmuan yang bernama Nicola Tesla yang menemukan listrik tapi sayangnya dia memiliki saingan yang sempat berkuasa di pemerintahan dan lawanya itu membuat model listrik baru dan membuatnya berbayar, sebenarnya dunia ini sederhana saja hanya dari manusia untuk manusia sayang”

Desiran Kipas angin yang berputar diatas ruang tamu ini terdengar jelas ditelingaku aku hanya bisa terdiam dan mendengarkan semua yang dia bicarakan apapun itu aku tak paham sama sekali. Tak lama setelah ia berbicara ia pergi ke arah dapur dan kembali ke arahku dengan pakaian rapi, bersih dan tidak ada kecacatan sedikitpun. Aku langsung tahu ini siapa?

“hai Revan, kamu dari mana saja?”

“hai sayang, sudah berapa lama kau disini?”

“Belum lama”

“Kenapa kau biarkan buku-buku ini berserakan? Ini pasti ulah Noval yang hanya bisa membaca tapi tak pernah merapikannya”

Sembari merapikan semua buku itu aku tak sempat menoleh kearah mana pun ia mengoceh tentang Noval berarti yang tadi berbicara denganku Noval, kutu buku yang lusuh. Akhirnya aku ikut membersihkan semua buku yang berserakan itu, Revan memang sosok yang aku idamkan, sifat perfeksionisnya membuatku jatuh cinta berkali-kali. Tak berapa lama kami bersenda gurau matahari sudah mulai melonjak tinggi, saatnya aku harus berangkat kerja, hari ini aku masuk midle tepat pukul 11 pagi ini aku harus sampai di kantor. Aku pamit dengan mereka dan bergegas menuju kantor, mengejar bus yang harusnya masih belum berangkat dari halte yang dekat dari sini, namun perkiraanku ternyata salah bus yang kutunggu sudah berangkat dan aku hanya bisa diam mencoba meminta izin untuk tidak masuk kerja hari ini, kutelan kesalahan ini mentah-mentah berharap penyesalan tak akan datang terlambat lagi, seandainya saja aku tidak terlalu menyepelekan waktu mungkin aku sudah bisa masuk kerja hari ini, keberuntunganku masih belum selesai aku kembali diselamatkan sepertinya, dari kejauhan aku melihat mobil yang pergi kearahku, aku rasa kenal siapa pribadi ini, benar itu Kevin dari kejauhan aku melihatnya menyetir mobil kearahku, diantara mereka kelvin lah yang paling kekinian, aku selalu terhibur dengan sikapnya kali ini ia berikan aku kejutan lagi dengan datang disaat yang tepat.

“hai sayang, kau pasti ketinggalan bus lagi, sudahlah berhenti saja bekerja ditempat sejauh itu, ayo naik”

“kau tidak pernah berubah selalu datang tepat waktu”

“iya dong, Kevin gitu loh”

Kevin merupakan pribadi seperti layaknya remaja kekinian yang tak pernah berhenti menyelamatkanku saat genting tiba, dia orang yang ekspresif bisa membuat kita bahagia dari setiap tindakannya. Sekarang kami dalam perjalanan kantorku, padahal aku sudah minta izin untuk tidak masuk hari ini tapi tidak masalah ini jauh lebih baik.

“Btw, Revan kemana?”

“sudahlah jangan tanya dia, sekarang giliranku”

“oke, tapi kita kemana? Ini bukan arah kantor”

“tenang saja sayang, aku tau banyak soal jalanan”

Aku merasa sedikit berbeda ketika aku menanyakan Revan padanya, tapi setelah kuperhatikan dia masih bertingkah seperti Kevin, berarti tidak ada apa-apa kami terus menyusuri jalan yang bahkan tidak pernah aku tempuh, aku lihat sekeliling jalanan mulai sepi, tidak ada rumah di tepi jalanan, bahkan aku tidak melihat penduduk sekitar sekelebat saja aku mulai khawatir.

“sepertinya kita tersesat”

“Tidak sayang, sebentar lagi kita akan sampai”

Hingga dalam kurun waktu beberapa menit dia menghentikan mobil di sebuah gubuk yang entah punya siapa dan apa isinya, untung saja aku sudah minta izin tidak hadir bekerja hari ini, aku rasa ada yang tidak beres.

“Kenapa kau membawaku kesini ?”

“Ayo sayang kita habiskan hari di gubuk kecil ini”

“Apa-apa an ini Kevin!”

“Ayolah mereka semua tidak ada yang berani mengajakmu kencan bukan?”

“Tidak, aku tidak suka hal seperti ini, kamu bukan Kevin, siapa kamu?”

Mendengar pertanyaanku dia langsung memaksaku keluar seraya menyeret tanganku ke arah gubuk tua itu, aku mencoba melawan tapi percuma dia terlalu kuat, aku mencoba berteriak juga tak ada yang merespon.

“Tenang saja sayang, tidak ada siapa pun disini, kau bisa berteriak sesuka hatimu”

Aku mulai panik, melakukan segala cara untuk melarikan diri tapi terlambat sudah tanganku sudah berada di belakang diikat dengan tali sekuat tenaga, begitu juga kakiku bagian pergelangan kakiku sudah ditaklukannya, aku tidak bisa membuat perlawanan apapun, dia mulai mencoba meraba bagian sensitif tubuhku, sepertinya ia sudah lama berniat melakukan ini, perencanaan yang sungguh matang sekali tidak ada lagi yang bisa kulakukan, aku mulai pasrah dengan takdirku sesosok wanita diperkosa di gubuk tua tak berpenghuni ditemukan dalam keadaan tanpa busana, seperti itukah caraku mengenalkan diri pada masa? Seraya pasrah dengan semua itu setitik ingatan muncul dikepalaku seketika dia mulai membuka bajuku, aku berteriak dengan lantang “Robi Al-Khawarizmi” seketika dia terpental ke belakang memegang kepalanya, tidak sampai disana dia masih mencoba kembali kearahku dengan marah, aku kembali meneriakkan “Robi Al-Khawarizmi...Robi Al-Khawarizmi...Robi Al-Khawarizmi” dia mulai tampak kesakitan mengguncang kepalanya dengan kedua telapak tangannya, tak lama setelah itu dia terdiam untuk beberapa waktu dan mulai menatapku kembali, untung saja aku ingat isi secarik kertas yang di wasiatkan dokter lama kepadaku yang berisikan “jika kondisi memburuk panggil nama aslinya Robi Al-Khawarizmi”

“Astaga, apa yang terjadi Marry?”

“Aku tidak tahu siapa itu? Tapi diawal Kevin yang membawaku kesini”

“Bukan, aku tahu ini ulah siapa, pasti Rian dia memang begitu tak bisa melihat sosok wanita, bawaannya hanya hal-hal negatif saja”

“Aku tidak pernah mendengarnya selama ini”

“memang dia sudah dipaksa untuk tidak keluar, dulu ketika dokter psikiater menghadapi kami, dia meninggalkan sebuah kutukan agar Rian tidak bisa keluar sampai akhirnya ada yang mencintai salah satu dari kami dengan tulus”

“...” sepertinya itu terdengar cukup masuk akal.

“dan kau pasti mencintai salah satu dari kami, itu sebabnya kutukannya lepas”

Usai ia mengoceh sembari melepaskan semua ikatan yang ada di tangan dan kakiku kami mencoba keluar dari tempat itu dan menuju rumah secepat mungkin, untungnya aku hanya lecet saja tidak ada yang parah. Ternyata masih banyak yang perlu aku perlu aku pelajari setelah kepergian dokter psikiater yang lama, sekarang aku harus bisa menggantikan posisinya. Bagaimanapun itu aku harus bisa menaklukan mereka semua, tiba-tiba ketika dalam sunyinya perjalanan ini dia kembali berkata “Permainan kita belum selesai sayang”, sekarang aku sadar betapa susahnya dokter lama menghadapi mereka yang terkena penyakit disosiatif.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 26, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SEPARATISWhere stories live. Discover now