Satu

482 53 16
                                    

(disclaimer)

:this is only a work of the author's imagination. Events, opinions, and personalities narrated in the story does not necessarily reflect real life scenarios and characteristics of the idols involved



"Doyoung, bisakah kau tidak pergi? kapal kita akan berangkat ke Hokkaido satu jam lagi," Sejeong merajuk sambil menelungkupkan kepalanya ke atas bantal. 


Tidak jauh dari sana, Kim Doyoung, masih terlihat kelelahan dengan keringat yang menempel di dahi yang membuat rambutnya lengket, duduk di ujung tempat tidur. Dia masih setengah sadar dan bertelanjang dada menyeret dirinya sendiri ke toilet, bergegas cuci muka. 


"Hyaa," Sejeong memaki, "Kurang ajar, kamu mau pergi begitu saja setelah memakaiku? yang benar saja!"

Doyoung yang baru saja keluar dari toilet terkekeh, lalu beringsut mencium kening Sejeong yang juga basah oleh keringat. "Bukan begitu sayang, aku harus pergi, ada urusan sebentar,"


Sejeong masih cemberut, "Urusan apa? sepenting itu sampai harus pergi sekarang?"


Doyoung tertawa lagi, Sejeong ini terkadang bisa sangat overprotective, "Aku berjanji untuk menghubungi Appa dan mengirimkan surat wesel kepadanya sebelum aku pergi ke Hokkaido,"


"Tidak bisakah Lee Taeyong melakukannya untukmu?" Sejeong masih bersungut-sungut. Masih tidak rela Doyoung pergi.


"Kau tidak bisa terus melibatkan asistenmu untuk menyelesaikan masalah kita, lagipula kan aku hanya pegawai biasa,"


Sejeong duduk bersandar ke punggung tempat tidurnya dengan memeluk selimut. Rambutnya masih acak-acakan. "Taeyong akan melakukannya dengan senang, dia kan asistenku, dia akan bisa sangat diandalkan, bilang saja suruh mengirimkan wesel ke mertuaku," 


"Tapi Sejeong," Doyoung menoleh, "kita belum menikah,"


"Aaaaah pokoknya jangan pergiii, yaa yaa," Sejeong merengut masam melihat postur Doyoung yang tercermin di cermin yang tinggi itu. Dia berada di tengah-tengah mengenakan kemeja mahal yang diberikan Sejeong sebagai hadiah promosinya di kantor Ayah Sejeong.

Doyoung diam saja. Tidak menanggapi saran Sejeong yang setengah serius dan setengah menggoda. Dia memakai ikat pinggangnya dengan cepat, lalu menutupi tubuhnya dengan mantel.

Sejeong menghela napas panjang. Bukan tanpa alasan Doyoung dijuluki di jenius bertampang dingin di kantor.

Dia mungkin masih enam bulan bekerja di kantor ekspor impor barang milik Ayah Sejeong, tapi dalam waktu singkat mampu mencuri kepercayaan orang yang cukup berpengaruh di bidang bisnis itu.


-- Sekaligus mencuri hati putri kesayangannya.

Doyong menghampiri Sejeong. Membungkuk dan mencium keningnya, "Aku akan pergi ke Bank dan akan segera kembali, paling lama 30 menit,"


"Doyoung,"


"Hmm?" Doyoung sudah membuka pintu hotel saat suara Sejeong yang agak serak menghentikannya.

PandoraWhere stories live. Discover now