i. berakhir

402 119 48
                                    

Arloji sudah menunjukkan angka dua. Tapi aku masih bisa menghitung berapa jumlah mahluk bernama manusia yang sedang berbagi oksigen di kafe, totalnya baru tujuh manusia dari sekian manusia yang diundang.

Ponsel pintarku pun seakan tak sabar menunggu, sehingga memuntahkan notifikasi dari mereka yang datang terlambat dan beralasan, terkena macet, menolong dinosaurus yang menyebrang atau harus mengurus ayamnya yang terkena demam berdarah dan alasan yang tak kalah aneh lainnya walau sebenarnya mereka yang mengusulkan acara kecil-kecilan ini,

aku tahu mereka hanya berbohong. Mungkin saja mereka sebenarnya masih menyimpan energinya dengan mode tiduran di tempat tidur. Aku juga sebenarnya tidak mau repot-repot datang kesini, namun aku masih berharap seseorang yang tak kuketahui namanya dan orang yang membuatku jatuh cinta ini, datang ke sini karena aku tahu dia juga berasal dari kelas yang sama denganku, aku memang sangat payah dalam segala hal termasuk mengingat nama orang.

Tapi aku masih ingat beberapa nama, seperti--

"Hey gais! Gue telat sebentar doang kan? Biasa jalanan macet, terus helikopter gue lagi gabisa dipake nih, makanya terpaksa gue kesini pakai mobil jadi kena macetnya deh" -- gadis ini salah satunya, Bella namanya.

Bagaimana orang yang payah mengingat nama seperti aku ini masih ingat namanya walaupun tiga tahun berlalu?

"Astaga lo Marisa? Wah keren sekarang ya lo! ternyata lo bisa pake baju yang modis juga ya, padahal dulu baju promnight lo aja udah kaya baju orang jaman dulu sampe-sampe mang mamat, si satpam ngira lo setan noni noni belanda soalnya baju lo kuno banget!" katanya sambil tertawa kencang diikuti suara ketiga temannya. Ya, bagaimana aku bisa lupa dengannya? Dia ini sangat suka merendahkan orang lain. Aku hanya menampilkan senyum terpaksa untuk menanggapinya.

"Terus lo kok masih kurus aja sih? Gila liat nih tangan lo, gedean juga tangan anjing gue dirumah. Awas kalau ada angin, bisa-bisa lo kebawa terbang sama anginnya," lanjutnya. Puas melihat wajahku yang sudah kaku ia beralih ke arah yang lainnya.

"Arini? jerawat lo ga ngurang-ngurang ya dari dulu! Malah makin banyak aja. Panen jerawat ya? Nih ya kalau jerawat itu jangan disayang-sayang nanti bisa-bisa lo yang ga disayang sama laki lo nanti." Perempuan bernama Arini itu hanya menundukkan kepalanya. Namun seakan tak peduli ia terus mengomentari fisik manusia-manusia disini seakan dia sendiri sudah sempurna.

"Hai Denia udah lama banget ga ketemu!" Bella merangkul Denia, walaupun Denia terlihat tidak nyaman, Bella, Ratu nyinyir yang terkenal seantoro sekolah ini melanjutkan penilaiannya.

"Gila badan lo makin lebar aja, tambah gembrot! Kayak abis ngelahirin anak sapi aja, ibu gue aja abis ngelahirin aja tetep bohay tuh kaya gue, eh jangan-jangan lo emang abis ngelahirin?"

Sialan. Mulut perempuan ini jika tidak dihentikan akan menjadi jadi dan bisa-bisa semua orang disini akan pulang sebelum aku sempat melihat laki-laki yang kusuka.

"Bella hentikan, omonganmu membuat orang-orang disini tak nyaman dan jujur saja aku juga tersinggung atas ucapanmu tadi, gaun promnight itu gaun favorit milik mediang ibuku dan tak sepantasnya kau bilang begitu!" kataku dengan nada yang meninggi. Semua orang disitu memandangku dengan berbagai macam tatapan.

Bella sendiri hanya diam kemudian tertawa, memecahkan keheningan yang kuciptakan.

"Gue kan cuman bercanda! Gitu aja marah, lebay banget sih lo! Jadi orang tuh jangan baperan, ga asik banget hidup lo!"

Sumpah serapah untuknya sudah tersimpan di ujung lidahku namun aku masih berusaha menahannya.

"Bercanda kamu bilang? Kamu berusaha menarik semua perhatian orang disini? Dengan merendahkan orang lain dan membawa bawa keadaan fisik orang lain, dan kamu seenaknya bilang hanya bercanda? Lihat dulu dirimu sudah sempurna atau belum sebelum merendahkan kami, bahkan Tuhan yang sempurna tidak pernah menilai kami dari fisiknya! Aku pamit pulang duluan, aku tak tahan harus berbagi udara dengan orang sepertimu." Aku membereskan barang-barangku dan berjalan ke pintu luar. Namun sebelum aku keluar aku berbalik. Dan melihat wajah Bella yang merah padam menahan emosi. Aku tersenyum sinis.

"Oh ya tadi kamu bilang aku ga asik? Justru kamu yang ga asik! Bercanda kok bawa bawa fisik, seperti ga punya bahan candaan yang lain saja!" Setelah melihat wajah Bella yang makin mirip setan, akupun berjalan keluar dari kafe.

Tak apalah aku tak bertemu laki-laki yang kusuka dari pada harus berbagi tempat dengan orang yang merendahkan namun bilang itu semua hanya bercanda.

Karena tak semua orang dapat menanggapi candaan merendahkan itu dengan santai.

_____
697 kata
9:36|08/04/2020
Salam dari Sha yang sedang dikurung dirumah

Bonus
______

Marisa baru saja keluar dari cafe dengan wajah yang tak mengenakkan, pikirannya tak fokus hingga ia melewati seorang laki-laki saat keluar dari cafe yang mendengarkan pembicaraan didalam dari tadi.

"Keren, mungkin aku harus berkenalan dengannya."

🎉 Kamu telah selesai membaca Mereka Yang Merendahkan Tapi Katanya Hanya Bercanda 🎉
Mereka Yang Merendahkan Tapi Katanya Hanya BercandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang