PART I

31 4 1
                                    

Aidan terhuyung mencari rumah. Giginya bergemeretak ngilu di bawah guyuran hujan, sebab tubuhnya remuk penuh gores dan membiru. Ada luka terbuka di bahu kirinya, cidera di belakang kepalanya, rusuknya patah.

Darah dari kakinya meleleh ke tanah, menjadi tapak merah yang kemudian dikikis bulir air dari langit. Hanyut dalam aliran darah yang mengalir melewati tubuh pria itu tanpa usaha. Ia basah, putus asa mencari penopang. Remuk.












Kumohon.













Pikirannya melompong. Rintik hujan yang jatuh ke atas dagingnya, menusuk-nusuk seperti cambuk, membuat Aidan makin tidak mampu. Ia tak lagi dapat mendengar apa-apa, kecuali detak jantungnya sendiri: berdentum.













Jeon–







Berdentum.







Soyoung ..








Berdentum.

Aidan dan bajunya yang terkoyak bersimbah darah campur tanah basah. Ia meneriakkan makian kasar pada semesta yang pernah berkata mencintainya. Ia seorang diri sekarang.

Pandangannya mengabur.

Berdentum, lalu sesuatu membuatnya terjatuh. Keras dan fatal ketika dagunya terantuk aspal. Aidan telah sampai pada batas kekuatannya.

***

Sepatu hak Soyoung mengetuk-ngetuk lantai ketika ia berjalan melintasi lorong rumah sakit yang panjang. Dua belas jam lalu, ia menerima kabar dari penjaga rumah bahwa suaminya tergeletak tak sadarkan diri di depan gerbang mereka. Bagaimana bisa? Soyoung telah menghabiskan waktunya seharian cemas dan bertanya-tanya. Lokasi kecelakaan suaminya begitu jauh dari rumah, bagaimana bisa Aidan pulang?

Jalan kaki? Soyoung telah menimbang kemungkinan itu. Yang benar saja.

Ketika ia sampai ke depan pintu kamar, Soyoung mengangguk pada dua bodyguard yang berjaga. Mereka memberi hormat singkat, kemudian memempersilahkan Soyoung masuk. Pintu terbuka pada lorong pendek yang mengarah ke tempat Aidan terbaring. Mata suaminya tertutup, nampaknya masih di bawah pengaruh anestesi.

Kata mereka, sebuah keajaiban Aidan masih hidup. Apalagi supir yang bersama suaminya, langsung tewas dalam kecelakaan dini hari tersebut. Seharusnya Aidan juga sama, sebab Soyoung telah membayar si supir untuk mengendarai mobil Aidan masuk jurang. Soyoung tahu supirnya terjerat hutang judi, jadi ia memanfaatkan momentum dengan berjanji melunasi semua hutang karyawannya itu asalkan Aidan mati. Tapi jangankan meninggal, Aidan malah tiba-tiba muncul di depan rumah.

Tuhan begitu sayang padamu, hah?

Lama Soyoung berdiri menjulang di samping tubuh suaminya. Menatap wajah yang lebam itu dengan penuh kebencian. Aidan jauh dari kata tampan saat ini, dengan luka jahitan dan ruam-ruam di wajahnya. Tapi bukan itu yang Soyoung mau.

Haruskah ia bicara pada Dokter Park, agar mau bekerja sama membunuh Aidan? Jemarinya yang lentik bermain pada saluran infus sang suami sembari ia berpikir. Soyoung harus hati-hati kalau tak ingin rencananya gagal lagi. Salah selangkah saja, dan Soyoung tahu ia dapat kehilangan kekayaan Aidan selamanya.

Tapi tiba-tiba napasnya tercekat.

Oh. Ia tercenung. Diam-diam sudut bibirnya terangkat, pun, perasaannya. Soyoung punya akal.

To Be Continued

The Secret (He) KeptWhere stories live. Discover now