PROLOG

41 7 2
                                    

   Sore.
Entah kenapa, aku sangat menyukai kata itu. Karena keindahan langitnya, mungkin? Ah, aku tidak begitu peduli. Yang pasti, sore hari adalah favoritku. Langit orange yang mempesona akan menyita perhatianku. Matahari yang hendak tidur akan menjadi santapanku. Seperti sore ini.
   Tapi sore ini, ada yang berbeda. Suatu perbedaan kecil sebenarnya. Tapi, perbedaan kecil ini sungguh mengubah suasana sore hari yang seharusnya menyenangkan.
   Putriku, Annie bertanya tentang papanya.
   Sungguh, aku tak tahu harus bicara apa. Lelaki yang menjadi suamiku itu sudah pergi sejak 5 tahun yang lalu, saat Annie baru berumur satu tahun. Tidak, kami tidak cerai. Lelaki itu hanya memiliki urusan mendesak di rumah salah satu temannya. Jujur, aku pun tak tahu urusan mendesak apa itu. Yang pasti, kuharap dia tidak selingkuh. Mengingat sifatnya yang seperti iblis itu, aku jadi ingin marah karena dengan teganya dia meninggalkan istri dan putri semata wayangnya sendirian di mansion besar ini. Tidak hanya berdua, sih. Ada cukup banyak pelayan yang tinggal di rumah ini. Hanya saja, pelayan pelayan itu sama sekali tidak berarti untukku. Aku hanya ingin dia kembali. Sekedar untuk bertukar sapa dengan Annie.
   Lihatlah akibat dari kepergiannya yang begitu lama. Aku tak bisa menikmati sore hari ini dengan tenang. Annie sejak tadi merengek untuk bertemu lelaki brengsek itu. Oh ayolah, Annie. Aku juga tidak tahu dimana papa-mu berada. Kalau seandainya aku tahu, lelaki itu pasti sudah kuseret paksa untuk pulang dan tidak kubiarkan dia keluar mansion selama sebulan.
    Para pelayan juga tampak bingung menangani Annie yang semakin merengek. Dia mulai berteriak, mengulangi perkataan yang sama,
  "Annie mau ketemu papa! Ketemu papa!"
   Aku mulai habis kesabaran. Tanpa sadar, aku membentaknya. Memarahinya dengan keras. Ini pertama kalinya aku begitu meledak dengan Annie. Bagaimana lagi, anak itu benar benar merepotkan. Sudah kukatakan kalau papanya akan pulang. Dia masih saja merengek. Maafkan mama, Annie. Besok ketika papamu kembali, mama pastikan dia akan di sisimu sampai mati.
    Akhirnya setelah dimarahi, Annie menurut untuk masuk ke kamar. Tanpa perlu dipaksa para pelayan, dia pergi (baca:berlari) meninggalkan ruanganku. Aku menghela napas, merepotkan.
     "Elise, perhatikan Annie. Panggil dia turun ketika sudah waktunya makan malam," perintahku.
   Elise mengangguk paham, dia keluar meninggalkan ruangan.
  Para pelayan yang tersisa segera memahami suasana. Mereka keluar ruangan untuk memberiku ketenangan.
   Aku menghela napas panjang. Ini sore yang menyebalkan. Aku sama sekali tidak berniat membentak Annie. Hanya saja, yang menunggu kepulangan papanya itu tak hanya dia. Semua penghuni mansion ini juga menunggunya, termasuk aku. Yang benar saja. Hei lelaki brengsek, kamu di mana sih? Kamu pikir menunggu itu menyenangkan? Setelah semua yang terjadi, kamu akan meninggalkanku lagi? Hei, tak puaskah kamu sudah men-sekiankan-ku dengan berbagai macam wanita di luar sana? Kini, kamu juga akan menduakan putrimu dengan temanmu yang bahkan aku pun tak tahu namanya. Hei lelaki brengsek, aku tahu kamu itu iblis. Tapi tak bisakah kau bersikap seperti malaikat untuk Annie? Aku menunggumu, bodoh.
   "Aku merindukanmu."
###
   "Nyonya, Nona Muda Annie tidak ingin keluar dari kamarnya. Sepertinya dia sedang menangis."
  Aku menghela napas pendek mendengar ucapan Elise. Ini sudah dua jam sejak aku membentaknya. Apa kini dia tidak ingin bertemu denganku? Ah, aku memang bodoh. Annie adalah putriku. Tentu saja dia mewarisi sifat keras kepalaku. Rasanya sepi jika makan malam tanpa Annie.
    "Haru, siapkan makanan untuk Annie. Biar aku yang membawanya ke kamar," ujarku menyuruh seorang pelayan.
   Tak perlu menunggu lama, aku sudah berdiri di depan kamar Annie dengan nampan makanan. Fiuh,,,tenang, dia itu putriku sendiri. Dia...tidak mungkin mengusirku dari kamarnya, kan?
   Cklek.
Pintu itu kubuka. Pemandangan menyedihkan tersaji di hadapanku. Lihatlah, putri tersayangku itu sedang terbaring di atas kasur. Dia menutup tubuh sepenuhnya dengan selimut. Lampu kamar tidak menyala, hanya menyisakan cahaya lilin yang ada di meja.
   Aku menghela napas. Kuletakkan nampan berisi makanan itu ke atas meja, kemudian duduk di bibir kasur.
   "Annie, makanlah dulu. Mama akan menyuapkanmu," ucapku seraya membuka selimut yang menutupi tubuhnya. Annie mengalihkan pandangan. Dia kini membelakangi ku tanpa mau menatapku. Ayolah, Annie. Jangan buat aku merasa bersalah lebih dari ini.
   "Annie, papa akan pulang. Cepat atau lambat, dia pasti pulang." Kecuali kalau dia berselingkuh, dia tidak akan kuizinkan hidup di dunia ini.
  Annie segera berbalik menatapku. Kantung matanya terlihat jelas, mata indahnya itu juga tampak bengkak. Apa dia benar benar menangis selama 2 jam?
   "Sungguh, ma? Papa akan pulang? Itu pasti, kan?" Annie bertanya antusias. Suaranya serak, nampak jelas habis menangis. Ah, sedih sekali. Kenapa putriku ini harus mengalami perasaan yang sama denganku ketika masih muda dulu? Hei, tunggu. Sekarang pun aku masih muda.
  Lupakan.
Aku hanya tersenyum seraya mengangguk, menyodorkan makan malam kepada Annie.
   Annie menggeleng, menolak untuk makan.
"Annie tidak lapar, ma. Mama saja yang makan. Mama juga belum makan, kan?" Ujar Annie.
  Aku tertegun. Bagaimana anak ini bisa tahu kalau aku belum makan?  Apa dia punya indera ke-enam?
  "Mama sudah makan, sayang. Ayo makan dulu. Setelah itu, beristirahatlah," jawabku berusaha berbohong. Pasti Annie hanya menebak. Sejak tadi, dia di kamar. Dia tidak tahu yang terjadi di luar sana.
  Annie mengangkat sebelah alisnya. Dia mengangguk pelan seraya mengambil makanan dari tanganku. Lihat, kan? Annie hanya menebak.
  "Nih," tangan Annie yang memegang sendok terulur ke arahku, "Annie tahu kok kalau mama belum makan. Mama selalu tidak makan sebelum aku makan. Mama juga selalu tidak tidur sebelum aku tidur. Mama juga selalu mengecupku setelah aku tertidur. Mama juga tak pernah tidur sejam pun saat aku sakit. Aku tahu semua tentang mama, kok."
   Aku tertegun lagi. Anak berumur 6 tahun ini begitu dewasa. Bagaimana bisa? Dan lagi, dia tahu semua tentangku? Tunggu...apa dia juga tahu kalau aku dari...
   "Annie, mama berasal dari mana?" Tanyaku serius. Annie menatapku bingung.
  "Bukannya mama dari Skotlandia? Mama pernah bilang itu sama Annie dulu."
  Aku menghela napas lega. Syukurlah. Sepertinya takkan terjadi apa apa untuk saat ini.
    Aku tersenyum. Makan bersama di kamar sepi seperti ini ternyata menyenangkan juga. Apalagi Annie sudah ceria kembali. Aku bisa tenang sekarang.
   "Hei, mama." Annie menarik gaunku ketika aku hendak keluar kamar, "apa papa tidak sayang sama Annie? Apa papa pergi karena papa tidak suka Annie? Apa mama kesepian gara gara Annie? Apa ini semua karena kehadiran Annie?"
   Aku terkejut mendengar kata kata Annie. Apa apaan anak ini? Kenapa dia sampai berpikir seperti itu? Apa seseorang telah memprovokasinya? Jika iya, orang itu harus kubunuh.
   "Mama, apa Annie boleh bertanya?" Annie menatapku dalam. Tatapan yang menyedihkan.
  "Ada apa, sayang? Tanyakan saja," aku mengurungkan niatku untuk keluar. Sekarang, anak ini lebih penting daripada segalanya.
   Annie memainkan jarinya, itu adalah kebiasaan Annie saat sedang gugup. Sepertinya pertanyaan itu sangat penting. Aku semakin penasaran.
   Pertanyaan yang dia ajukan berhasil membuatku membulatkan mata sempurna.
   "Ano, mama. Apa Annie adalah...anak iblis?"
###
   BRAK! PRANG! BRUAK! BUK!
Aku melempar segala benda yang ada di kamarku. Bagaimana? Bagaimana bisa Annie tahu tentang itu? Siapa yang memberitahunya? Siapa yang menghasutnya? Siapa pun itu, dia akan kubunuh. Berani sekali dia membongkar rahasia yang berhasil kusimpan selama 6 tahun ini. Apa yang akan dikatakan lelaki brengsek itu jika tahu kalau rahasianya sebagai iblis sudah terbongkar? Apa dia akan menghancurkan kota ini? Gila! Aku benar benar marah sekarang. Seandainya orang yang menghasut Annie hanya berkata kalau papanya adalah iblis, mungkin aku tidak akan semarah ini. Tapi masalahnya, Annie tidak hanya berkata kalau dia adalah anak iblis. Aku masih ingat benar yang dia bilang,
   "Seseorang bilang padaku kalau papa bukan manusia. Tapi iblis berhati dingin. Dia pernah membunuh banyak orang tak bersalah dengan alasan perintah dari tuannya. Ada juga yang bilang kalau tuannya papa adalah bangsawan iblis. Jadi mereka berdua bersengkongkol untuk membunuh. Papa juga pernah berhubungan dengan wanita selain mama. Papa juga seorang pelayan tingkat tinggi yang berbakat melakukan segalanya. Dan papa...benci keberadaan Annie. Apa itu benar, mama?"
  Demi kecantikan Dewi Fortune, aku bersumpah kalau itu tidak benar. Memang betul kalau lelaki brengsek itu adalah seorang iblis, dia melayani bangsawan iblis, dia handal dalam segalanya, dan sering membunuh orang. Tapi soal membenci Anne, itu benar benar sebuah omong kosong.
  Yah, itu yang ingin aku katakan. Tapi yang keluar dari mulutku bukan kata kata itu,
  "Tidurlah. Besok kamu ada latihan tata Krama. Selamat malam, sayang."
   Ahhhhh!!!!
Aku sangat frustasi. Apa 'mereka' yang telah memberi tahu Annie soal itu? Apa apaan ini? 'Mereka' belum berhenti mengejar kami? Sampai kapan kami akan terjebak permainan kejar kejaran ini? Dan untuk apa mereka juga mengincar buah hati kami? Aku yakin, Sazha saat ini tengah berpikir keras untuk menjauhkan putranya dari kejaran paparazi itu. Aku kesal. Akan kubunuh mereka semua.
   "Fiuh..." Amarahku menurun perlahan. Serpihan barang barang yang kubanting dibiarkan saja. Aku tak peduli lagi. Besok, siapapun yang datang ke rumahku, siapapun yang berteman dengan Annie, siapapun orang tak dikenal mengajak berkenalan, akan ku musnahkan dari muka bumi ini.
    Aku memejamkan mata sebentar, kemudian menatap bulan purnama yang bersarang indah di langit. Ah, aku rindu lelaki brengsek itu lagi. Aku ingat betul pertemuan pertama kami yang tidak menyenangkan. Pertemuan pertama kami di Party the Haal.
###








Bagaimana? Jelek, ngga? Sorry kalau kurang menarik. Soalnya ini benar benar khayalanku banget. Saking sukanya aku sama Black Butler, aku punya berbagai koleksi black butler. Yang pasti, aku adalah Fangirl nya Sebastian😘😘

  Mohon doanya ya. Semoga aku tetap Istiqomah sama ni cerita. Maaf kalau banyak typo dll. Biasa, aku masih amatiran😭😭

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Legend of Another WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang