00

3.4K 227 10
                                    

"Nak, kamu pasti bisa menemukan kebenarannya. Sudah saatnya."

Di tengah hujan, ia merenungkan perkataan beliau yang telah merawatnya sedari kecil. Ingin rasanya lari dari kenyataan tetapi tidak bisa. Ia tidak memiliki pilihan lain selain menghadapi kenyataan tersebut. Kenyataan bahwa ia bukanlah keluarga kandung dari seorang yang amat sangat disayanginya. Meskipun begitu, ia berhutang besar kepada keluarga yang ia tinggali saat ini.

Namanya, Cakrawala Arsentyo.

"Aku ini anak siapa?"

"Dimana aku harus mencari mereka?"

***

"Woah." Rasa takjubnya tidak bisa ia tutupi. Bagaimana ia tidak takjub, ia baru pertamakali menginjakkan kaki di kota metropolitan, Jakarta.

"Pergilah ke Jakarta, Nak. Carilah keluargamu di sana," pesan ibunya sesaat setelah mengetahui fakta bahwa ia masih memiliki keluarga.

Berbekal uang tiga ratus ribu rupiah serta alamat yang ditulis dikertas, Cakrawala terpaksa harus ke Jakarta mencari keluarganya daripada harus terus merepotkan keluarga angkatnya yang notabenenya untuk makan saja susah.

Yang dipkirkan Cakrawala saat ini, "Mengapa aku harus mencari mereka toh mereka juga sudah tidak peduli sama aku. Waktu kecil aja aku dibuang apalagi udah gede. Yang ada malah disuruh minggat."

Jakarta begitu luas untuk Cakrawala yang tidak memiliki pengalaman di luar kota. Petunjuk satu-satunya menuju tempat yang ditujunya hanyalah aplikasi peta di-handphone yang telah di-download-nya.

"Mbak, pesan es tehnya satu ya! Sama ketoprak mbak!" Sebelum Cakrawala melangkah ke alamat yang ditujunya, ia singgah membeli makanan untuk dirinya sendiri sebagai pencegahan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. 

Saat sedang asyik menunggu pesanannya siap, Cakrawala dikagetkan dengan seorang pria kekar yang menghampirinya.

"Mas, Cakrawala?"

"Saya, Om?" tanya Cakrawala. Ia takut salah sangka pasalnya nama Cakrawala tidak hanya satu di dunia ini.

"Betul, Mas. Mas bisa ikut saya? Saya diperintahkan untuk mengantar Mas ke rumah dengan selamat."

Perkataan pria itu membuat Cakrawala keheranan. Siapa yang memberikan om tersebut perintah? Dan rumah, ia pun baru saja tiba di Jakarta dan belum memiliki tempat tinggal sama sekali. Jadi, pikirnya om ini mungkin salah orang.

"Maaf, Om. Om salah orang kali. Saya belum punya rumah di sini. Saya aja baru pertama kali ke Jakarta, Om."

"Cakrawala Arsentyo, anak angkat dari bu Surti di Malang."

"Woah. Tahu dari mana tentang saya, Om?"

"Tidak penting saya tahu darimana. Yang penting saat ini,  Mas harus ikut saya. Saya harus segera menyelesaikan tugas saya mengantar Mas ke rumah dengan selamat," jelas pria itu meyakinkan.

"Maaf, Om. Tapi saya agak ragu , nih. Saya tidak tahu om siapa tapi tiba-tiba nyuruh saya ikut om pergi. Jangan-jangan om begal, ya?"

"Panggil saya, Irfan. Saya harus segera mengantar Mas jika Mas ingin selamat."

***

Setelah perdebatan yang terjadi, kini Cakrawala telah berhasil diantar di rumah yang dimaksud Irfan. Tidak masuk di akal sehatnya ia akan tinggal di rumah mewah saat ini. Jika saja Cakrawala tidak mengikuti Irfan, entah bagaimana nasibnya di luar sana.

"Ini kamarnya, Den. Kalau butuh sesuatu tinggal minta sama Bibi. Bapak sebentar lagi pulang." Begitulah perkataan bibi ART di rumah ini.

Cakrawala mengernyitkan keningnya. "Bapak?" tanyanya keheranan. Bapak siapa yang dimaksudnya.

"Oh iya, bibi lupa. Rumah ini rumah Aden juga. Untuk penjelasan lebih lanjut, setelah bapak pulang, Den," kata bibi sebelum pergi dari hadapan Cakrawala.

Toktok

"Den... Dipanggil bapak ke ruang tengah," kata bibi dibalik pintu.

Ketika telah tiba di ruang tengah, Cakrawala langsung saja mendudukkan dirinya pada  sofa dekat bapak itu.

Dengan ekspresi tenangnya dan seperti tidak mengintimidasi, bapak itu membuka pembicaraan, "Cakrawala."

"Iya, Pak," sahut Cakrawala.

"Saya, kakekmu."

"Maksudnya?" Cakrawala dibuat bingung dengan pernyataan bapak itu.

"Ya, Saya kakekmu."

"Bagaimana bisa? Bagaimana bisa bapak mengaku sebagai kakek saya sedangkan saya tidak mengenal bapak sama sekali. Saya juga tidak punya keluarga."

"Panjang ceritanya."

"Dulu...." Kakek pun mulai menceritakan semuanya.

"Pantas saja," gumam Cakrawala setelah mendengar cerita dari kakek.

Bapak itu sebut saja namanya Hendrawan, katanya ia adalah kakeknya Cakrawala. Namun bukan kakek kandung. Ia bisa tinggal dirumahnya pun berkat kakek kandungnya. Dan yang lebih mengejutkan lagi bahwa kakek kandungnya masih hidup dan mengawasinya selama ini bahkan saat ia masih tinggal dikeluarga angkatnya.

Diumurnya yang akan menginjak 17 tahun, ia ditawarkan oleh Hendrawan bersekolah di salah satu sekolah swasta di Jakarta. Cakrawala berujung mau saja.

Awalnya Cakrawala enggan menerima tawaran itu, akan tetapi Hendrawan terus meyakinkannya. Jadilah Cakrawala menerima tawaran tersebut. Cakrawala juga diimingi seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Hendrawan karena ia merupakan cucunya dan pantas mendapatkannya. Juga tanpa mengeluarkan tenaga ia diberi kartu kredit untuk membelanjakan apa saja.

"Kamu ke sekolah gak sendiri. Nanti ditemenin sama cucu saya di sekolah, sepupumu," kata Hendrawan lagi.

Saat sedang serius mengobrol dengan Hendrawan tiba-tiba saja terdengar suara pekikan wanita yang membuat Cakrawala sontak menoleh ke arah sumber suara.

"Kakek!"

"Miss you, Kek!" hebohnya. Kini wanita itu berada tepat di depan Cakrawala.

"Kakakmu mana, Nak?"

"Biasa. Nyusul, dia." jawabnya. Wanita itu menoleh ke arah Cakrawala. Ia memandang Cakrawala dengan cukup intens.

"Rigel, ngapain lu di sini?" tanyanya sambil memandang Cakrawala.

Cakrawala mengernyitkan dahinya. Apakah dia yang ditanyai saat ini? Akan tetapi hanya ia dan Hendrawan serta wanita itu yang berada di ruang tamu saat ini.

"Kamu nanya saya?" tanya Cakrawala keheranan.

"Lah," cengo wanita itu. "Gak, gua nanya kakek. Ya, enggak lah. Gua nanya lu!"

"Saya, Cakrawala."

TBC

CAKRAWALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang