BAB 00

389 61 33
                                    

A L A N A
.
.
.
.
The Prolog
Happy Reading-!!

Merindumu adalah menemu sunyi
Seperti gerimis menuju tangis
Serupa puisi:
Sebait kata pada tubuh sepi
-dirinya sendiri.

Merindumu adalah menemu sunyi
Seperti detak dalam tubuh sajak
Serupa bunyi:
Rima yang tak henti-henti
Menyeru namanya sendiri.

Hujan ini turun kembali
Untuk kesekian kalinya
Mengingatkan mu
Mengingatkanku
Tentang rintik
Soal waktu yang sedetik.

Hujan ini turun lagi
Menetesi kedua pipi
Membasahimu
Membasahiku
Tentang kenang
Soal air mata yang berlinang.

Hujan ini turun lagi
Dari kata yang kau namakan puisi
Namamu
Namaku
Tentang cinta
Soal rasa yang pernah singgah.

Anggap saja hujan ini adalah kenangan,
Meski rintik yang sedetik, tapi mampu mengingatkan.

Anggap saja hujan ini adalah kerinduan,
Meski rintik yang setitik, tapi mampu mempertemukan.

Anggap saja hujan ini adalah aku,
Meski sudah tak lagi deras, tapi tetap membekas.

Aku rindu hujan,
Di setiap tetesan,
Pada matamu
Langit kesunyian.

Aku rindu hujan,
Di setiap percikan,
Pada detakmu
Gemuruh keheningan.

Aku rindu dirimu,
Di setiap hujan,
Pada namamu
Menderas kerinduan.

Untukmu, wanita pengagum hujan yang ku sayangi:
Tertanda, laki-laki yang merindukanmu
-Narendra

Aku menulis esai ini untuk Alana Arindia Lakeswara, perempuan dengan penyakit leukimia yang disandangnya. Membawa perubahan besar dalam hidupku.

Hei Alana, bagaimana kabar mu disana hm? Narendra merindukanmu disini. Aku merindukan bagaimana saat kita berdiri bersama di tengah guyuran hujan, bagaimana senyum manis itu selalu mengembang, bak tak terjadi apa-apa di hidupmu, mengalahkan hujan yang ku suka.

Alana... bayangan sosokmu di sebelah bangku ku selalu terlintas saat ku dengarkan lantunan musik yang kau tawarkan pada ku waktu itu.

Aku tersenyum mengingatnya.

Lantas menangis kencang karena ingatan yang tidak ingin ku ingat, terlintas begitu saja.

A L A N A
TO BE CONTINUED

A L A N A  [TAMAT]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu